Bahas Urban Heat Island, Kuliah Tamu Arsitektur ITB Hadirkan Andhang Rakhmat Trihamdani
Oleh Hafshah Najma Ashrawi
Editor Hafshah Najma Ashrawi
BANDUNG, itb.ac.id - Pada Jumat (27/03/15), bertempat di Laboratorium Teknik Bangunan Gedung Arsitektur ITB, diselenggarakan kuliah tamu bertajuk "Urban Climate Simulation for Assessing Urban Heat Island in the Growing Asian Cities". Kuliah tamu serupa memang rutin diadakan oleh program studi pascasarjana Arsitektur ITB, kali ini kuliah tamu dengan topik urban heat island tersebut mengundang seorang alumni, Andhang Rakhmat Trihamdani (Teknik Arsitektur 2006) yang kini tengah menempuh studi untuk menyelesaikan gelar doktoratnya di Hiroshima University. Andhang aktif terlibat di Building and Urban Enviromental Science in Asia (BUESA) Research Group.
Dibandingkan dengan Amerika, Asia dapat dikatakan memiliki lebih banyak megacity (kota dengan jumlah penduduk lebih dari sepuluh juta-Red), selain itu kota-kota kecil juga berkembang dengan cepat. Hal ini sekaligus memprediksikan bahwa akan semakin banyak penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Di sisi lain, hal ini akan berpengaruh terhadap suatu fenomena yang dikenal dengan urban heat island. Urban heat island merupakan fenomena memanasnya temperatur udara di daerah perkotaan yang mengakibatkan perbedaan temperatur yang signifikan antara daerah permukaan dengan daerah-daerah sekitarnya, atau yang biasa disebut dengan daerah rural.
Secara umum, penyebab dari urban heat island dapat dibagi menjadi lima antara lain struktur geometris kota yang rumit, kapasitas thermal yang tinggi dari material bangunan, efek rumah kaca, berkurangnya kecepatan angin di daerah urban, dan yang terakhir adalah berkurangnya green open spaces (ruang terbuka hijau-Red) perkotaan. Penelitian mengenai urban heat island sudah banyak dilakukan, namun sayangnya kebanyakan sumber berasal dan mengambil studi kasus di negara-negara Eropa."Dapat dikatakan hanya sedikit penelitian yang membahas urban heat island di negara-negara Asia meskipun negara-negara dengan iklim tropis akan lebih rentan dengan efek dari urban heat island ini," papar Adhang.
Gunakan Weather Research and Forecasting untuk Teliti Skenario Mitigasi Urban Heat Island
Andhang menyebutkan bahwa dari tiga metode yang umum digunakan, Ia menggunakan teknik numerical simulation dibandingkan dengan dua metode lainnya yaitu citra satelit dan ground base measurement. Ia menggunakan program Weather Research and Forecasting (WRF) dan mengambil dua studi kasus yaitu Johor Bahru, Malaysia dan Hanoi, Vietnam. Andhang membandingkan tutupan lahan yang sekarang dengan tutupan lahan yang menjadi target pemerintah sebagaimana tertuang dalam masterplan daerah masing masing, dikaitkan dengan pengaruhnya terhadap urban heat island.
Dalam kuliahnya, Andhang menekankan pentingnya perancang kota untuk memperhatikan isu-isu mengenai lingkungan sebelum merencanakan kota, hal ini akan sangat berpengaruh terhadap kenyamanan penduduk. Pengembangan ruang terbuka hijau juga perlu diperhatikan karena terdapat beberapa kriteria menurut skenario yang Andhang teliti yang dapat meningkatkan efisiensi dalam mereduksi dampak dari urban heat island. Pada contoh studi kasus di Hanoi, Andhang menyebutkan bahwa rencana tutupan lahan sebagaimana yang terdapat pada masterplan akan menyebabkan peningkatan temperatur udara perkotaan meningkat dan mengakibatkan berkurangnya kenyamanan thermal penghuni bangunan.
Sebelum ditutup, diadakan sesi tanya jawab yang memperlihatkan antusiasme peserta. Berbagai pertanyaan diajukan terkait topik dan arsitektur bangunan. Ketika ditanya mengenai harapannya terkait perkembangan penelitian lingkungan di Indonesia, Andhang menjawab bahwa ketersediaan dan manajemen penyediaan di Indonesia perlu diperbaiki."Terutama data-data yang dibutuhkan untuk penelitian perkiraan skenario urban heat island dan penelitian lingkungan lainnya, data-datanya relatif lebih sulit didapatkan dibandingkan dengan negara-negara lain," ucap Andhang mengakhiri wawancara.