Webinar SAPPK: Pengelolaan Data untuk Perencanaan Pembangunan

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id--Tujuan dari digitalisasi data adalah tersedianya informasi yang dapat diakses oleh publik dengan dukungan sarana prasarana, reformasi operasi, serta perubahan pemerintahan menjadi lebih baik. Selain itu, diharapkan terjadi inovasi dan komitmen untuk membangun komunikasi yang lebih baik lagi.

Hal tersebut disampaikan oleh Mohammad Irfan Saleh, S.T., M.PP., Ph.D., selaku Kepala Pusat Data dan Informasi Pembangunan Bappenas dalam kuliah umum oleh program studi Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) ITB dengan tema “Pengelolaan Data dan Informasi Perencanaan Pembangunan”, akhir Agustus lalu. Pembahasan ditujukan untuk mengupas kebijakan pemerintah, digitalisasi, dan inovasi, dalam pengelolaan data dan informasi perencanaan pembangunan.

“Proses konsolidasi di bidang infrastruktur pada TIK masih besar tantangannya. Terlebih lagi, di negara kita masih ada daerah yang sulit terjangkau koneksi internet. Padahal seringkali kegiatan belajar mengajar atau kegiatan lainnya di masa pandemi dilakukan dalam jaringan (daring),” tuturnya.

Saat ini, terdapat beberapa lapis prinsip yang dijalankan. Prinsip lapis pertama adalah menyediakan infrastruktur dengan pembangunan network. Sementara itu, pada lapis kedua adalah melakukan konsolidasi aplikasi infrastruktur yang bisa digunakan.

Mohammad Irfan kemudian menyampaikan tentang tujuan strategi Satu Data di Indonesia. Tujuan program tersebut adalah memastikan data yang akurat, dapat dipertanggungjawabkan, dan mudah diakses. “Data tersebut dapat dijadikan acuan untuk bersama, tetapi harus dilengkapi dengan standar, metadata, dan kode referensi,” jelas Irfan.

Di masa depan, diharapkan data selalu diketahui cara pengumpulan dan tujuan penggunaannya. Cara pengumpulan dapat dilakukan otomatis dan fleksibel agar data bisa langsung termutakhirkan. Ia mengatakan, ke depannya dibutuhkan big data supaya kita bisa lebih cepat dalam mengambil keputusan, juga dalam membuat sumber data baru yang informasinya dapat jauh lebih kaya dibanding data formal.

“Namun, big data tidak bisa menggantikan data formal. Sifatnya hanya pelengkap atau pengisi saja,” jelas Irfan. Ia mencontohkan, data kemiskinan yang distandardisasi dan dideteksi oleh BPJS bisa menyimpulkan tingkat kemiskinan Indonesia. Dari big data ini dapat dikumpulkan informasi, mulai dari apa yang dilakukan hingga yang dibicarakan masyarakat melalui media sosial. Data-data ini juga bisa menjadi alat ukur, contohnya sensor cuaca.

Digitalisasi dan pengolahan data bisa menjadi ujung tombak pembangunan ketika Indonesia mengalami penurunan terutama akibat adanya Covid-19. Pada akhir penjelasannya, Irfan menyampaikan bahwa tantangan kita untuk mengelola data memiliki titik berat pada bagian perencanaan berbasis data spasial yang mesti distandardisasi. “Namun, tantangan tersebut harus tetap didiskusikan lebih lanjut,” pungkasnya.

Reporter: Zahra Annisa Fitri (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2019)