Tim Lnpoint ITB Juara 1 Global Innovator Festa Korea Selatan 2019
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id – Tim Lnpoint dari Institut Teknologi Bandung mengharumkan nama Indonesia dengan menjuarai kompetisi internasional pada Global Innovator Festa di Korea Selatan. Mereka berhasil menjadi juara pertama setelah mengalahkan 27 tim dari berbagai negara peserta lomba. Pada 2 November 2019 lalu,
Global Innovator Festa merupakan kompetisi internasional tahunan yang diadakan oleh pemerintah Korea melalui Daegu Digital Industry Promotion Agency (DIP) di Kota Daegu, Korea Selatan. Tiga sub kompetisi yang dilombakan adalah idea – thon (presentasi ide melalui case yang diberikan), make – a – thon (merancang sebuah project untuk menyelesaikan permasalahan di Korea di bidang komunikasi, terutama untuk perusahaan KT), dan startup (menciptakan sesuatu yang baru yang bermanfaat untuk penduduk Korea).
Tim Lnpoint yang dibimbing oleh Dosen Fisika ITB yaitu Acep Purqon, Ph.D., dan beranggotakan Al Solskjaer (Fisika 2015), Anisa Natalia (Fisika 2015), Safira Rahmadani (SBM 2020), dan Dicky (STI 2017) awalnya mendapat informasi terkait kompetisi tersebut dari dosen mereka. Lalu melihat kesempatan tersebut, mereka akhirnya memutuskan untuk mengikuti lomba tersebut.
“Kami langsung apply ke Korea dengan membawa project yang selama ini telah kami jalankan. Tujuannya adalah dengan mengikuti kompetisi ini, kita ingin mencari validasi atas project kita. Kita sudah sering lomba dan keliling Indonesia dan pengalaman tersebut membuat kita terus memperbaiki karya kita sehingga nantinya dapat bermanfaat bagi orang banyak,” ujar Al Solksjaer.
Melalui sub kompetisi make – a – thon dengan tema “Developing Innovative Device / Software”, Tim Lnpoint mengembangkan sebuah robot bernama Openspace.
“Ini merupakan aplikasi untuk membangun sebuah komunitas. Ibaratnya, orang – orang yang menggunakan aplikasi ini bisa saling sharing dan bertemu untuk berdiskusi. Software yang kami rancang dihubungkan dengan hardware yang berada di berbagai tempat seperti di cafe. Tujuannya, ketika beberapa orang hendak berkumpul, mereka tidak usah kesulitan untuk reservasi tempat dan menanyakan kondisi tempat terkait,” tambah Al Solskjaer.
Mereka melalui berbagai tahapan hingga dapat menjadi juara. Awalnya dilakukan seleksi dari seluruh negara yang berpartisipasi seperti Indonesia, Vietnam, Prancis, China, dan lainnya. Tim yang lolos seleksi akhirnya datang ke Kota Daegu, dan diberikan pelatihan selama tiga hari. Kemudian kompetisi dimulai, dengan waktu pengerjaan software dan hardware untuk sub kompetisi make – a – thon adalah 24 jam. Selama proses pengerjaan tersebut banyak tantangan yang harus mereka jalani seperti hilangnya jam istirahat karena mereka harus berkonsentrasi penuh membangun software dan hardware tersebut selama 24 jam. Selain itu, keterbatasan alat yang dapat digunakan juga menjadi salah satu kendala. Setelah itu, dilakukan presentasi mengenai project yang telah dirancang. Pemenang yang diinginkan merupakan tim yang dapat memberikan solusi yang murah dan scalable untuk perusahaan KT.
“Banyak kendala yang kami dapatkan saat perlombaan seperti keterbatasan hardware yang diberikan, hardware tidak berfungsi, dan lainnya. Kemudian bagaimana menyesuaikan konsep project kami yang sebenarnya customer to customer menjadi business to business,” kata Al Solksjaer.
Dalam beberapa pekan ke depan, project yang mereka bentuk akan segera diluncurkan dan dipublikasikan untuk umum. Harapannya, dengan program ini banyak orang yang memiliki minat dan kebutuhan yang sama bisa bertemu dengan mudah dan terfasilitasi. Masyarakat bisa belajar apapun, dimanapun, dan dengan siapapun dengan mudah. Namun untuk sekarang, project ini masih dalam tahap beta dan terus disempurnakan.
“Saya berharap project ini bisa membantu banyak orang bukan hanya mahasiswa ITB tapi juga universitas lain dan masyarakat luas, serta dapat memberikan dampak yang besar. Untuk mahasiswa lainnya, jangan takut untuk mengikuti lomba dan jangan gampang menyerah. Kami pun sudah banyak ikut lomba dan sering gagal. Awalnya saat saya merancang project ini juga masih banyak orang yang tidak percaya, tapi saya tetap berjuang. Yang terpenting adalah punya niat besar untuk belajar segala sesuatu. Sekali lagi jangan banyak alasan dan jangan mudah menyerah, karena setiap dari kita pasti bisa,” tambahnya.
Reporter: Christopher Wijaya (Sains dan Teknologi Farmasi 2016)