Wujudkan Ketahanan Pangan IKN, Tim Dosen ITB Terapkan Teknologi Bertani yang Berkelanjutan
Oleh Anggun Nindita
Editor Vera Citra Utami
JATINANGOR, itb.ac.id – Upaya pemindahan ibu kota Indonesia dari Jakarta ke Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur, memerlukan banyak dukungan dalam pemenuhan kebutuhan dasar, termasuk soal ketahanan pangan. Maka dari itu, Institut Teknologi Bandung (ITB) memberikan kontribusi penting dalam upaya tersebut, melalui program pengabdian masyarakat (pengmas) yang dilaksanakan di dua desa, yakni Desa Bukit Raya dan Desa Sukaraja di wilayah IKN, sejak Juli-November 2023.
Ketua Program Penerapan Teknologi Pertanian, Dr. Ir. Aos, M.P., mengatakan akan sangat banyak pendatang ke IKN dan kedatangan masyarakat ke IKN tentu membutuhkan penyediaan bahan pangan.
“ITB harus berkontribusi meningkatkan ketahanan pangan keluarga dan pangan IKN," jelasnya.
Pemindahan ibu kota negara ke IKN juga berpotensi mengubah pola penggunaan lahan dari pertanian ke non-pertanian. Untuk mengatasi tantangan tersebut, ITB pun memperkenalkan konsep urban farming melalui program pengabdian masyarakat.
Dalam hal ini, Tim dosen ITB memperkenalkan teknologi raised bed dan hidroponik kepada masyarakat setempat. Program ini mengangkat tema "Dari ITB untuk IKN: Taman Sayur Sepaku".
Teknologi raised bed adalah salah satu solusi bertani di lahan sempit. Penerapan metode ini yaitu dengan membuat petak kecil yang lebih tinggi dari tanah disekitarnya. Untuk menjaga kesuburan tanah, petak ini diisi dengan bahan-bahan organik seperti gedebong pisang, rumput, jerami, dan kotoran sapi yang kemudian ditanami komoditas seperti melon, cabai, dan kangkung. ITB telah menerapkan teknologi ini di enam lokasi di tiga desa, di antaranya Desa Bukit Raya, Desa Sukaraja, serta Desa Bumi Harapan.
Dalam program ini, alternatif teknologi lainnya menggunakan metode hidroponik untuk budidaya sayuran daun dan buah, seperti tanaman sosin, kangkung, mentimun, dan pare. Seperti halnya teknologi raised bed, hidroponik pun telah terinstalasi di masing-masing desa.
Dr. Aos menuturkan beberapa kunci kesuksesan program pengabdian masyarakat ini. Pertama, solidaritas tim dalam pelaksanaan program ini sangat penting. Semua tim bergerak sebagai satu kesatuan dengan koordinasi yang baik. Kedua, kontribusi dari mitra sangat diperlukan, yang berarti bahwa mitra harus benar-benar ingin terlibat dan aktif dalam kegiatan pengabdian masyarakat ini. Ketiga, komunikasi yang intens dan efektif, melibatkan pihak aparat pemerintahan setempat serta berkomunikasi dengan semua pihak yang terlibat.
Tidak hanya itu, ITB juga menerjunkan mahasiswa dalam program pengabdian masyarakat tersebut. Empat mahasiswa ITB membantu proses pelatihan dan pendampingan di lapangan. Dukungan mahasiswa ini adalah bagian penting dalam memastikan program berjalan berkesinambungan.
Sementara itu, tantangan yang dihadapi dalam program pengabdian masyarakat ini termasuk perubahan pola perilaku masyarakat, alih fungsi lahan pertanian, dan ketersediaan air yang terbatas. Dengan perubahan masyarakat dari pedesaan ke perkotaan, perlu ada adaptasi terhadap pola hidup yang berbeda. Pengabdian masyarakat juga berusaha memastikan bahwa program ini memberikan manfaat nyata bagi masyarakat, terutama dalam hal peningkatan pendapatan dan lapangan kerja.
Masyarakat sekitar IKN pun merespons dengan positif pengmas yang dilakukan oleh Tim Dosen ITB ini. Salah seorang warga setempat, yakni Pak Ito menyatakan kebutuhan sayuran kini telah makin meningkat, namun luas lahan semakin menyempit. Dengan kontribusi dari Tim Dosen ITB, warga sekitar pun merasa semakin terbantu untuk pemanfaatan lahannya.
“ITB menerapkan ini sangat tepat sekali, dan sejalan dengan konsep IKN, salah satunya mewujudkan kota yang hijau dan ramah lingkungan."
Program pengabdian masyarakat ini adalah bukti nyata dari kerjasama yang erat antara ITB dan masyarakat di IKN. Sekaligus menjadi contoh bagaimana pendidikan tinggi dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi masyarakat setempat. Tim dosen ITB pun berharap dapat memberikan pendampingan lanjutan pada tahun 2024 mendatang.
Reporter : Ardiansyah Satria Aradhana (Rekayasa Pertanian, 2020)