Berantas Stunting, ITB Telah Lakukan Riset dan Kembangkan Kit Deteksi Dini
Oleh Adi Permana
Editor Adi Permana
BANDUNG, itb.ac.id—Pada Sabtu (6/2/2021), Ruang Riung Ceria mengadakan webinar sekaligus diskusi bersama pembicara-pembicara yang berasal dari berbagai latar belakang. Selama tiga jam, mereka membahas upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi jumlah kasus stunting, khususnya di Kota Bandung.
Stunting sendiri adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis. Menurut Rektor ITB, Prof. Reini Wirahadikusumah, Ph.D., dalam sambutannya, stunting merupakan sebuah isu sosial yang urgensi penyelesaiannya sangatlah besar. Ia mengatakan bahwa stunting adalah ancaman nyata bagi generasi muda dan masa depan Indonesia. “Oleh karena itu, sebagai isu yang locally relevant, ITB akan menyampaikan sumbangsih konkret yang bisa dilakukan oleh para civitas ITB,” pungkasnya.
Sementara itu menurut Dr. Indra Wibowo selaku Wakil Dekan Bidang Akademik SITH, stunting merupakan masalah penting sehingga penanganannya harus multidisiplin dan multinasional. Banyak kendala yang dapat menghambat upaya pemberantasannya, namun ITB sebagai sebuah instansi pendidikan berkomitmen untuk mengambil peran dalam menurunkan prevalansi stunting.
Ia menyebutkan selama beberapa tahun terakhir, ITB telah melakukan pemberdayaan masyarakat, pemetaan, riset, hingga pengembangan kit deteksi dini bersama kolaborator-kolaborator lainnya demi menekan jumlah kasus stunting di Jawa Barat yang telah mencapai angka 37%, lebih tinggi daripada kasus nasional—27%.
Pemaparan serupa juga disampaikan oleh Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN dr. Eni Gustina, MPH. Ia menekankan pentingnya pendekatan pencegahan stunting yang retrospektif dan prospektif. BKKBN mendukung penuh usaha perencanaan pernikahan dan kehamilan sehingga dalam empat tahun ke depan, 20 juta bayi yang akan lahir di Indonesia tidak akan menderita stunting.
Selanjutnya, Dr. Rijanti Rahayu Maulani, dosen teknologi pascapanen SITH ITB, menyampaikan perspektif baru dari sisi ketahanan dan akses pangan guna mengatasi stunting. “Ada empat pilar ketahanan pangan yang dapat menjadi pegangan kita dalam berkolaborasi yaitu ketersediaan, keterjangkauan, stabilitas, dan utilisasi. Semua itu harus berdiri sehingga ketahanan pangan kita kokoh,” ujarnya.
Dr. Rijanti juga menjelaskan bahwa kunci dari pencegahan stunting adalah gizi yang baik dan tubuh yang sehat sehingga upaya kolaboratif harus dilakukan untuk memastikan ibu dan anak bisa mendapatkan akses pangan yang beragam dan terjangkau.
Untuk menutup sesi webinar, Ir. Didi Ruswandi, MT selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandung menjelaskan materi pengupayaan lingkungan lestari di periurban. Sebagai wilayah yang terhimpit kota dan desa, periurban memiliki karakteristik yang unik sehingga diperlukan pendekatan khusus. Bersama Dinas PU, ia berusaha membuat tatanan wilayah yang dapat memenuhi kebutuhan air bersih dan sanitasi masyarakat Kota Bandung.
Rangkaian acara ditutup dengan pembacaan kesimpulan webinar dan diskusi oleh Ramalis Sobandi, founder Yayasan Pilar Tunas Nusa. Dalam narasinya, Ramalis menyampaikan ajakan kepada semua pihak untuk memahami kondisi krisis stunting di periurban Kota Bandung dan melakukan usaha konkret untuk menurunkan angka stunting nasional di bawah 14% di 2024.
Reporter: Sekar Dianwidi B. (Rekayasa Hayati, 2019)