SITH dan Pemprov Jabar Integrasikan Inovasi Riset Mikrobioma dengan Program Pencegahan Stunting
Oleh Aura Salsabila Alviona - Mahasiswa Bioteknologi, 2025
Editor Anggun Nindita
SITH ITB dan para peserta simposium di STP Function Hall Ganesha, Bandung (Dok. Panitia)
BANDUNG, itb.ac.id – Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) Institut Teknologi Bandung (ITB), berkolaborasi dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BP2D) Jawa Barat, sukses menggelar "Simposium Peran Mikrobioma dalam Pengembangan Strategi Pencegahan Stunting", pada Jumat (3/10/2025) di Function Hall Science Techno Park (STP) ITB Kampus Ganesha.
Agenda ini menjadi forum strategis yang mempertemukan akademisi, peneliti, pemerintah, dan masyarakat untuk membahas inovasi ilmiah dalam upaya percepatan pencegahan dan penurunan stunting.
Simposium tersebut menjadi platform strategis untuk mendiseminasikan hasil-hasil riset terkini mengenai peran vital mikrobiom, yaitu komunitas mikroorganisme dalam tubuh, terhadap kesehatan anak dan pencegahan stunting. Rangkaian acara yang padat meliputi diskusi panel oleh para ahli, pameran hasil penelitian, pameran produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), hingga demo pengolahan pangan segar dan fermentasi.
Stunting di Jawa Barat: Tantangan dan Strategi Baru
Acara dibuka dengan sambutan dari perwakilan Tim Percepatan, Pencegahan dan Penurunan Stunting (TP3S) Jawa Barat. Dalam paparannya, Ketua Divisi Riset dan Inovasi TP3S, Inge Wahyuni, S.K.M., M.P.P., M.T., menyoroti kondisi terkini stunting di provinsi Jawa Barat. Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024, prevalensi stunting di Jawa Barat berhasil turun ke angka 21,7%.
Meskipun demikian, ia menekankan adanya ketimpangan yang signifikan antar daerah. Kabupaten Garut dan Purwakarta menunjukkan penurunan drastis, namun di sisi lain, Kabupaten Bandung Barat dan Kota Bandung justru mengalami kenaikan.
"Stunting adalah isu multidimensi yang penanganannya memerlukan kolaborasi lintas sektor, bukan hanya tugas sektor kesehatan," tegasnya. Ia juga menjelaskan perubahan pendekatan dari "Percepatan Penurunan Stunting" (PPS) menjadi "Percepatan Pencegahan dan Penurunan Stunting" (PPPS) untuk lebih mengedepankan aspek preventif. Pembentukan Divisi Riset dan Inovasi di dalam TP3S, yang merupakan yang pertama di Indonesia, menjadi bukti nyata komitmen Jawa Barat untuk menerapkan intervensi berbasis data ilmiah yang kuat.
Inovasi Riset SITH ITB: Dari Kit Diagnostik hingga Pangan Lokal

Pameran hasil riset dosen dan mahasiswa SITH ITB mengenai inovasi ilmiah pencegahan dan penurunan stunting. (Dok. Pribadi)
Dr. Indra Wibowo, Dekan sekaligus perwakilan dari SITH ITB, memaparkan berbagai inovasi yang lahir dari peta jalan penelitian mikrobioma dan metabolomik SITH ITB yang telah disusun sejak 2020. Riset ini berfokus pada pengembangan solusi praktis, meliputi:
-Digital Anthropometric Kit: Alat ukur digital untuk meningkatkan akurasi dan objektivitas pengukuran pertumbuhan anak.
-Kit Diagnostik Kualitas ASI: Sebuah alat untuk menganalisis kualitas Air Susu Ibu (ASI), salah satunya dengan mengukur kuantifikasi gen penanda patogen.
-Pangan Lokal Terfermentasi: Penelitian mendalam terhadap potensi pangan lokal seperti kubis, ubi cilembu, dan pisang sebagai sumber probiotik alami.
-Suplemen MPASI Berbasis Probiotik: Formulasi Makanan Pendamping ASI dari bahan-bahan lokal seperti ubi ungu, jahe merah, dan kedelai hitam untuk meningkatkan gizi anak.
-Eksplorasi Bakteriosin: Riset mengenai senyawa antibakteri alami sebagai alternatif antibiotik untuk mengatasi infeksi kronis yang sering menyertai anak stunting.
Temuan Penting dari Peneliti Muda ITB
Sesi diskusi panel menyoroti hasil-hasil riset kolaborasi antara mahasiswa SITH ITB dengan pemerintah daerah. Dalam sesi ini, tiga peneliti muda memaparkan temuan mereka yang sangat relevan dengan upaya pencegahan stunting.
Panelis pertama, Rahma Widya Ningrum (Mahasiswa S3), menyoroti hubungan erat antara kebersihan lingkungan dengan kualitas ASI melalui risetnya yang berjudul "The Influence of Urban Hygiene and Sanitation with Stunting Prevalence". Penelitiannya menemukan bakteri seperti Enterobacter dan Pseudomonas pada sampel air dari fasilitas sanitasi warga dan juga pada sampel ASI. Temuan ini menjadi bukti kuat bahwa sanitasi lingkungan perkotaan dapat secara langsung memengaruhi komposisi mikrobioma dalam ASI, yang kemudian berdampak pada mikrobioma usus bayi.

Rahma Widya Ningrum memaparkan hasil risetnya mengenai dampak kualitas ASI terhadap kasus stunting dalam sesi diskusi panel Simposium Mikrobiom (3/10/2025). (Dok. Panitia)
Selanjutnya, Ayu Rahmawati Sulistyaningtyas (Mahasiswa S3), memaparkan risetnya tentang "Potensi Antibakteri dari Isolat Bakteri Air Susu Ibu Untuk Penanganan Dysbiosis". Ia menjelaskan bahwa malnutrisi pada anak dapat menyebabkan dysbiosis, atau ketidakseimbangan mikroba di usus. Penelitiannya berhasil mengisolasi lima jenis bakteri dari ASI yang mampu menghasilkan senyawa antibakteri untuk melawan patogen. Lebih lanjut, ia menunjukkan bahwa teknik co-culture (kultur bersama) dua isolat bakteri terbukti dapat meningkatkan aktivitas antibakteri, membuka potensi pengembangan probiotik dari ASI untuk menjaga kesehatan pencernaan bayi.
Melengkapi panel, Patsy Tasyana Fitri (Mahasiswa S2) menyajikan hasil penelitiannya tentang "Mikrobioma Saluran Pencernaan Anak dan Dampaknya Terhadap Stunting" yang dilakukan di Kabupaten Tasikmalaya. Studinya terhadap 117 sampel feses anak mengungkap fakta penting, yaitu keragaman mikrobioma pada anak stunting secara signifikan lebih rendah dibandingkan anak sehat. Secara spesifik, genus bakteri patogen Campylobacter sp. ditemukan lebih tinggi pada populasi stunting, sedangkan bakteri baik dari filum Firmicutes (seperti Megasphaera sp.) justru lebih melimpah pada anak sehat. Temuan ini menegaskan pentingnya ASI eksklusif dan membuka peluang pengembangan biomarker berbasis mikrobioma untuk deteksi dini stunting
Acara ini juga dimeriahkan dengan pameran UMKM yang menampilkan produk-produk pangan lokal inovatif serta demo memasak "Special Live Cooking" oleh praktisi FnB, Syakti Surya Hiyangti Ningsih, A.MD PAR, yang menunjukkan cara pengolahan tepat pangan segar dan fermentasi.
Simposium ini menegaskan kembali pentingnya sinergi antara dunia akademik dan pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang efektif dan berbasis bukti ilmiah untuk memerangi stunting demi masa depan generasi penerus yang lebih sehat dan cerdas.








