Workshop Pembekalan Dekan dan Wakil Dekan 2015-2020: Langkah Awal menuju Entrepreneurial University

Oleh Yasmin Aruni

Editor Yasmin Aruni

BANDUNG, itb.ac.id - Seiring dengan terpilihnya Prof. Dr. Ir. Kadarsah Suryadi, DEA sebagai Rektor ITB periode 2015-2020, dilakukan beberapa pergantian nama pada struktur organisasi, antara lain adalah pergantian Dekan, Wakil Dekan Akademik (WDA), maupun Wakil Dekan bagian Sumberdaya (WDS). Untuk mengakomodir perubahan ini, dilaksanakan rangkaian Workshop Pembekalan Dekan dan Wakil Dekan Periode tahun 2015-2020 yang bertempat di Gedung ANNEX lantai 3. Acara yang dihadiri oleh Dekan, WDA, dan WDS dari 12 Fakultas dan Sekolah S1 serta Sekolah Pasca Sarjana (SPS) ini diadakan dari hari Selasa hingga Kamis (07/07/15 - 09/07/15) dengan konten utama presentasi materi dan diskusi.

Hari pertama workshop dibuka dengan sambutan dari Prof. Dr. Ir. Kadarsah Suryadi, DEA. Dalam sambutannya, Prof. Kadarsah menyampaikan beberapa poin penting yang harus dicapai oleh ITB untuk mewujudkan diri sebagai entrepreneurial university. Dalam seminggu terakhir, ITB sudah menandatangani MoU dengan beberapa pihak antara lain PT DI, PT Pindad, PT PAL, PT LEN, dan BPPT. Perjanjian kerja sama ini merupakan hal yang penting, karena sebagai perguruan tinggi, ITB tidak dapat berfungsi sendirian, tetapi harus berinteraksi dengan industri, pemerintah, dan masyarakat, juga berinteraksi internal dengan bekerja sama lintas disiplin ilmu.

 Tiga Indikator Entrepreneurial University

 "Ada tiga indikator utama tolok ukur keberhasilan sebuah entrepreneurial university. Indikator pertama adalah teaching excellence, yang kini sudah diwujudkan dalam akreditasi internasional bagi 20 program studi. Kita targetkan, di akhir tahun 2019, 100% prodi S1 terakreditasi internasional. Poin kedua adalah excellent research. Kita diminta kontrak kinerja dengan pemerintah, menghasilkan 800 publikasi internasional. Di akhir 2019, kita targetkan 1500, dan ini ada implikasinya. Untuk mencapai target tersebut, harus diiringi dengan peningkatan populasi S3," ujar Prof. Kadarsah. "Kita adalah pionir dari program PMDSU, Program Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul, yang diikuti oleh universitas-universitas lain, tapi kini malah jumlah di ITB-nya berkurang. Inilah yang harus kita hindari, seharusnya kita harus dapat terus mempertahankannya."

 

"Poin ketiga adalah excellent in innovation. Tidak semuanya harus berhenti di publikasi, bisa jadi sekian persen dilanjutkan ke paten, license, prototype, startup company, spinoff company, sampai ke aktivitas lain, yang intinya cuma satu: memberikan manfaat bagi masyarakat, bangsa, dan negara," lanjut Prof. Kadarsah. "Bulan lalu kami melakukan mapping, dan didapatkan data bahwa terdapat 49 inkubator, dan saya yakin banyak kawan yang punya potensi inovator. Inilah yang harus kita dorong."

 

Prof. Kadarsah menekankan bahwa posisi ITB sekarang ini merupakan di tahap awal menuju cita-cita sebagai sebuah entrepreneurial university. "Kita tidak bisa langsung seperti MIT atau Stanford, yang menghasilkan uang dari paten, lisensi, dan royalti. Kita masih berada pada tahap awal, yaitu membiasakan agar ketika mempunyai karya di luar, tidak melupakan almamater. Institusi jangan dilupakan."