Apakah Kita Dapat Berdamai dengan SARS-COV2?
Oleh Adi Permana
Editor Vera Citra Utami
Ilustrasi vaksin Covid-19 (Foto: Freepik)
BANDUNG, itb.ac.id--Berdasarkan data yang diperoleh dari perhitungan jumlah mutasi per sekuens genom, diperoleh hasil terjadi peningkatan mutasi varian baru. Pada awal penyebaran, jenis virus di Indoneisa sama dengan virus yang beredar di Wuhan, China. Namun, seiring waktu berlalu terhadu perkembangan jenis varian baru.
Demikian disampaikan Dr. Azzania Fibriani sebagai Virolog di Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) ITB dalam webinar SDGs Center ITB, Kamis, 22 Juli 2021 lalu. Dia mengatakan, hingga saat ini, jenis virus yang paling banyak beredar yaitu varian Delta. Berdasarkan data tersebut, tidak menutup kemungkinan akan terjadi penambahan jenis varian virus yang baru.
“Indonesia harus mampu menghadapi perubahan jenis varian virus yang terus bertambah. Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu dengan vaksinasi. Semakin banyak orang yang telah vaksin maka akan semakin banyak juga orang yang dilindungi dari infeksi SARS-COV2. Vaksin yang beredar harus terus dipantau keberjalanannya agar keefektifannya tetap sesuai dengan varian virus yang ada,” ujarnya.
Kabar baik dari SARS-COV2 yaitu perkembangan jenis varian virus ini lebih lambat dibandingkan virus yang lain seperti virus influenza. Oleh sebab itu, dapat memberikan waktu bagi para peneliti untuk mengembangkan obat serta vaksin yang relevan.
Vaksin SARS-COV2
Dr. Azzania mengatakan, vaksin adalah suatu antigen asing yang disuntikan kepada orang yang sehat. Pada macam-macam vaskin digunakan jenis antigen yang berbeda juga. Antigen yang digunakan ada yang berupa inactive virus seperti pada Sinovac, ada juga yang berupa MRNA. Vaksin memiliki 2 faktor perbedaan yaitu pada antigen dan adjuvant. Sebelum disebarluaskan, vaksin perlu melalui clinical trial, yaitu yang pertama akan diujikan kepada hewan, lalu diuji kepada manusia,dan setelah lulus akan disebarluaskan untuk digunakan.
Vaksin SARS-COV2 juga memiliki efikasi yang berbeda-beda. Efikasi bergantung pada sifat DNA orang yang disuntikan dan perkembangan virus itu sendiri. Oleh karena itu, efikasi pada berbagai negara memiliki perbedaan. Sifat DNA dari manusia di satu negara akan berbeda dengan negara yang lain. Hal tersebut juga berlaku dalam perkembangan virus. Di Indonesia virus SARS-COV2 akan berbeda perkembangannya dengan negara di belahan dunia yang lain. Oleh karena itu, efikasi vaksin di Indonesia juga akan berbeda dengan efikasi di negara yang lain.
Memahami Rational Drug Design
Pada saat ini, SARS-COV2 sudah memiliki treatmen yang dapat dilakukan. Berdasarkan data yang diperoleh dari mempelajari cara virus menyerang tubuh manusia, maka peneliti dapat mendesain obat yang dapat mencegah hal tersebut. Proses itu dinamakan Rational Drug Design, kata Dr. Azzania.
Sebelum ditemukan teknologi tersebut, para peneliti merancang obat dengan cara mencobakannya satu per satu senyawa kepada virus lalu mendapatkan hasil. Namun sekarang sudah menggunakan komputasi bioinformatics. Mekanismenya berupa merancang senyawa terlebih dahulu yang dapat menghambat interaksi ACE2 dengan protein-S, lalu dicobakan secara invitro. Hal tersebut dapat memperkecil kegagalan dalam pembuatannya. Contoh obat yang berhasil dikembangkan untuk menghambat SARS-COV2 diantaranya Arbidol, Chloroquine, dan Loplinavir.
Repoter: Tarisa Putri (Teknik Kimia 2019)