Tim Mahasiswa Teknik Informatika ITB Juara 1 Kompetisi Dunia Kreatif dengan Generative AI 2023
Oleh Anggun Nindita
Editor Anggun Nindita
BANDUNG, itb.ac.id — Mahasiswa Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung (ITB) yang tergabung dalam tim Wahoo.ai menjadi juara 1 dalam Kompetisi Dunia Kreatif dengan Generative AI 2023 untuk Kategori Pengembangan Tools Generative AI. Kompetisi ini merupakan bagian dari rangkaian Artificial Intelligence Innovation Summit (AIIS) 2023 yang diadakan Kolaborasi Riset dan Inovasi Industri Kecerdasan Artifisial (Korika), lembaga riset dan inovasi yang fokus pada pengembangan AI untuk menciptakan solusi yang kreatif dan revolusioner.
Tim Wahoo.ai terdiri atas tiga mahasiswa tingkat akhir Teknik Informatika, yaitu Hafid Abi Daniswara, Aulia Adila, dan Fabian Savero Diaz Pranoto. Ide yang mereka bawakan adalah pengembangan aplikasi Augmentative and Alternative Communication (AAC) untuk penderita afasia. Afasia merupakan kondisi yang umum terjadi usai stroke. Hal ini menjadikan penderita mengalami kerusakan pada bagian otak yang mengontrol kemampuan berbicara. Penderita afasia mengalami keterbatasan dalam berbicara sehingga kata maupun kalimat yang diucapkan kerap tidak sempurna dan sulit dipahami. Hal ini menjadi dasar permasalahan yang diangkat serta dapat diselesaikan menggunakan pendekatan berbasis generative AI.
Ketiganya kemudian mengembangkan aplikasi berbasis web yang bernama GemaKata. Aplikasi ini menerima ucapan dari penderita afasia yang diubah menjadi teks transkripsi dengan fitur speech-to-text. Teks transkripsi tersebut kemudian diproses oleh ChatGPT untuk dikoreksi dan dilengkapi melalui metode sentence completion agar dapat lebih mudah dimengerti oleh lawan bicara. Teks transkripsi atau kalimat yang telah diproses akan diubah kembali menjadi suara, berupa audio hasil pembacaan kalimat, dengan fitur text-to-speech.
“Harapannya, setelah kalimat dari penderita afasia disempurnakan, lawan bicara dapat memahami maksud dari kalimat yang sebenarnya ingin diucapkan tersebut dengan lebih mudah,” ujar Adila.
Hafid, Fabian, dan Adila mengaku perlu banyak melakukan riset terkait dunia kesehatan sebelum memutuskan mencoba implementasi generative AI pada penderita afasia. Mereka menilai aplikasi generative AI untuk dunia kesehatan masih relatif jarang dilakukan dibandingkan aplikasi pada bidang lain. Ketiganya pun menganggap hal ini sebagai peluang cukup menjanjikan. Pengembangan aplikasi augmentasi bahasa untuk penderita afasia yang mereka usung kemudian menjadi solusi praktis di dunia kesehatan yang berbasis generative AI.
Fabian mengatakan, “Tantangan terbesar adalah saat mengubah suara ke teks dan memprediksi kalimat yang akan dihasilkan. Terutama prediksinya, karena kita butuh mencari prompt atau instruksi yang tepat agar AI bisa menghasilkan keluaran yang kita inginkan.”
Kendati demikian, aplikasi GemaKata masih mungkin disempurnakan untuk optimasi fungsi kerja yang lebih baik. Menurut ketiganya, kualitas fitur speech-to-text serta text-to-speech dapat terus ditingkatkan untuk menambah kualitas keluaran yang dihasilkan serta menambah kecepatan pemrosesan. Pengembangan model AI juga diperlukan agar kualitas keluaran dapat dikustomisasi untuk penderita afasia daripada hanya bergantung pada ChatGPT yang sifatnya lebih umum. Selain itu, pengembangan serta scaling server maupun aplikasi juga penting agar aplikasi ini mampu melayani pengguna dalam cakupan yang lebih besar.
“(Pengembangan lanjutan meliputi) pengembangan model sendiri untuk mendukung generative AI sehingga hasilnya bisa lebih bespoke/customized, lalu pengembangan server dan scalability,” ungkap Hafid.
Reporter: Hanifa Juliana (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2020)
Editor: M. Naufal Hafizh