Bencana di Tanah Air, ITB Tetap Berkontribusi dari Sisi Kepakaran dan Kemanusiaan
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
*Foto: BNPB
BANDUNG, itb.ac.id— Meskipun di tengah keterbatasan karena pandemi, Institut Teknologi Bandung tetap memberikan kontribusi terhadap penanganan pascabencana alam yang terjadi di Indonesia. Kontribusi dan respons tersebut dilakukan baik secara keilmuwan atau kepakaran, maupun secara kemanusiaan atau bantuan.
Di samping itu, bencana alam yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini juga memberikan pelajaran penting bahwa mitigasi bencana sangatlah penting untuk dilakukan. Selain mitigasi bencana, peran aktif pemerintah, perguruan tinggi, dan masyarakat sangat diharapkan agar kejadian rusaknya bangunan dan timbulnya korban jiwa akibat bencana alam tidak terjadi lagi.
Ketua PUI Sains dan Teknologi Kegempaan ITB Dr. Irwan Meilano, S.T., M.Sc., mengatakan, contoh kontribusi yang dilakukan oleh ITB adalah saat bencana longsor di Cimanggung, Sumedang. Tim dari FITB melakukan survei ke lokasi, membantu pihak BPBD dan Pemda Sumedang. Tim tersebut bertugas memahami kejadian longsoran, memperkirakan longsoran susulan, dan yang lebih penting lagi adalah strategi mitigasi bencana longsor ke depannya.
*Longsor di Sumedang, Foto: BNPB
Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) tersebut mengatakan, terkait gempa yang terjadi di Mamuju dan Majene, Provinsi Sulawesi Barat, pihaknya pun telah mengirimkan tim ke lokasi. Tim tersebut akan membantu BMKG sekaligus melakukan penelitian mengenai sumber gempa karena dikhawatirkan masih akan terjadi gempa-gempa susulan.
Menurut Irwan Meilano, selain dari sisi tanggap darurat pascabencana, sebetulnya upaya yang lebih penting adalah mitigasi bencana yang sifatnya jangka panjang. Sehingga kejadian bencana yang terjadi tidak terus-menerus terulang dampaknya terhadap kerusakan maupun korban jiwa. ITB sendiri telah memberikan masukan dari sisi kepakaran kepada pemerintah dalam penyusunan peta mitigasi bencana. Namun demikian implementasinya tetap ada di pemerintah. “Dalam skala riset kami sudah membuat peta sumber gempa dan bencana, kami tetap men-support pemerintah dalam hal ini, BMKG, BNPB, dan Kementerian PUPR,” ujar dosen pada KK Geodesi.
Mengenai kejadian banjir, ITB juga telah membuat model prediksi banjir. Akan tetapi itu hanya model versi ITB, untuk menjadi standar nasional maka ITB juga telah bekerja sama dengan Kementerian PUPR. “Peta rawan banjir, peta rawan longsor, kita sudah bikin metodologinya untuk men-support lembaga-lembaga tersebut,” ujarnya.
Melalui riset-riset dan pemodelan yang telah dilakukan, menurutnya Irwan Meilano, sebenarnya kita dapat mengetahui kemungkinan atau skala probabilitas suatu bencana bisa terjadi. Bukan dalam artian mengetahui waktu spesifik terjadi bencana, melainkan pada potensi dan kemungkinannya. Sehingga melalui data tersebut, cukup bagi pemerintah untuk melakukan perencanaan pembangunan.
Sementara itu, Sekretaris Bidang Pengabdian Masyarakat LPPM-ITB, Denny Willy, Ph.D., dalam keterangannya kepada Humas ITB menyampaikan, dalam upaya bantuan pascagempa di Mamuju dan Majene, Tim ITB menyumbangkan beberapa karya teknologi yaitu pemasangan 4 instalasi unit ultrafiltrasi untuk penyediaan air minum di daerah terdampak bencana, pembangunan 2 shelter tunnel 8x7 m2, rangka kayu yang sudah diterapkan sebgai huntara di berbagai lokasi bencana seperti Palu, Lombok, dan pembagian 2000 unit masker dan sejumlah selimut hasil kerja sama dengan Satgas Pulih, Indonesia Creative Cities Network (ICCN).
"Selama seminggu ke depan, Tim ITB juga akan melakukan assessment kelayakan di lokasi untuk menghadirkan tim kedua sebagai Tim Trauma Healing ITB berkolaborasi dengan Tim Psikolog Unair," ujar Denny Willy.