Tim Mahasiswa ITB "Melinkarya" Raih 6 Penghargaan Nasional di iGEM Indonesian League 2023, Usung Solusi Penanggulangan Persoalan Malaria
Oleh Anggun Nindita
Editor Anggun Nindita
BANDUNG, itb.ac.id – Tim mahasiswa bernama "Melinkarya" dari Institut Teknologi Bandung (ITB) meraih prestasi gemilang pada ajang iGEM Indonesia League 2023 dengan membawa pulang 6 penghargaan sekaligus. Penghargaan tersebut meliputi grand prize undergraduate track, gold medal, solving local problem award, best JOGL report (project report), best trailer video, dan best presentation.
Tim ini terdiri atas para mahasiswa dari berbagai jurusan, antara lain Nurul Izzati Ginting (10619086), Bilqis Naura Safira Rizam (10620029), Maha Yudha Samawi (10619027), Alifia Zahratul Ilmi (18319013), Gregorius Ariyo Kresnadhi (18319021), Muhammad Dzul Fakri (10519089), Michelle Gracia Lay (10520035), Hilya Nadhira Iman (13019054), dan Ismail Al Faruqi (15119022).
iGEM Indonesia League 2023 adalah kompetisi nasional yang diikuti oleh lebih dari 100 peserta dari mahasiswa dan siswa SMA. Lomba ini diselenggarakan oleh iGEM Foundation dan synbio.id. Seluruh proses lomba berlangsung daring dari April hingga Desember 2023. Pada Jumat (8/12/2023), final showcase diadakan untuk menentukan dua grand finalist di setiap jenjang lomba. Pada Sabtu (9/12/2023), dilakukan final presentation oleh para grand finalist tersebut.
Inspirasi Tim Melinkarya bermula dari permasalahan malaria di Indonesia yang menjadi ancaman serius namun tidak terlihat secara langsung. Tim menanggapi fakta bahwa pada tahun 2022, WHO memperkirakan terdapat 247 juta kasus malaria dan 9,6 juta kematian secara global. Di Indonesia, khususnya di daerah Papua, Papua Barat, dan NTT terjadi prevalensi malaria tertinggi namun masih kesulitan mendapatkan akses terhadap alat diagnostik yang akurat dan terjangkau. Indonesia juga dihadapkan pada lima spesies malaria tanpa adanya alat yang dapat mendeteksi kelima spesies tersebut secara bersamaan.
Dengan tujuan mewujudkan solusi yang luas dan berdampak signifikan terhadap penanggulangan malaria di Indonesia, Tim Melinkarya mengusung konsep teknologi toehold switch. Mereka mengembangkan metode deteksi patogen malaria yang sederhana, spesies-spesifik, dan terjangkau.
Tim ini juga merancang kit diagnostik yang mudah digunakan dan dapat disesuaikan dengan aksesibilitas di wilayah endemis malaria Indonesia. Penggunaan teknologi geospasial juga menjadi bagian dari solusi untuk memahami dan menangani distribusi spasial populasi yang rentan terhadap malaria serta membantu distribusi peralatan diagnostik yang ditargetkan.
Perjalanan mereka mempersiapkan lomba tidaklah mudah, namun Tim Melinkarya berhasil mengatasinya dengan baik. Mereka menyederhanakan masalah hingga solusi melalui diskusi lintas keilmuan, mencari benang merah untuk memetakan kontribusi setiap anggota, membaca banyak referensi, serta berkonsultasi ke berbagai pihak. Tantangan lainnya yaitu menjaga alur kerja tim dengan berbagai kegiatan anggota di luar lomba, namun kekompakkan dalam membuat rencana yang jelas dan empati di antara mereka membuat pekerjaan berjalan lancar dan bisa diselesaikan sesuai standar tinggi yang telah mereka tetapkan. Kendala biaya yang cukup tinggi untuk berpartisipasi dalam iGEM diatasi dengan mendaftar beasiswa, pitching kepada komite, dan mengajukan proposal bantuan dana kepada Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) ITB.
Prestasi dalam lomba yang cukup panjang ini memberikan pengalaman dan makna mendalam bagi tim. Mereka tidak hanya menciptakan solusi inovatif dari mikro hingga makro, tetapi juga belajar pentingnya komunikasi dan kerja sama dalam tim.
Setiap tantangan, mulai dari membedakan DNA plasmodium hingga memetakan area rentan di 38 provinsi, mengajarkan mereka untuk terus kritis dan mencari ruang untuk perbaikan. Lebih dari itu, pertemuan mereka dengan para mentor dan senior di proyek Malaria ini membuktikan bahwa belajar tidak pernah berhenti dan selalu ada sesuatu yang baru untuk dijelajahi.
“Everything in my life mostly begins with ‘bisa ga ya?’. Bisa tidak ya empat keilmuan kolaborasi jadi satu ‘biomedis, kimia, teknik kimia, geodesi’. Jawabannya, bisa and even we go beyond berkarya, we incubate the idea, and grab the 6 medals at once di iGEM IDL 2023,” ujar Alifia Zahratul Ilmi.
Muhammad Dzul Fakri menyoroti momen sehari-hari tim yang sering melontarkan “Aduh kita belum belajar ini”. Dia juga bercerita bahwa banyak penelitian yang sudah mereka baca dan analisis sehingga merasa kebingungan sendiri akibat banyaknya informasi yang mereka peroleh.
“Kalau di awal kadang kami sering bercanda ‘butuh gold medal supaya capeknya terbayarkan’ dan syukurlah impian tersebut terkabulkan,” tuturnya.
Ismail Al Faruqi, yang berlatar belakang Teknik Geodesi dan Geomatika mengaku kaget sebagai outlier dalam tim, namun dirinya masih bisa ikut berkontribusi untuk mendukung skala makronya. Dia sangat bersyukur bisa bertemu, melingkar, dan berkarya bersama dalam lintas multidisiplin seperti nama tim mereka, Melinkarya, yang merupakan gabungan dari kata melingkar dan berkarya.
Hilya Nadhira Iman, yang juga outlier dalam bidang biologi, mengungkapkan bahwa keberanian untuk belajar dari bidang yang belum dikuasai membawanya pada pengalaman yang seru dan penuh pembelajaran. Pengalaman ini menjadi motivasi sekaligus pengingat untuknya untuk belajar lebih banyak lagi, dan membuatnya semakin yakin bahwa banyak sekali cara untuk belajar asalkan ada kemauan.
Sementara itu, Michelle Gracia Lay menyampaikan nilai berharga dari kerja tim yang intensif di tengah kesibukan masing-masing, sambil belajar konsep-konsep toehold, biobricks, dan golden gate assembly yang tidak diajarkan di perkuliahan.
Adapun Gregorius Ariyo Kresnadhi menemukan perspektif baru melalui proses diskusi yang dilalui. Baginya, Melinkarya adalah tim yang tepat di waktu yang tepat. Melinkarya bukan hanya sebuah tim, tetapi juga sebuah pendorong untuk terus terbuka dan mengeksplorasi potensi masing-masing.
Dengan semangat pantang menyerah dan kerja tim yang solid, mereka berhasil meraih enam penghargaan sekaligus di iGEM Indonesian League 2023, membuktikan bahwa inovasi dan keberhasilan tidak terbatas pada satu bidang keilmuan saja.
Reporter: Gishelawati (Astronomi, 2019)
Editor: M. Naufal Hafizh