Festival Tari Bali ITB: Bukti Eksistensi Budaya Bali di Tanah Pasundan

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana

Foto: Ananta Muji

BANDUNG, itb.ac.id—Ilmu, Teknologi, Seni. Itulah slogan yang mencerminkan keilmuan di Institut Teknologi Bandung. Meskipun kampus teknik, ITB tidak meninggalkan napas seni dalam aktivitas akademik maupun nonakademik. Festival Tari Bali (FTB), misalnya, merupakan citra dari ketekunan ITB dalam melestarikan budaya Indonesia, khususnya Bali.

Sejak 1978, Unit Kesenian Bali Maha Gotra Ganesha (MGG) ITB telah menyelenggarakan Festival Tari Bali bagi pegiat kesenian tari Bali untuk unjuk kebolehan. Tidak hanya sebagai ajang unjuk kecakapan, kegiatan ini juga dimaksudkan untuk mempertemukan seniman-seniman tari Bali dari seluruh Jawa dan Sumatera. Tahun 2022 menandai kali ke-22 penyelenggaraan festival ini pada 18-20 November 2022 sejak terakhir dilaksanakan tahun 2018.

Festival Tari Bali sendiri idealnya dilaksanakan dua tahun sekali oleh MGG ITB. Namun, kemunculan pandemi COVID-19 menutup kemungkinan penyelenggaraan Festival Tari Bali yang seharusnya diselenggarakan tahun 2020. Halangan tersebut, bagaimanapun tidak menggoyahkan semangat berkreasi MGG dalam berkesenian dan menjadi wadah manifestasi kesenian, khususnya kesenian Bali. Terlihat dari ide MGG untuk membuat kompetisi terkait kesenian Bali yang dapat dilaksanakan dalam jaringan seperti kompetisi video kesenian Bali hingga poster dan fotografi budaya.

Setelah tertunda selama pandemi, Festival Tari Bali kembali hadir dengan mengusung tema “Campuhaning Rasa” berkonsep “Satyam, Sivam, Sundaram” yang memiliki makna melestarikan keindahan, kesucian, dan keharmonisan seni serta budaya Bali dalam kolaborasi.

Pada kesempatan kali ini, Festival Tari Bali dapat dilaksanakan di multipurpose hall CRCS ITB dan Teater Tertutup Dago Tea House. Kesempatan perlombaan secara langsung kali ini diharapkan mampu menumbuhkan semangat cipta, rasa, dan karsa peserta dalam berkompetisi.

Hari pertama Festival Tari Bali ITB dibuka dengan babak penyisihan dari kategori perorangan, dilanjutkan dengan babak final menjelang akhir hari. Hari kedua dan ketiga juga dilakukan dengan urutan kegiatan yang sama, memperlombakan kategori berbeda yaitu beregu dan palegongan pada masing-masing hari. Tarian yang dapat dibawakan peserta dibatasi untuk tarian Bali klasik, beberapa di antaranya adalah Tari Condong, Tari Pendet, Tari Legong Keraton Lasem, dan Tari Tenun.


Foto: Ananta Muji

Peserta Festival Tari Bali sendiri datang dari berbagai lapisan pegiat seni, mulai dari perorangan, anggota sanggar, hingga siswa dan mahasiswa yang tergabung dalam institusi pendidikan. Asal peserta yang dibatasi dari Jawa dan Sumatera mampu menampilkan bukti terjaganya eksistensi spirit kesenian Bali di penjuru Nusantara.

“Antusiasme peserta sangat terlihat pada kesempatan kali ini, dengan total 228 peserta mendaftar Festival Tari Bali, mulai dari anak-anak, remaja, hingga dewasa,” ujar Nyoman Tita Widhiyani selaku wakil ketua pelaksana Festival Tari Bali ITB.

Festival Tari Bali menunjukkan bahwa budaya Bali mampu menjaga eksistensinya di luar Bali karena perlindungan dan dukungan keberagaman di Indonesia. Karena itu, masyarakat di luar Bali mampu mendapatkan kesempatan mempelajari salah satu kekayaan budayanya.

Hal tersebut dibuktikan dengan juara umum Festival Tari Bali ini diraih oleh Sanggar Legong yang berasal dari Bogor. Melalui festival ini, ITB telah menjalankan perannya dalam konservasi budaya, khususnya di Jawa Barat atau Tanah Pasundan.

Reporter: Ananta Muji (Sistem dan Teknologi Informasi, 2019)