Webinar SAPPK ITB: Menyikapi Transformasi Digital dalam Ranah Perancangan, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan
Oleh Adi Permana
Editor Vera Citra Utami
BANDUNG, itb.ac.id – Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung (SAPPK ITB) menggelar webinar pada Kamis (1/7/2021). Webinar ini diselenggarakan dalam rangka memeriahkan 101 tahun Pendidikan Tinggi Teknik Indonesia (PTTI). Pada sesi pertama ini, Webinar SAPPK VE-01 mengangkat tema “Beyond Boundaries: Transformasi Digital dalam Ranah Perancangan, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan”.
SAPPK ITB menghadirkan sejumlah figur penting, baik sebagai pembicara maupun penanggap pada webinar ini. Ridwan Sutriadi, S.T., M.T., Ph.D dari Kelompok Keahlian (KK) Perencanaan dan Perancangan Kota SAPPK ITB hadir sebagai pembicara pertama dengan topik “Transformasi Digital: Kemajuan Riset tentang Smart City dari Sisi Perencana Kota”. Aswin Indraprastha, S.T., M.T., M.Eng, Ph.D dari KK Perancangan Arsitektur SAPPK ITB menjadi pembicara kedua dengan topik “Beyond the Stable State: Memaknai Transformasi dalam Perencanaan Arsitektur”.
Dari sisi penanggap, hadir Ir. Bernardus R. Djonoputro, MM., IAP. selaku Executive Director Ernst & Young Indonesia, serta Prof. Ir. Gunawan Tjahjono, M.Arch, Ph.D. selaku Guru Besar Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Hadir pula Dekan SAPPK ITB Dr. Sri Maryati, S.T., MIP. yang melayangkan pembukaan dan sambutan selaku tuan rumah webinar kali ini. Webinar kemudian dipandu oleh Dr. I Gusti Ayu Andani, S.T., M.T. dari KK Sistem Infrastruktur Wilayah dan Kota SAPPK ITB.
Pada pemaparan pertama, Ridwan Sutriadi menerangkan secara detail tentang pengaruh transformasi digital, baik dalam ranah akademik dan penelitian secara umum hingga ranah perencanaan kota. Transformasi digital merupakan dasar dari lahirnya istilah smart city dan cyber city dalam perencanaan kota. Dia membeberkan lebih lanjut mengenai linimasa transformasi digital dan transformasi perkembangan kota cerdas baik dalam skala nasional maupun dunia.
Kota cerdas atau smart city sendiri diasosiasikan dengan tiga sifat, yaitu smart, innovative, dan inclusive. Oleh karena itu, smart city tidak hanya terkait dengan teknologi dan digitalisasi, tetapi juga terkait dengan perubahan perilaku dan pola pikir penduduknya, terutama dalam inovasi dan inklusivitas sebagai aspek terpenting.
Aswin Indraprastha kemudian melanjutkan webinar dengan pemaparan kedua yang membahas tentang transformasi digital dalam pendidikan perancangan arsitektur. Dia memulai pembahasan dengan melemparkan pertanyaan hipotesis: ketika saturasi teknologi kian lekat, apa yang terjadi pada arsitektur?
“Teknologi informasi dan metode komputasi membuat proses design and making akan menjadi berubah dari yang bersifat linier menjadi partisipatori. Jadi, tidak lagi arsitek itu menjadi satu-satunya agen yang memproses dari mulai abstrak sampai ke realita, akan banyak agen yang terlibat,” papar Aswin.
Dalam menyiasati kondisi tersebut, Aswin menyebutkan bahwa perlu disediakan sistem pembelajaran yang memberikan kesempatan belajar lebih beragam, lebih aktif, dan dapat memproduksi pengetahuan sendiri. “Dunia berubah begitu cepat, ditambah katalis berupa pandemi. Jadi, bagaimana kita merancang dan melaksanakan proses pembelajaran yang eksperensial (fokus pada pengalaman belajar),” lanjutnya.
Kembali kepada konteks pendidikan arsitektur, Aswin menjelaskan bahwa kondisi pandemi tidak hanya memengaruhi teknik perancangan, tetapi juga kreativitas dan paradigma dalam merancang. Mahasiswa arsitektur yang terbiasa berpikir secara bebas perlu dilatih untuk berpikir dengan pendekatan yang lebih deterministik, salah satunya dengan eksploitasi proses berpikir abstraktif dalam metode formal-algoritmik.
“Karena apa yang kita hadapi belum pernah ada sebelumnya, tidak ada salahnya kita selalu mencari inovasi, mempertanyakan apa-apa yang sebelumnya diterima sebagai standar, hal yang lumrah (beyond the stable state),” tutur Aswin.
Ir. Bernardus R. Djonoputro kemudian mengangakat topik pembicaraan “Are You Reframing Your Future or Is The Future Reframing You?” dalam memberikan tanggapan terhadap pemaparan dua pembicara tersebut. Dia menyebutkan bahwa terdapat megatren dan skenario-skenario penting yang sedang terjadi terlebih akibat pandemi, sehingga diperlukan langkah taktis untuk menginvestasikan sumber daya dengan lebih efisien.
“I think we’re approaching the new renaissance di dalam proses kita merencana dan mendesain,” ujar Ir. Bernardus.
Prof. Gunawan Tjahjono turut memberikan tanggapan dengan membicarakan hal-hal fundamental mengenai perancangan dan perencanaan. Dia menyebutkan bahwa wicked problem atau masalah yang terus-menerus menimbulkan masalah baru merupakan permasalahan mendasar yang selalu dihadapi oleh para desainer. Akan tetapi, untuk menghadapi wicked problem sudah tidak dapat dilakukan dengan cara input-output. Oleh karena itu, perlu diperhatikan beberapa hal dalam mendesain: untuk apa dan untuk siapa?
Setelah hadirin, baik pembicara dan penanggap, mendapatkan kesempatan dalam memaparkan materinya masing-masing, webinar kemudian ditutup dengan closing statement dari Dekan SAPPK ITB.
“Banyak hal yang perlu dipersiapkan untuk menyongsong masa depan. Jadi, ada beberapa hal yang menjadi catatan dalam mengembangkan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat di bidang perancangan, perencanaan dan pengembangan kebijakan. Kemudian bagaimana kita bisa berkolaborasi dalam menyikapi masa depan pendidikan dengan berbagai transformasi yang harus kita ikuti ke depannya,” tutup Dr. Sri Maryati.
Reporter: Achmad Lutfi Harjanto (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2020)