Aturan Parkir Bukanlah Barang Baru
Oleh Muhammad Arif
Editor Muhammad Arif
Dalam campus meeting (05/07), para pejabat ITB banyak memaparkan pertimbangan-pertimbangan yang mereka pikirkan sebelum mengambil kebijakan tersebut. “Lahan ITB itu sempit, tidak bisa menampung kendaraan yang dimiliki sekitar 20.000 orang populasinya,” demikian alasan Charmadi dalam mengambil kebijakan parkir yang diberlakukan awal bulan lalu. Pihak rektorat kini sedang mengupayakan gedung parkir baru, lanjut beliau. Permasalahan lahan sempit dalam kampus menjadi alasan utama, mengingat jumlah kendaraan dalam kampus meningkat sejak awal tahun 2000-an.
Leksananto kemudian menambahkan bahwa kebijakan parkir yang baru diambil untuk menjaga kendaraan, mengurangi pencurian, mengurangi polusi suara dan udara. “Inginnya, seluruh kendaraan yang masuk kampus tercatat sejak dari gerbang utama sehingga kami bisa menjaga keamanannya dengan baik,” tuturnya. Beliau pun menetapkan bahwa setiap pegawai dan dosen yang memiliki kendaraan hanya bisa memarkir satu saja kendaraannya dalam kampus. Pernyataan ini sempat dipertanyakan kembali oleh para mahasiswa yang hadir, terutama masalah keamanan yang belum sepenuhnya terbukti. “Sejak aturan baru ini diberlakukan, beberapa mahasiswa malah kehilangan barang-barangnya. Himpunan mahasiswa biologi dan material pun kehilangan CPU komputernya,” jelas Ijul. Masalah keamanan ini pun ditanggapi dengan pengakuan Charmadi bahwa jumlah satpam di ITB saat ini kurang memadai.
Yuli pun angkat bicara dengan bersikeras bahwa aturan kendaraan mahasiswa tidak boleh masuk kampus telah ada sejak tahun 1978. Tapi aturan ini tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Untuk parkir mahasiswa, beliau memastikan bahwa lahan parkir FSRD akan tetap dibuka sampai pukul 22.00 WIB. “Saat kuliah berjalan kembali, terowongan (Sabuga-red) akan dibuka mulai pukul 6 pagi sampai 6 malam, sehingga mahasiswa bisa parkir di Saraga dan Sabuga,” papar Yuli. Lahan parkir dalam kampus pun tidak bisa dibuka selama 24 jam, karena tenaga parkir yang tersedia sangat kurang mencukupi. “Tapi, bila mahasiswa memang membutuhkan waktu 24 jam untuk parkir akan kami fasilitasi asal kebutuhannya jelas..untuk kemahasiswaan dan akademik.” Yuli sangat menekankan pada kegiatan kemahasiswaan dan akademik, karena kegiatan mahasiswa yang lain (bermain,bersenang-senang) tidak akan difasilitasi.
Aturan parkir ini masih disebut uji coba oleh para pejabat, sehingga mereka masih menerima masukan-masukan untuk menyempurnakan kebijakan baru tersebut. Masukan-masukan yang mereka terima tidak hanya dari kalangan dosen dan pegawai saja, tapi melalui acara Campus Meeting yang melibatkan mahasiswa tersebut. “Masukan dari adik-adik sekalian akan kami masukkan dalam pertimbangan,” kata Leksananto. Sayangnya, hasil evaluasi uji coba aturan baru pada bulan ini tidak disampaikan.
Leksananto kemudian menambahkan bahwa kebijakan parkir yang baru diambil untuk menjaga kendaraan, mengurangi pencurian, mengurangi polusi suara dan udara. “Inginnya, seluruh kendaraan yang masuk kampus tercatat sejak dari gerbang utama sehingga kami bisa menjaga keamanannya dengan baik,” tuturnya. Beliau pun menetapkan bahwa setiap pegawai dan dosen yang memiliki kendaraan hanya bisa memarkir satu saja kendaraannya dalam kampus. Pernyataan ini sempat dipertanyakan kembali oleh para mahasiswa yang hadir, terutama masalah keamanan yang belum sepenuhnya terbukti. “Sejak aturan baru ini diberlakukan, beberapa mahasiswa malah kehilangan barang-barangnya. Himpunan mahasiswa biologi dan material pun kehilangan CPU komputernya,” jelas Ijul. Masalah keamanan ini pun ditanggapi dengan pengakuan Charmadi bahwa jumlah satpam di ITB saat ini kurang memadai.
Yuli pun angkat bicara dengan bersikeras bahwa aturan kendaraan mahasiswa tidak boleh masuk kampus telah ada sejak tahun 1978. Tapi aturan ini tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Untuk parkir mahasiswa, beliau memastikan bahwa lahan parkir FSRD akan tetap dibuka sampai pukul 22.00 WIB. “Saat kuliah berjalan kembali, terowongan (Sabuga-red) akan dibuka mulai pukul 6 pagi sampai 6 malam, sehingga mahasiswa bisa parkir di Saraga dan Sabuga,” papar Yuli. Lahan parkir dalam kampus pun tidak bisa dibuka selama 24 jam, karena tenaga parkir yang tersedia sangat kurang mencukupi. “Tapi, bila mahasiswa memang membutuhkan waktu 24 jam untuk parkir akan kami fasilitasi asal kebutuhannya jelas..untuk kemahasiswaan dan akademik.” Yuli sangat menekankan pada kegiatan kemahasiswaan dan akademik, karena kegiatan mahasiswa yang lain (bermain,bersenang-senang) tidak akan difasilitasi.
Aturan parkir ini masih disebut uji coba oleh para pejabat, sehingga mereka masih menerima masukan-masukan untuk menyempurnakan kebijakan baru tersebut. Masukan-masukan yang mereka terima tidak hanya dari kalangan dosen dan pegawai saja, tapi melalui acara Campus Meeting yang melibatkan mahasiswa tersebut. “Masukan dari adik-adik sekalian akan kami masukkan dalam pertimbangan,” kata Leksananto. Sayangnya, hasil evaluasi uji coba aturan baru pada bulan ini tidak disampaikan.