Bedah Buku : "Confession of An American Hitman" (John Perkins) dan "Imperial Ambitions" (Prof. Noam Chomsky)
Oleh
Editor
Jumat sore (17/2), Aula Barat ITB dipenuhi orang-orang yang menanti dimulainya acara "Bedah Buku : Confession of an American Hitman (John Perkins) dan Imperialism Ambition (Prof. Noam Chomsky)". Apa yang menarik dari acara ini sehingga Aula Timur di sesaki oleh lautan manusia?
Bedah buku ini memang menghadirkan tokoh-tokoh kritis yang dikenal dalam wacana-wacana-nya dan publikasi media mereka. KH Abdurrahman Wahid (mantan presiden RI), Dr. Jalaluddin Rachmat (Pakar Komunikasi), Dr. Dimitri Mahayana (Akademisi ITB), Dr. Revrisond Baswir (Guru Besar UGM), Dr. Haidar Bagir (Direktr Eksekutif MIZAN). Namun sayangnya, keramaian Aula Timur ini tidak disertai kehadiran Gusdur, digantikan oleh Solahudin Wahid.
Acara dibuka oleh Presiden KM- ITB, M. Syaiful Anam. Selanjutnya langsung dilanjutkan dengan penyampaian sudut pandang pembicara yang hadir terhadap isi kedua buku ini dan realitas kondisi di Indonesia.
Sebagaimana disampaikan oleh kedua penulis dalam masing-masing bukunya, titik sentral keterpurukan dunia ketiga dan negara-negara berkembang adalah "Penjajahan Ekonomi" oleh Amerika dan sekutunya. Perkins dalam bukunya menceritakan, fungsi dirinya sebagai Agen Amerika adalah memuluskan rencana-rencana Amerika menghancurkan ekonomi negara-negara berkembang lewat hutang dan monopoli perdagangan. Begitupun yang diungkapkan oleh Chomsky dalam bukunya "Imperial Ambitions". Dengan latar belakangnya sebagai pakar Linguistik, Chomsky yang berasal dari MIT ini mengungkapkan berbagai kontra pernyataan dan tindakan dari AS-Sekutu dalam rangka menguasai dunia. Chomsky juga menyinggung manfaat dari Economic Imperialism AS ini tidaklah memberikan manfaat sepenuhnya bagi negeri Paman Sam, hanya dinikmati oleh beberapa penguasa dan elit politik AS.
Berbagai kenyataan yang diungkapkan oleh 2 penulis ini direspon oleh pembicara yang hadir sebagai jawaban dari berbagai pertanyaan kontra globalisasi dunia. Jeratan hutang bagi negara-negara berkembang adalah sebuah bentuk imperialisme modern. Revrisond Baswir dalam kesempatannya bahkan mengungkap kronologis awal mula utang Indonesia pasca proklamasi kemerdekaan (utang pertama Indonesia dari Amerika cair di tahun 1952). Tidak hanya itu, penjajahan secara ekonomi dan idealisme juga terus berlangsung hingga sekarang. Lewat media, lewat teks buku, hingga kepada sistem pengajaran Indonesia, demikian disampaikan Revrisond Baswir.
Jeratan utang, berlanjut kepada dukungan politik, propaganda dan berkembang sebagai pemanfaatan Sumberdaya Alam. Demikian rantai pengaruh imperialisme modern untuk menghancurkan ekonomi sebuah bangsa. Walaupun terlihat sebagai raksasa dan sulit dilawan, bukan tidak mungkin untuk melepaskan dari imperialisme modern ini. Salah satunya adalah dengan pendidikan dan moralitas pemerintah yang bersih.
Para pembicara menekankan kepada hadirin yang sebahagian besar mahasiswa untuk mulai membuka wacana berpikir terhadap kemungkinan-kemungkinan bentuk imperialism. Sebagai Institut Teknologi yang unggul di Indonesia sudah sepatutnya terdepan dalam pengembangan teknologi bagi kemandirian bangsa. Karena kemandirian dan pendidikan adalah salah satu menuju Indonesia yang bebas dari jeratan hutang dan penjajahan ekonomi negara-negara barat.
Yang unik dari bedah buku ini adalah ramainya hadirin yang memenuhi Aula Barat ITB. Bahkan sebagian mahasiswa yang hadir dipersilahkan oleh panitia untuk duduk "lesehan" karena kurangnya kursi. Sangat jarang sebuah seminar atau diskusi di ITB dipenuhi oleh peserta seperti hari ini.