Bedah Peran Informasi Geospasial dalam Perencanaan Pembangunan dan Pengembangan Lingkungan Hidup di Indonesia
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id—Seminar bulanan Dosen Teknik Geodesi dan Geomatika ITB kembali digelar untuk ketiga kalinya. Kegiatan yang sudah berlangsung sejak bulan Februari itu menghadirkan dosen-dosen dari berbagai kelompok keahlian dengan topik yang beragam.
Dr. Akhmad Riqqi, dari Kelompok Keahlian Inderaja dan Sains Informasi Geografis, menjadi pembicara pada kegiatan yang dilangsungkan Rabu (6/4/2022). Ia mengulas tentang informasi geospasial yang menunjang perencanaan pembangunan dan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia.
“Pengelolaan lingkungan hidup tidak bisa terpisahkan karena negara ini telah mengatur supaya perencanaan pembangunan yang dilakukan berwawasan lingkungan. Bappenas dalam hal ini menerapkan H-I-T-S dalam perencanaan sesuai dengan amanat UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,” jelas Akhmad. H-I-T-S merupakan singkatan dari Holistik, Integratif, Tematik, dan Spasial.
Spasial memiliki peranan sangat penting karena pada akhirnya semua dokumen perencanaan akan menempati ruang. “Data spasial tidak hanya memvisualisasikan berbagai informasi, tetapi juga bisa menjadi tulang punggung untuk menerapkan konsep lain yang Holistik, Integratif, dan Tematik,” sambungnya.
Dalam pembuatan rencana tata ruang membutuhkan informasi geospasial, baik itu peta dasar maupun kebutuhan dalam menganalisis penyusunannya. Contohnya, dibutuhkan lebih dari 50 jenis data spasial untuk melahirkan dua peta rencana. Sebelum terbentuk peta rencana tersebut, alurnya harus melalui proses analisis. “Proses analisis ini yang seringkali menjadi sandungan karena sulit dilakukan dan banyaknya informasi geospasial yang tersaji,” kata Akhmad.
Akhmad menjelaskan tentang Kajian Lingkungan Hidup, yang meliputi (KLHS) dan AMDAL. Kajian tersebut merupakan instrumen pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. KLHS akan menguji kebijakan, rencana, dan program (KRP) yang dicanangkan pemerintah, sebelum diimplementasikan. “KLHS ini akan mengkaji apakah (KRP) tersebut memberikan dampak signifikan terhadap lingkungan? Atau apakah dampaknya dapat ditangani atau tidak? KRP. Sementara AMDAL digunakan untuk menguji dalam skala kegiatan,” jelasnya.
Penyusunan KLHS menjadi sulit karena harus meningkatkan kualitas dari KRP dan memiliki enam muatan. Keenam muatan tersebut adalah kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, perkiraan dampak dan risiko lingkungan hidup, kinerja layanan atau jasa ekosistem, efisiensi pemanfaatan sumber daya alam, tingkat kerentanan dan kapasitas terhadap perubahan iklim, dan tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.
Informasi geospasial memiliki banyak peranan untuk mengetahui kondisi sekarang, memperkirakan kondisi masa depan, dan mampu menganalisis kebijakan rencana dan program. “Selain itu, informasi geospasial mampu mendukung implementasi H-I-T-S lebih baik dibandingkan hanya dengan tabulasi,” ungkap Akhmad.
Sayangnya perencanaan pembangunan dengan informasi geospasial ini masih memiliki beberapa kendala dan permasalahan, seperti ketersediaan data dan informasi geospasial yang terbatas, kekurangan dalam metodologi analisis spasial, ketidakmampuan daerah dan kapasitas SDM yang terbatas.
Reporter: Maharani Rachmawati Purnomo (Oseanografi, 2020)