Zulkaida Akbar: Teman-Teman di Kampus Hanya Ingin Disapa

Oleh

Editor

Mungkin hanya mahasiswa ITB sendiri yang mengetahui kondisi kemahasiswaan di dalam kampus ITB yang sebenarnya. Walaupun citra ITB dipandang nyaris sempurna oleh sebagian masyarakat umum, namun tidak dapat dipungkiri bahwa jika kita berada di dalam sistem ITB, ada beberapa lubang yang menunggu untuk ditambal. Di dalam dunia kemahasiswaan ITB sendiri, surutnya gairah mahasiswa ITB untuk terlibat langsung di dalam dunia kemahasiswaan sudah menjadi rahasia umum beberapa tahun ini. Keluarga Mahasiswa (KM) ITB, nampak telah menjadi sesuatu yang asing bagi para anggotanya yang notabene mencakup seluruh mahasiswa S1 ITB. KM sempat dipandang sebagai milik golongan mahasiswa tertentu selama beberapa tahun ini. Hal itulah yang coba diperbaiki oleh Zulkaida Akbar, Presiden Kabinet KM ITB untuk periode 2007-2008. Mantan Ketua Himpunan Mahasiswa Fisika (Himafi) ITB yang lahir di Purwokerto pada 28 Juli 1986 ini mengakui bahwa ia memiliki tugas besar untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kampus terhadap KM ITB. “Saya sepakat dengan pendapat yang mengatakan bahwa orang-orang (pengurus, red) KM yang terdahulu itu homogen, walaupun dengan pergantian kepengurusan di bawah saya pun saya tidak bisa menjamin apakah sudah lebih tidak homogen. Saya merasa permasalahan yang paling besar warisan dari kepengurusan yang terdahulu adalah ketidakmengakaran KM di massa kampus dan kurangnya rasa kepemilikan massa kampus terhadap KM ITB. Untuk itu komunikasi yang berkesinambungan dan pelayanan terhadap massa kampus sangat penting untuk memperbaiki hubungan KM dengan massa kampus.” Dalam bahasa sederhana, ia menjelaskan betapa pentingnya bentuk-bentuk perhatian kecil kepada massa kampus agar terjalin hubungan yang baik antara KM dengan massa kampus. “Waktu UBG (Unit Basket Ganesha, red) hendak pergi bertanding, saya menyiapkan spanduk yang berisi ucapan selamat bertanding kepada mereka, yang juga ditandatangani oleh mahasiswa-mahasiswa ITB lainnya. Mereka nampak sangat terkejut dan senang dengan bentuk perhatian itu,walaupun terlihat sepele.” Izul juga mencontohkan satu kasus lain dimana pada penyelenggaraan Female Fustalista kemarin, ia mengutus Raka, Menteri Olahraga KM ITB, untuk hadir di setiap pertandingannya. Izul sendiri datang melihat pertandingan final Female Futsalista yang mempertemukan MTI dengan HMTL tersebut. “Ternyata panitia sangat senang, bahkan saya langsung didaulat untuk menyerahkan piala kepada pemenang, ini menunjukkan bahwa untuk menciptakan hubungan baik antara KM dengan massa kampus, sebenarnya cukup mudah. Teman-teman di kampus hanya ingin disapa,” ucapnya. Selama diwawancarai oleh itb.ac.id, Izul berhati-hati dalam pemilihan kata dan penyusunan jawabannya. Ia menguraikan jawaban setiap pertanyaan dengan sistematis. Tutur kata mantan Tim Olimpiade Internasional Fisika ini memang sangat teratur. Kesan sederhana terpancar dari penampilannya, siapa yang menyangka bahwa pemuda bersahaja inilah yang mendapatkan 2060 suara dari 3698 jumlah pemilih dalam pemilu KM yang lalu. Izul menjelaskan bahwa pencalonan dirinya sebenarnya bukanlah mutlak keinginannya. “Pada awal masa pembukaan pendaftaran Capres KM 2007, ada satu-dua orang yang datang kepada saya dan menanyakan kapan saya akan mencalonkan diri menjadi Presiden KM, mereka pun berjanji akan mendukung apabila saya mencalonkan diri. Rupanya, semakin lama jumlah yang mendorong saya untuk mencalonkan diri semakin bertambah. Saya pun akhirnya mencari jawaban melalui shalat istiqarah dan sempat pula pulang ke kampung halaman untuk meminta nasehat dari ayah dan ibunda tercinta, mereka rupanya juga mendukung saya untuk mencalonkan diri. Akhirnya saya pun memutuskan untuk maju,” cerita pemuda yang gemar menonton dan mendengarkan musik ini. Terlihat Izul cukup percaya diri dapat membawa perubahan kepada KM yang kini ia pimpin. Ketika ditanya mengenai potensi dalam dirinya yang membuatnya pantas memimpin KM, Izul menjawab bahwa ia memiliki pengalaman yang cukup dalam dunia kemahasiswaan ITB, yang dapat ditelusuri melalui ‘track record’-nya. “Selain itu, saya rasa saya dapat melihat 10 kilometer ke depan di saat orang lain hanya dapat melihat 1 meter. Apa yang disebut orang lain dengan ‘visioner’, saya rasa itulah kekuatan yang saya miliki selain ambisi saya. Setiap pria memang harus ambisius,” kelakarnya setengah serius. Ambisius memang kata lain yang tepat untuk menggambarkan Izul. Izul mengaku bahwa ia memiliki cita-cita dimana seluruh hal yang ia kerjakan saat ini adalah bagian dari pemenuhan cita-cita itu. “Salah satunya adalah perubahan pada konsentrasi studi saya. Dahulu saya sempat berkutat di Fisika Teoretik, namun kini dengan visi yang baru, saya memilih Fisika Nuklir. Ada cita-cita yang terpendam dalam hati saya untuk memajukan Indonesia melalui perkembangan teknologinya. Apabila Ristek menepati janji dengan membangun generator nuklir pertama di Indonesia pada tahun 2010, maka saya rasa langkah yang saya ambil tidaklah keliru. Saya ingin meneruskan studi saya di bidang Fisika Nuklir hingga jenjang doktor, mungkin saja suatu saat saya mendapat kehormatan untuk dapat memimpin BATAN ataupun LIPI, lalu kemudian memimpin Ristek, lalu kemudian memimpin RI, siapa tahu?” Izul juga berbagi bahwa sebenarnya ia memiliki cita-cita terpendam untuk dapat menjadi peraih Nobel Fisika pertama dari Indonesia. “Karena saya ingin mengharumkan nama Indonesia dan memajukan Indonesia lewat bidang saya,” akunya. Tentang program kerja KM sendiri, Izul mengaku dalam waktu dekat ini belum ada program kerja besar yang dapat terlihat oleh massa kampus. Izul pun memperlihatkan garis besar proker kabinetnya selama setahun. Ada beberapa agenda menarik untuk disimak, seperti misalnya: penerbitan jurnal ilmiah ITB, menonton final Liga Champions 2007 bersama warga kampus, pembentukan kontingen ITB untuk acara olahraga di luar kampus, pembentukan satgas bencana, pembentukan satgas Campus Center, pengadaan asuransi mahasiswa ITB, dll. Untuk bulan Mei dan Juni sendiri, tidak ada kegiatan besar yang akan menyedot massa besar. “Karena saya rasa bulan Mei-Juni ini waktunya juga kurang tepat untuk mengadakan kegiatan yang ‘wah’. Fokus massa kampus masih terpecah-pecah dengan adanya UAS, dsb. Mungkin kegiatan besar yang kami rencanakan pada saat ini adalah OSKM 2007.” OSKM. Mengenai empat huruf kapital keramat yang telah menjadi polemik beberapa tahun belakangan ini, Izul menjelaskan bahwa ia harus memperjuangkan adanya OSKM di tahun 2007 ini. Walaupun masih berseberangan pendapat dengan pihak rektorat, Izul menjawab bahwa di tahun 2007 ini, OSKM harus dapat berubah konsep agar dapat diterima oleh setiap pihak. Ia juga menyayangkan OSKM-OSKM sebelumnya yang kurang dapat mengakomodir unit kegiatan mahasiswa, “Sebab OSKM sendiri berfungsi sebagai acara pengenalan. Siapa yang berkepentingan untuk berkenalan dengan para mahasiswa baru? Ada empat pihak, yakni kabinet, kongres, himpunan, dan unit. Mungkin unit-unit dapat mengenalkan dirinya kepada mahasiswa baru melalui OHU (Open House Unit, red) dengan fasilitas sekat berukuran 2x2 m persegi, tetapi apakah setiap unit dapat mempertunjukkan kelebihannya dalam acara tersebut? Untuk itulah unit perlu dilibatkan dalam OSKM. Apabila jadi ada, saya merencanakan OSKM kali ini rentang waktunya akan lebih lama dari OSKM terdahulu.”