Tim Nusantara ITB: Lolos Tahap I KRI dengan Nilai Tertinggi

Oleh Krisna Murti

Editor Krisna Murti

Tim Nusantara, dari Lab Robotik, Departemen Teknik Mesin, ITB adalah satu dari dua wakil ITB di ajang Kompetisi Robot Indonesia (KRI). Yang membanggakan lagi, tim nusantara ini telah lolos seleksi tahap pertama KRI dengan nilai paling tinggi se-Indonesia. Seleksi tahap pertama adalah seleksi pengajuan proposal yang intinya berisi perencanaan dan desain robot serta strategi menyelesaikan misi robot. Sebenarnya, proposal dari ITB tidak hanya kedua tim itu. Sayangnya peraturan KRI mengharuskan bahwa dari satu perguruan tinggi, jumlah tim maksimum yang boleh lolos tahap satu hanya dua tim. (baca pemberitaan sebelumnya mengenai KRI) Ahmad Dani, ketua tim ini, yang juga veteran peserta KRI tahun 2004, mengaku bahwa timnya sudah mencari informasi mengenai KRI 2005 dan ABU Robocon 2005 bahkan sebelum sosialisasi resmi dari panitia di bulan Desember 2004. ”Setelah ABU Robocon 2004 di Korea ditutup, sudah keluar tema baru,” ujar Dani, ”Oktober itu udah keluar tema baru.” Tahun lalu, Dani juga turut dalam KRI 2004 di Jakarta dengan robot Geulis. Geulis meraih penghargaan robot dengan ide terbaik. Mahasiswa Teknik Mesin ini kembali turun dalam KRI 2005. (lihat pemberitaan di www.itb.ac.id berjudul Prototipe Arm Robot dan Leg Robot Sudah Sempurna) Sampai sekarang, kemajuan Nusantara baik dan prospeknya pun cerah mengingat Nusantara memperoleh nilai tertinggi dalam seleksi tahap pertama. Biaya dapat ditekan karena banyak komponen telah tersedia bekas robot-robot terdahulu. Namun demikian, tantangan yang dihadapi Dani tahun-tahun terdahulu kembali muncul dalam KRI tahun ini: fasilitas. Umumnya, KRI menggunakan lapangan pertandingan yang luas. KRI 2005, kali ini, menggunakan lapangan berbentuk bujur sangkar yang luasnya 14m X 14m. Menurut Dani, di banyak perguruan tinggi lain, tim-tim robot membuat tiruan lapangan asli. "Jadi bisa ngeliat kalo ada error. kalo mekanisme lambat, bisa langsung ganti," tandas Dani. Terus terang, Dani mengaku bahwa sampai sekarang timnya belum tahu di mana mereka bisa membuat lapangan uji coba. ”GSG? Sering dipake,” ujarnya, ”Di ITB ruangan itu terbatas.” Dani mengungkapkan bahwa pemenang KRI 2004, Politeknik ITS, meminjamkan meminjamkan aula selama H-30 pertandingan KRI untuk dibuat sebagai lapangan uji coba. Selain itu, yang juga cukup disayangkan adalah masalah inisiatif. Dari pengalaman Dani mengikuti KRI dari tahun ke tahun, perguruan tinggi lain secara institusi juga turut berinisiatif; bukan hanya mahasiswanya. Pengalaman sebuah perguruan tinggi, tim robotik memang sudah menjadi program tahunan institusi perguruan tinggi itu. Dari tiap jurusan yang berhubungan, diseleksi mahasiswa terbaik; misalnya, untuk pemrograman robot, diseleksi mahasiswa informatika atau ilmu komputer terbaik; begitu pula dengan jurusan lain. Mahasiswa-mahasiswa terbaik ini yang namanya tercantum sebagai tim. Di luar itu, seluruh sumber daya di fakultas dikerahkan untuk mendukung tim itu, baik pemikiran maupun fasilitas. ”Jadi perguruan tinggi lain mengerahkan seluruh kekuatan fakultas,” ujar Dani, ”Bandingkan dengan ITB tahun lalu (dalam KRI 2004 –red.) yang cuman membawa 4 mahasiswa tambah 1 teknisi yang juga staf laboratorium.” Dengan modal nilai tertinggi, prospek Nusantara memang besar, tapi tantangan besar tetapa ada di depan mata. Walaupun demikian, bagi Dani, kondisi semacam ini memberikan hikmah tersendiri. ”Orang-orang yang ikut adalah mereka yang benar-benar termotivasi,” ungkapnya ”Benar-benar teruji.” krisna murti 3/2/05 11.04pm