Wawan Dhewanto: Kewirausahaan Berbasis Teknologi Guna Meningkatkan Daya Saing Nasional
Oleh Ahmad Furqan Hala
Editor Ahmad Furqan Hala
Indonesia, negara kepulauan terbesar di dunia memiliki banyak potensi yang dapat dimanfaatkan, baik dari segi keindahan alam, hasil bumi maupun budaya. Akan tetapi, dengan kekayaan yang dimiliki, tingkat pengangguran di Indonesia masih terbilang cukup tinggi yakni sekitar 5,91 persen. Selain itu jumlah penduduk miskin di Indonesia juga cukup tinggi, hingga mencapai 28,07 juta orang. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, salah satu jalan keluarnya adalah melalui kewirausahaan. Menurut David McClelland, suatu negara akan makmur jika sedikitnya 2% penduduknya merupakan wirausahawan.
Pertumbuhan kesadaran terhadap kewirausahaan harus selalu diikuti dengan perkembangan teknologi serta inovasi-inovasi baru setiap saat. Pengembangan teknologi dapat terjadi pada semua aspek dalam kehidupan, baik pada sektor komunikasi, kesehatan, pertahanan, multimedia, infrastruktur, manufaktur serta aspek-aspek lainnya. Dengan adanya perkembangan teknologi yang mengiringi kewirausahaan, disertai dengan inovasi, maka dapat terbentuk kombinasi-kombinasi yang dapat menguntungkan suatu usaha. Konsep terpadu antara teknologi, inovasi dan kewirausahaan inilah yang umum disebut sebagai technopreneur.
Pengembangan Technopreneurship di ITB
Untuk menjawab tantangan global, ITB sebagai salah satu institusi berbasis teknologi tentu saja harus memiliki fasilitas pengembangan kewirausahaan berbasis teknologi. Layaknya dukungan-dukungan yang diberikan universitas dan pemerintah di manca negara terhadap technopreneurship, ITB juga berusaha untuk mendukung technopreneurship. Usaha dukungan ini dituangkan dalam bentuk Satuan Usaha Komersil (SUK), Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan (LPIK), serta Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM).
Satuan Usaha Komersil yang ada di ITB saat ini sudah memiliki berbagai jenis usaha yang membantu komersialisasi produk atau jasa ITB. Jenis usaha ini dapat berupa konsultan teknologi, pengembangan teknologi, konsultan sumber daya informasi, sistem dan telekomunikasi, perminyakan, serta air minum. Sedangkan LPIK-ITB memiliki empat divisi yang masing-masing memiliki tugas seperti berikut: Inkubator Industri dan Bisnis, Hak atas Kekayaan Intelektual, Pengembangan Kewirausahaan, serta Techno-Park. SBM-ITB sebagai bagian dari pengembangan technopreneurship di ITB juga memiliki beberapa program dukungan, antara lain melalui program studi sarjana kewirausahaan, program studi sarjana manajemen dengan mata kuliah wajib Integrative Business Experience, program studi magister bisnis administrasi, serta program studi magister dan doktoral sains manajemen.
"Untuk menjadi seorang wirausahawan dapat dilatih dan dibentuk melalui suatu proses. Proses ini terdiri dari tiga komponen utama yaitu tim, sumberdaya, dan kesempatan. Di antara ketiga komponen tersebut dapat terjadi interaksi yang kompleks antara satu dengan lainnya, sedangkan dalam penciptaan usaha baru, dibutuhkan karakter enterpreneur seperti kreatif, inovatif, serta pantang menyerah, sumberdaya, dan peluang usaha dari lingkungan yang dapat menghasilkan keuntungan walaupun disertai dengan kemungkinan resiko yang tidak pasti, juga organisasi dengan jiwa kepemimpinan di dalamnya," tegas Wawan.
Pengembangan komersialisasi teknologi dan technopreneur dapat berpotensi menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya saing nasional di kancah internasional. Melalui technopreneur, dapat diciptakan masa depan Indonesia dengan gebrakan teknologi dan daya saing yang tinggi dengan negara lain.
Sumber Foto: Dokumentasi Resmi ITB, Liga Film Mahasiswa (LFM-ITB)