AquaSpin Energy Storage System Bawa Mahasiswa Teknik Tenaga Listrik ITB Juara 1 Innovation Challenge NESCO UGM

Oleh M. Naufal Hafizh

Editor M. Naufal Hafizh

BANDUNG, itb.ac.id — Indonesia memiliki potensi energi baru terbarukan (EBT) mencapai 3.686 GW. Namun, baru sebesar 12,54 GW yang berhasil dimanfaatkan. Pemanfaatannya belum maksimal karena pembangkit Listrik EBT juga dibayangi dengan sifat intermitensi.

Hal tersebut dapat dipicu karena gangguan cuaca atau iklim yang menyebabkan produksi listrik pembangkit listrik EBT tidak kontinu atau terputus-putus. Dikhawatirkan pasokan listrik yang terputus-putus ini, dalam skala besar, akan memengaruhi frekuensi sistem dan menyebabkan ketidakstabilan jaringan. Contoh kasusnya adalah blackout Jawa-Bali tahun 2019 yang menimbulkan kerugian lebih dari Rp90 miliar.

Solusi yang sudah ada saat ini untuk mengatasi intermitensi adalah battery energy storage system (BESS) dan generator. Akan tetapi, BESS memiliki umur baterai yang cukup pendek dan menyebabkan penumpukan limbah baterai. Sementara itu, pembangkit peaker menghasilkan 60 juta ton CO2 tiap tahunnya. Keduanya masih memiliki kelemahan yang dapat menimbulkan permasalahan lingkungan.

Tiga mahasiswa Teknik Tenaga Listrik 2021 mencoba menawarkan sistem penyimpanan energi ramah lingkungan untuk menjawab tantangan intermitensi pembangkit listrik EBT yang bernama AquaSpin. Mereka adalah Syandana Fadhil Sulistyawan, Gibran Bahtiar, dan Rafi Rabbani Firdaus yang tergabung dalam Tim Barudak Gadung.

“Melalui AquaSpin, kami menggabungkan flywheel energy storage (FES) dengan pumped storage hydropower. FES akan mengompensasi perubahan keluaran daya energi terbarukan akibat intermitensi sehingga memastikan kestabilan frekuensi grid-nya. Sedangkan pompanya berfungsi untuk menyimpan energi saat surplus dan melepaskannya saat dibutuhkan sehingga bisa mengatasi long term intermittency dan fluktuasi produksi daya,” ungkap Fadhil selaku ketua tim.

   

Untuk penerapan sistem ini mereka mengambil contoh pada daerah Waduk Cirata, Jawa Barat. Waduk ini memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung dan belum memiliki sistem penyimpanan sehingga cocok untuk pemanfaatan AquaSpin.

Gibran menyebutkan keunggulan AquaSpin jika dibandingkan dengan BESS. “Penyimpanan energi AquaSpin bertipe mekanik. Dari segi kapasitas, efisiensi, ketahanan hidup, dan limbah yang dihasilkan, AquaSpin lebih unggul. Penggunaan AquaSpin akan membantu mempercepat penetrasi pembangkit listrik EBT dan memastikan keandalan jaringan serta meningkatkan efisien energi. Inovasi ini juga akan mengakselerasi mimpi net zero emission seiring dengan perubahan iklim,” katanya.

Karya mereka dinobatkan sebagai juara 1 pada ajang National Electrical Power System Competition (NESCO) UGM 2024. Gelaran NESCO tahun ini mengusung tema “Enhancing Technological Innovation as a Pathway to Indonesia’s Energy Security”. Proses seleksinya berlangsung sejak bulan Februari dan mereka berhasil mendapat hasil terbaik dari total 20 tim yang ikut serta.

Rafi mengaku dalam persiapannya tidak mudah karena mereka masih disibukkan dengan praktikum dan harus menyesuaikan jadwal kegiatan satu sama lain. Mereka mendapat dukungan penuh dari kaprodi, Dr. Arwindra Rizqiawan, S.T., M.T. Selain itu, tim banyak berdiskusi dengan kakak tingkat yang pernah memenangkan lomba ini di tahun sebelumnya.

“Rasanya cukup melelahkan, tapi sangat worth it mengikuti kompetisi ini karena kepekaan kami semakin terasah dan bisa mendapat banyak relasi dari multidisiplin keilmuan. Kami menyadari bahwa pemanfaatan EBT memang tidak mudah dan memiliki segudang permasalahan yang harus diselesaikan, terutama limbahnya. Semoga dengan adanya inovasi ini bisa meningkatkan bauran EBT di Indonesia,” kata Rafi, Rabu (22/5/2024).

Reporter: Maharani Rachmawati Purnomo (Oseanografi, 2020)