AAPG ITB SC Lakukan Kuliah Lapangan di Rajamandala
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id—American Association of Petroleum Geologists ITB Student Chapter merupakan wadah bagi mahasiswa ITB yang tertarik menekuni geologi migas. Pengurusnya sendiri adalah mahasiswa Teknik Geologi ITB. Pada Minggu (30/4/2023) yang lalu, diadakan AAPG ITB Goes to Field ke Rajamandala, Kabupaten Bandung Barat.
“Kegiatan ini berada di bawah naungan divisi Professional Affair. Kali ini ‘ruang kelas’ kami dipindahkan ke Rajamandala. Di sana terdapat singkapan yang dapat merepresentasikan batu gamping sebagai batuan reservoir yang potensial. Geologis perlu mengetahui karakteristik batuan yang berpotensi sebagai elemen sistem petroleum, salah satunya lewat batu gamping ini,” ujar Ardelia Tifani (GL 20).
Selain diikuti oleh anggota AAPG ITB SC, terdapat beberapa mahasiswa yang berasal dari kelas Stratigrafi Analisis dan asisten praktikum Sedimentologi & Stratigrafi. Total terdapat 46 mahasiswa yang berpartisipasi. Kegiatan ini dipandu langsung oleh dua dosen Teknik Geologi ITB, yakni Dr. Dwiharso Nugroho, S.T., M.T., dan Wahyu Probo Ananto, S.T., M.T.
Terdapat tiga tempat yang disambangi dalam kegiatan lapangan tersebut, yaitu Gunung Hawu, Citatah, dan Stone Garden. Terdapat singkapan batu gamping biogenic dengan ukuran berkisar 4x3x3 m di Gunung Hawu.
“Menurut penjelasan Pak Nugroho, diketahui dulunya Rajamandala adalah platform karbonat, lebih tepatnya isolated carbonate platform. Formasi Rajamandala tersusun dari 13 fasies yang berbeda, salah satunya ialah fasies laut dalam yang ditunjukkan dengan fosil platy coral. Di lokasi yang sama juga ditemukan paleokarst,” terang Tifani. Fasies ialah kenampakan fisik batuan yang memiliki perbedaan signifikan satu sama lainnya.
Beralih ke Citatah, Dr. Nugroho menyebutkan bahwa sebagian besar reservoir giant oil field di dunia reservoirnya berupa batuan karbonat. Namun sayangnya, di Indonesia studi dan eksplorasi reservoir batuan karbonat masih sepi peminat.
Sementara di Stone Garden, terdapat singkapan batu gamping klastik yang mekanisme pengendapannya terdiri dari bottom traction, suspension, dan gravity mass flow (GMF). Mekanisme GMF ini ditunjukkan dengan keberadaan scour marks yang memiliki orientasi di bagian sisi singkapan. Singkapan tersebut tersusun dari lapisan yang tipis-tipis kemudian diendapkan lapisan yang lebih tebal secara berulang. “Lapisan tipis-tipis ini merupakan endapan dari mekanisme turbidit, sedangkan lapisan yang tebal merupakan endapan dari mekanisme debrite,” sambung Tifani.
Lewat adanya kegiatan ini, mahasiswa dapat memahami mekanisme pembentukan dan pengendapan batuan karbonat. Selain itu, mereka juga bisa memahami proses pembentukan singkapan Formasi Rajamandala. “Dengan adanya ekskursi ini dapat menjadi pemantik untuk memajukan sistem petroleum di Indonesia karena potensi yang dimiliki besar. Kami merasakan upgrade ilmu dengan belajar langsung di lapangan seperti ini. Apalagi Rajamandala termasuk salah satu kiblat beberapa perusahaan ternama, seperti Pertamina dan ExxonMobil, untuk belajar outcrop,” ujar Rifki Ilsani (GL 20).
Dr. Nugroho berharap, meskipun banyak tools yang bisa digunakan, sense of geologist jangan sampai diabaikan. “Kegiatan lapangan itu sangat penting agar calon geologis dapat terus mengasah pemahaman dan kemampuan menginterpretasikan fitur geologi yang ada,” ungkapnya.
Reporter: Maharani Rachmawati Purnomo (Oseanografi, 2020)