Mahasiswa Sekolah Farmasi ITB, Fyncana Chinta Deyvata Pelajari Budaya hingga Film di Hanyang University, Korea Selatan Lewat IISMA
Oleh Devi Berliana Pratiwi - Mahasiswa Sains dan Teknologi Farmasi, 2021
Editor M. Naufal Hafizh, S.S.

BANDUNG, itb.ac.id - Fyncana Chinta Deyvata, salah seorang mahasiswa Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung (SF ITB) yang mengikuti program IISMA (Indonesian International Student Mobility Award) diterima melakukan exchange ke Korea Selatan, tepatnya di Hanyang University. Korea Selatan dipilihnya karena terkenal memiliki sistem pendidikan berkualitas tinggi. Selain itu, Fynca tertarik belajar bahasa Korea dan kulturnya secara langsung.
Di Hanyang University, ia mengambil mata kuliah:
1. Aesthetic Awareness in the Modern World yang mempelajari seni dan aplikasinya di kehidupan modern, seperti lagu, makanan, pakaian, bahkan video game;
2. History of Korean Cinema yang membahas mengenai sejarah perfilman di Korea dari awal hingga sekarang;
3. Media Communication in Korea yang membahas tentang perkembangan media di Korea, mulai dari produksi, distribusi, hingga konsumsi dengan fokus utamanya pada evolusi komunikasi media, termasuk surat kabar, penyiaran publik dan swasta, serta dampak media sosial dan platform streaming;
4. Cultural Industry and Data Analysis yang mengulik tentang pentingnya industri budaya dan perannya dalam meningkatkan pengaruh Korea secara global.
“Saya memilih mata kuliah ini karena program IISMA memberi kesempatan untuk mengeksplorasi bidang di luar jurusan saya di Indonesia. Ketertarikan saya pada perkembangan teknologi di Korea mendorong saya untuk mengambil Media Communication in Korea dan Cultural Industry, yang membahas evolusi media serta industri kreatif di negara ini. Selain itu, sebagai penggemar film dan drama Korea, saya tertarik mendalami sejarah perfilman Korea melalui History of Korean Cinema, untuk memahami bagaimana industri ini berkembang dan berpengaruh secara global,” ujarnya.
Sistem course yang dia jalani dilaksanakan dengan bahasa Inggris dan bergabung dengan international student lainnya. “Untuk sistem pembelajarannya kurang lebih sama seperti di Indonesia, namun lebih banyak diskusi antara dosen dan mahasiswa dibandingkan di Indonesia. Dosen di sana juga sangat bersungguh-sungguh dan berkonsentrasi tinggi terhadap murid-muridnya. Salah satu dosen saya bahkan membuat feedback berupa video untuk masing-masing muridnya, di setiap tugas yang kami kumpulkan,” tuturnya.
Selama di sana, ia mendapati banyaknya hal unik yang berbeda antara Korea Selatan dengan Indonesia. Salah satunya budaya kerja dan pendidikan di Korea yang sangat kompetitif.
“Selama di korea, universitas saya (Hanyang University) menyediakan satu gedung yang isinya adalah ruang belajar. Ruang belajar di Korea punya berbagai jenis dengan aturan yang cukup ketat, dalam memilih ada ruang belajar yang khusus belajar dengan buku dan pena, ada juga ruang belajar yang menggunakan laptop dan mouse, dibedakan karena diasumsikan ruangan belajar dengan laptop dan mouse akan menghasilkan suara ketikan sedangkan ruang belajar dengan buku dan pena sangat sunyi. Di dalamnya terdiri atas banyak meja kecil dan kursi dan tiap mahasiswa bisa menempati kursi tersebut dengan sistem ‘booking’ per beberapa jam menggunakan student ID. Saat masa ujian, ruang tersebut dipenuhi mahasiswa yang belajar tanpa henti bahkan semalaman,” ujarnya.
Selain itu, Korea memiliki tradisi makanan yang unik dengan banyak lauk kecil atau dikenal dengan sebutan banchan, serta kimchi. Di bidang transportasi dan infrastruktur, Korea sudah sangat maju dan sudah terintegrasi antar kota sehingga sangat mudah apabila ingin bepergian ke luar kota. Di samping itu, terdapat industri K-pop yang sangat populer dan pop up store.
Hidup di negara empat musim, Fynca mengaku menghadapi sejumlah tantangan, mulai dari belajar untuk mandiri dan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap diri sendiri, bersosialisasi dengan teman-teman yang berasal dari berbagai dunia, tuntutan bidang akademik yang berbeda, dan adaptasi perubahan musim panas ke musim dingin. Meski demikian, ia bangga dapat membagikan informasi mengenai budaya Indonesia ke teman-teman dari negara lain. Ia juga mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan beberapa budaya Indonesia di Korea seperti menggunakan batik, mengajarkan teman teman korea memainkan angklung, dan mengenalkan makanan Indonesia ke teman teman dari berbagai negara.
Pada program IISMA ini, ia banyak belajar tidak hanya dari segi akademik, tetapi banyak mendapatkan pengalaman hidup yang berkesan. Di negeri ginseng ini bisa mempelajari rute transportasi sendiri dan memanfaatkan waktu yang ada untuk mengekspolrasi sebanyak mungkin berbagai hal di sana. “Pengalaman exchange IISMA ke Hanyang University ini merupakan pengalaman yang sangat berkesan bagi saya karena saya mendapatkan pengalaman yang tak terlupakan seumur hidup, serta mendapat teman teman baru yang sangat berkesan di hidup saya,” katanya.
Reporter: Devi Berliana Pratiwi (Sains dan Teknologi Farmasi, 2021)