Transformasi Desain Kawasan Perkotaan yang Adaptif terhadap Tantangan Global
Oleh Indira Akmalia Hendri - Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota, 2021
Editor M. Naufal Hafizh
BANDUNG, itb.ac.id - Pada hari kedua Seminar Nasional "Mewujudkan Smart Living Perkotaan Indonesia Masa Depan", Dr. Ir. Woerjantari Kartidjo, M.T., dosen dari Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung (SAPPK ITB), memaparkan presentasi bertema "Transformasi Desain Kawasan Perkotaan yang Adaptif terhadap Tantangan Global".
Dalam presentasi ini, Dr. Woerjantari menekankan pentingnya merancang kawasan perkotaan yang mampu beradaptasi dengan berbagai tantangan global, seperti perubahan iklim, urbanisasi yang pesat, dan perkembangan teknologi, guna menciptakan kota yang lebih tangguh dan berkelanjutan.
Transformasi kawasan perkotaan merupakan proses perubahan yang signifikan di kawasan perkotaan yang berdampak pada aspek fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan, yang meliputi pembangunan kembali lingkungan sekitar, perubahan penggunaan lahan, perbaikan infrastruktur, dan perubahan demografi. Transformasi kawasan perkotaan bertujuan untuk meningkatkan kelayakan dan kenyamanan menghuni, keberlanjutan, dan vitalitas ekonomi di perkotaan, serta mengatasi tantangan global seperti pertumbuhan populasi, kelestarian lingkungan, dan keadilan sosial.
Secara umum, terdapat empat pendekatan multifaset dalam transformasi perkotaan, yang bertujuan untuk mengadaptasi kota terhadap tantangan saat ini dan masa depan. Pertama, revitalisasi kawasan dengan peningkatan infrastruktur, perumahan, dan ruang publik untuk meningkatkan kualitas hidup. Kedua, inisiatif keberlanjutan dengan penerapan ruang hijau, transportasi keberlanjutan, serta bangunan hemat energi. Ketiga, inklusi sosial, dengan memastikan semua masyarakat mendapatkan manfaat dari perubahan, yang melibatkan perumahan terjangkau dan kemudahan akses layanan. Terakhir, pembangunan ekonomi, dengan pembinaan usaha lokal dan menarik investasi untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan perekonomian lokal.
Beliau menyampaikan beberapa studi kasus mengenai respons transformasi kota dalam menghadapi berbagai tantangan global. Salah satu contohnya, yaitu penciptaan Kobe Resilience City. Dalam rancangan kota Kobe menuju kota yang resilien, terdapat beberapa elemen yang saling berinteraksi.
Inovasi dalam industri biomedis telah mendorong pertumbuhan ekonomi di Kobe. Pertumbuhan ini diperkuat melalui kolaborasi dengan pemerintah nasional dan kota-kota sekitarnya, salah satunya melalui Kobe Enterprise Zone Ordinance, yang menyediakan insentif berupa pengurangan pajak, subsidi, dan pinjaman untuk memacu perekonomian. Selain itu, Kobe juga bekerja sama dengan komunitas dalam upaya pembangunan kembali kota, termasuk membentuk organisasi tanggap bencana seperti Community Tsunami Preparedness Plan (2002) dan BOKOMI (komunitas kesejahteraan untuk pencegahan bencana) di setiap distrik. Upaya ini melibatkan sukarelawan yang bertugas mengedukasi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesiapsiagaan bencana.
Di sisi lain, Kobe juga mempersiapkan infrastruktur yang tahan bencana, seperti membangun tempat penampungan air dan pipa inovatif untuk memastikan ketersediaan air darurat. Selain itu, pengembangan sistem transportasi umum baru, seperti bus rapid transit dan LRT, membantu meningkatkan akses masyarakat ke layanan publik dan lapangan kerja. Pendekatan terpadu antara Kobe dan pemerintah nasional juga dilakukan dalam perencanaan dan pemrograman untuk mengatasi isu lingkungan dan sosial, termasuk tantangan populasi yang menua.
Kesimpulannya, transformasi desain kawasan perkotaan yang adaptif merupakan upaya holistik yang mengintegrasikan berbagai aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi. Dengan pendekatan yang inovatif dan partisipatif, kota dapat menjadi lebih tahan terhadap tantangan global dan lebih mampu menyediakan kualitas hidup yang baik bagi warganya.
Reporter: Indira Akmalia Hendri (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2021)