Kenalkan Kebudayaan Melayu Melalui Pesta Pora Melayu 2014
Oleh Diviezetha Astrella Thamrin
Editor Diviezetha Astrella Thamrin
BANDUNG, itb.ac.id - Tahun ini Unit Kebudayaan Melayu Riau (UKMR) ITB kembali menggelar acara tahunannya, Pesta Pora Melayu 2014, pada Senin (28/04/14). Pesta Pora Melayu merupakan sebuah pagelaran seni yang menyuguhkan drama yang dipadukan dengan sendra tari tradisional dengan iringan musik khas Melayu. Bertempat di Aula Timur ITB, Pesta Pora Melayu 2014 yang merupakan Pesta Pora ke-5 ini merupakan acara puncak dari rangkaian acara Dies Natalis VIII UKMR ITB.
Pesta Pora Melayu tahun ini mengusung konsep 'lenggang berdendang zapin dan joget'. Sesuai dengan konsep acaranya, pagelaran seni ini menampilkan beberapa sendra tari dalam tema tersebut. Zapin sendiri berasal dari bahasa Arab, zafn, yang berarti pergerakan kaki cepat mengikuti hentakan pukulan. Zapin ini meruapakan tarian tradisional khas Melayu yang bersiat edukatif sekaligus menghibur, dan digunakan sebagai media dakwah Islam melalui syair lagu yang didendangkan.
Acara utama dimulai dengan adegan dimana seorang nenek dan cucunya berbagi cerita. Sang nenek berkisah mengenai "Nasib Labu-Labi", sebuah drama komedi klasik Melayu yang meruapakan sekuel dari "Labu dan Labi" karya P. Ramlee. Drama ini berkisah mengenai Labu dan Labi yang diutus oleh H. Bakhil, seorang saudagar yang kaya raya namun pelit, untuk mempersunting Murniati. Sayangnya, niat lamaran yang disampaikan Labu dan Labi ditolak oleh Ayah Murniati. Labu dan Labi pun kemudian mencoba segala cara agar H. Bakhil berhasil memperistri Murniati, termasuk dengan upaya menculik Murniati.
Pagelaran seni ini dikemas menarik dengan disisipkannya tari-tarian dan musik khas Melayu. Salah satu musik yang disajikan dalam pagelaran ini adalah Selayang Pandang, sebuah tembang Melayu klasik yang menceritakan sepasang lelaki dan perempuan yang saling jatuh cinta dan sudah lama tak bersua. Berbagai tari-tarian pun ditampilkan dalam drama dengan kreatif, seperti Tari Hempas. Tari Hempas berasal dari Kabupaten Pelalawan, Riau, dan menceritakan usaha masyarakat Melayu untuk menentang arus globalisasi yang kuat dan dapat mengikis budaya warisan Melayu.
Secara keseluruhan, pagelaran seni ini berhasil menghibur penonton dengan alur acara yang kocak. Penonton disajikan sebuah drama dengan dialog mengalir dan penuh lawakan. Dialog pada dramanya pun bertambah kocak dengan penggunaan campuran bahasa Inggris yang dipadu dengan dialek Melayu yang kental.
"Acaranya luar biasa. Dramanya menarik dan menghibur, disertai dengan pesan moral yang bagus pula. Mudah-mudahan kita dapat semakin membangun kepribadian kita dalam kehidupan berbudaya sehari-hari," ujar Jeffry Giranza (Teknik Geologi 2010), Presiden Keluarga Mahasiswa (KM) ITB yang ikut pula menyaksikan Pesta Pora Melayu 2014.