Tim Satgas ITB Paparkan Hasil Kajian Bencana Banjir DKI Jakarta Awal Tahun 2020
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id - Kejadian banjir di Daerah Khusus Ibukota Jakarta pada awal tahun 2020 lalu menjadi perhatian publik karena dampaknya yang besar dan luas. Untuk itu, Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL) ITB, Prof. Ade Sjafruddin, Ph.D., membentuk Satuan Tugas (Satgas) Kajian Penanggulangan Banjir DKI Jakarta dan Sekitarnya pada tanggal 8 Januari 2020.
Tim Satgas yang beranggotakan 29 orang ini diketuai oleh Ir. M. Cahyono, M.Sc., Ph.D. Anggota tim Satgas tersebut terdiri dari beberapa Kelompok Keahlian (KK) di FTSL ITB yang berada di bawah Center for Infrastructure and Built Environment (CIBE). CIBE sendiri merupakan pusat studi di ITB yang mengkaji perihal infrastruktur dan lingkungan.
Tim tersebut telah merilis Kajian Pengelolaan Banjir DKI dan Sekitarnya Bagi Pembangunan Infrastruktur Berkelanjutan pada tanggal 27 Februari 2020. Kajian ini berisi berupa brief policy paper sebagai masukan terhadap konsep dan pelaksanaan pengelolaan banjir terpadu di kawasan Jakarta. “Kajian ini merupakan salah satu upaya kontribusi positif ITB bagi pembangunan infrastruktur berkelanjutan khususnya di Jakarta, dan umumnya di Indonesia,” tutur Cahyono saat ditemui di Gedung CIBE ITB, Selasa (10/3/2020) bersama tim.
Menurut kajian yang telah dilakukan, banjir di DKI Jakarta telah terjadi sejak masa kolonial Belanda antara lain tahun 1621, 1654, 1873, 1909, dan 1918. Rencana pengendalian banjir melalui pembangunan Banjir Kanal Barat dan Banjir Kanal Timur pun sudah mulai dicanangkan sejak tahun 1918. Terdapat beberapa penyebab banjir di DKI Jakarta yaitu curah hujan yang tinggi, perubahan penggunaan lahan yang pesat di daerah aliran sungai, penyempitan badan dan bantaran sungai akibat dampak peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan wilayah, pendangkalan sungai akibat sedimentasi dan sampah, penurunan muka tanah baik secara alami maupun akibat kegiatan manusia, serta pengaruh pasang surutnya air laut, dan kenaikan muka air laut.
Menurut Dr. Eng Arno Adi Kuntoro, S.T., M.T., salah satu anggota tim Satgas, banjir Jakarta pada awal tahun 2020 salah satunya disebabkan oleh tingginya curah hujan. “Terdapat beberapa titik di daerah di Jakarta yang diguyur hujan ekstrem, namun secara keseluruhan curah hujan di Jakarta memang lebih tinggi dari biasanya,” ungkapnya.
Selain itu, turunnya muka tanah terjadi secara alami serta akibat kegiatan manusia. Turunnya muka air tanah diperparah dengan ekstraksi air tanah yang dilakukan secara besar-besaran serta gedung dan bangunan Jakarta yang semakin banyak. “Kondisi topografi Jakarta secara umum adalah landai. Adanya penurunan muka tanah menyebabkan banjir rob. Gelombang yang dari laut menghempaskan air di pesisir Jakarta,” ujar Ir. Dantje Kardana N., M.Sc., Ph.D, salah satu anggota Tim Satgas Kajian Banjir DKI Jakarta.
Sementara itu menurut Ir. Arief Sudradjat, M.I.S., Ph.D., bahwa pengelolaan sampah yang masih perlu untuk ditingkatkan di Jakarta dan sekitarnya turut berkontribusi terhadap banjir. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI, jumlah sampah yang tidak tertangani di DKI Jakarta adalah sekitar 274 ton per hari pada periode 2017-2018. “Satu penelitian menunjukkan jumlah sampah plastik yang bermuara di Teluk Jakarta mencapai 8 ton per hari. Sampah-sampah tersebut mengganggu pengaliran air limpasan hujan menuju laut,” tuturnya.
Atas penyebab-penyebab di atas, Tim Satgas Kajian Banjir DKI Jakarta mengusulkan beberapa upaya yang perlu dilakukan secara simultan dan komprehensif. “Terdapat beberapa upaya secara struktural dan nonstruktural. Upaya struktural berhubungan dengan pembuatan bangunan fisik dan konsep penataan ruang yang mengaplikasikan infrastruktur ramah lingkungan. Tak kalah penting, upaya nonstruktural juga perlu dilakukan seperti koordinasi antar-stakeholder yang terkait, pemberdayaan masyarakat dan dunia usaha untuk melakukan mitigasi banjir dan meningkatkan kemampuan sendiri untuk merespons bencana banjir, serta penegakan regulasi yang berkaitan dengan konstruksi dan lingkungan. Untuk dunia usaha disarankan menyiapkan BCP (Business Continuity Plan) masing-masing dalam menghadapi bencana banjir agar dapat meminimumkan gangguan usahanya. Diharapkan semua upaya ini dilakukan secara berkelanjutan sehingga di masa depan banjir Jakarta dapat teratasi,” ungkap Cahyono.
Reporter: Billy Akbar Prabowo (Teknik Metalurgi, 2016)