Dies Emas ITB: Opera Ganesha, Napak Tilas ITB
Oleh habiburmuhaimin
Editor habiburmuhaimin
BANDUNG, itb.ac.id - ITB menjadi pusat sains, teknologi, dan seni. Rangkaian peringatan ulang tahun yang ke-50 ITB merangkum ketiga hal tersebut dengan menjadikan Opera Ganesha sebagai acara pamungkas. Dibuka dengan Open House dan Pameran IPTEKS, rangkaian acara Dies Emas ITB ditutup dengan sajian spektakuler, Opera Ganesha (08/03/09).
Satu jam sebelum acara dimulai, pintu masuk Sasana Budaya Ganesha (Sabuga) ITB mulai dipenuhi antrean pengunjung. Dengan membawa tiket yang bisa diperoleh secara gratis, pengunjung disambut dengan senyum mahasiswa yang digubah menjadi pagar bagus dan ayu di gerbang masuk sabuga. Pengunjung akan terbawa kembali ke runtutan kejadian ITB dari masa ke masa melalui gambar di kanan-kiri lorong menuju ruang auditorium Sabuga. Tak lain karena opera ini bertajuk "Napak Tilas Gajah Kencana Meniti Kala".
Berlangsung selama satu jam, Opera Ganesha tampak membius pengunjung yang memenuhi hingga ke sudut auditorium. Armein Z.R. Langi -dosen STEI- yang datang bersama keluarga sengaja datang lebih awal agar bisa memilih tempat duduk. Menurutnya, sajian musik hingga tarian massal yang dihadirkan Opera Ganesha sedap untuk didengarkan dan dipandang. Armein pun, seperti yang tersurat dalam blognya, merasa senang melihat begitu banyak mahasiswa berusaha menampilkan skill dan bakat mereka dengan baik.
Acara dimulai dengan suasana hiruk-pikuk stasiun kereta. Kereta kencana emas ganesha yang diperankan oleh para performer-dancer dengan setelan baju warna emas dan topeng gajah warna emas membawa pengunjung Sabuga melewati perjalanan sejarah ITB.
Sajian tari dan musik mengintegrasikan segala jaman. Tari tradisional, seperti saman dan kecak berpadu dengan capoeira dan lenggak-lenggok break dance menjadikan acara ini sedap dipandang segala kalangan. Purwatjaraka pun apik menggabungkan iringan musik gamelan Jawa, angklung, dan musik khas Minangkabau dengan orkestra yang dia bawa.
Penampilan para dancer dan musik Purwatjaraka memainkan perasaan para pengunjung. Takut, geram, bahagia hingga membakar semangat silih berganti ketika jaman berubah. Soekarno dalam kunjungannya ke ITB, perlawanan mahasiswa terhadap Orde Baru, dan perjuangan mahasiswa ITB dalam reformasi 1998 memberikan warna tersendiri dalam sajiannya. Acara yang melibatkan sekitar 600 orang mahasiswa dari sekitar 30 UKM di ITB ini berakhir dengan sejuta rasa haru dan bangga.
"Keseluruhan acara terutama musik dan tariannya memukau, tapi endingnya sedikit kurang," ujar Niken, mahasiswi Fisika Teknik ITB. Lain halnya dengan Kiky, mahasiswi Arsitektur ITB, yang mengatakan bahwa acara ini sayang kalau diselenggarakan sekali dalam 50 tahun.
Dan, Armein pun memetik pesan dari opera ini: Betapa ITB terus berusaha dari jaman dulu sampai sekarang berjuang untuk kepentingan bangsa.
Berlangsung selama satu jam, Opera Ganesha tampak membius pengunjung yang memenuhi hingga ke sudut auditorium. Armein Z.R. Langi -dosen STEI- yang datang bersama keluarga sengaja datang lebih awal agar bisa memilih tempat duduk. Menurutnya, sajian musik hingga tarian massal yang dihadirkan Opera Ganesha sedap untuk didengarkan dan dipandang. Armein pun, seperti yang tersurat dalam blognya, merasa senang melihat begitu banyak mahasiswa berusaha menampilkan skill dan bakat mereka dengan baik.
Acara dimulai dengan suasana hiruk-pikuk stasiun kereta. Kereta kencana emas ganesha yang diperankan oleh para performer-dancer dengan setelan baju warna emas dan topeng gajah warna emas membawa pengunjung Sabuga melewati perjalanan sejarah ITB.
Sajian tari dan musik mengintegrasikan segala jaman. Tari tradisional, seperti saman dan kecak berpadu dengan capoeira dan lenggak-lenggok break dance menjadikan acara ini sedap dipandang segala kalangan. Purwatjaraka pun apik menggabungkan iringan musik gamelan Jawa, angklung, dan musik khas Minangkabau dengan orkestra yang dia bawa.
Penampilan para dancer dan musik Purwatjaraka memainkan perasaan para pengunjung. Takut, geram, bahagia hingga membakar semangat silih berganti ketika jaman berubah. Soekarno dalam kunjungannya ke ITB, perlawanan mahasiswa terhadap Orde Baru, dan perjuangan mahasiswa ITB dalam reformasi 1998 memberikan warna tersendiri dalam sajiannya. Acara yang melibatkan sekitar 600 orang mahasiswa dari sekitar 30 UKM di ITB ini berakhir dengan sejuta rasa haru dan bangga.
"Keseluruhan acara terutama musik dan tariannya memukau, tapi endingnya sedikit kurang," ujar Niken, mahasiswi Fisika Teknik ITB. Lain halnya dengan Kiky, mahasiswi Arsitektur ITB, yang mengatakan bahwa acara ini sayang kalau diselenggarakan sekali dalam 50 tahun.
Dan, Armein pun memetik pesan dari opera ini: Betapa ITB terus berusaha dari jaman dulu sampai sekarang berjuang untuk kepentingan bangsa.