Berkompetisi di Singapura, Tim ITB Runner-Up Global P&G PEAKathon 2023
Oleh M. Naufal Hafizh
Editor M. Naufal Hafizh
BANDUNG, itb.ac.id - Tim CEK yang terdiri atas tiga mahasiswi Institut Teknologi Bandung (ITB) berhasil menjadi juara 2 (runner-up) pada ajang P&G PEAKathon 2023 di tingkat internasional.
P&G PEAKathon adalah lomba Hackathon skala global yang diadakan oleh Procter & Gamble, suatu perusahaan multinasional FMCG. Lomba ini memberikan kesempatan bagi mahasiswa di seluruh dunia untuk “terjun langsung” dalam menyelesaikan real-life case dan problems yang dialami di dunia kerja.
Tim CEK beranggotakan Kinanti Wening Asih (Sistem dan Teknologi Informasi, 2021), Clara Alrosa Fernanda Sinaga (Sistem dan Teknologi Informasi, 2021) dan Eli Sulistyowati (Manajemen, 2024). Kompetisi ini telah dimulai sejak November 2023, yang kemudian dilanjutkan dengan seleksi tahap nasional.
Babak preliminary nasional diadakan secara daring melalui Metaverse. Lebih dari 3000 partisipan di Indonesia bersaing untuk menyelesaikan Quiz dan Quest. Tim CEK lolos sebagai salah satu dari lima tim terbaik untuk mengikuti tahap final nasional.
Pada tahap final nasional, lima tim tersebut diberikan tantangan untuk menyelesaikan studi kasus pemasaran yang diberikan oleh P&G, terutama berkaitan dengan produk Gillette yang mereka miliki, setiap tim juga diminta membuat One-Pager berisi ajuan solusi marketing yang inovatif.
Pada akhir tahap final nasional, tim CEK keluar menjadi juara nasional pada Desember 2023 dan berhasil menjadi top 6 global. “Kami diundang dan didanai untuk mengikuti global finals yang diadakan di P&G Singapore Headquarters,” ucap Eli.
Eli bercerita bahwa di Singapore Headquarters, tim mereka berpartisipasi di global finals selama 3 hari untuk melakukan pitching di hadapan Board of Directors P&G. Hingga akhirnya, pada kamis (1/2/2024) kerja keras mereka terbayarkan dengan berhasil keluar sebagai juara 2 setelah bersaing dengan total lebih dari 9000 partisipan dari lebih dari 15 negara.
Kinanti mengatakan bahwa lulus ke babak nasional adalah sesuatu yang tidak pernah mereka bayangkan, apalagi ke tahap global. “Pada tahap nasional, banyak teman-teman dan kakak tingkat kami yang sudah jauh lebih berpengalaman dibanding kami,” ujar Kinanti.
Namun, mereka menjadikan itu suatu motivasi dan challenge untuk terus maju mengembangkan diri.
“Terlebih lagi, case study-nya bersifat open-ended sehingga terdapat tantangan lebih untuk dapat melakukan elaborasi permasalahan secara kompleks dan menyajikan solusi yang inovatif dalam bentuk compact 1 halaman,” kata Eli.
Sementara itu, Clara mengatakan bahwa pada tahap global, tentunya berlomba di luar negeri bukanlah suatu hal yang mudah.
“Sembari beradaptasi pada lingkungan dan kultur di Singapura, kami tetap bekerja keras untuk dapat memberikan presentasi yang terbaik di hadapan juri dalam bahasa Inggris,” ucap Clara.
Mereka juga bersyukur seluruh kompetitor dan panitia sangat ramah dan memberikan akomodasi yang cukup. Dengan begitu, mereka dapat berkompetisi dengan nyaman. “Pada akhirnya, presentasi yang kami bawakan mengantarkan kami pada title runner,” ujar Clara.
Clara mengatakan, mengikuti kompetisi ini menjadi pengalaman sekali seumur hidup. Memenangkan suatu hackathon global adalah salah satu impian terbesar mereka. “Teman-teman finalis dari 5 negara lain menjadi sahabat-sahabat baik kami selama di sana, and its great to travel with your expenses covered!” katanya.
Kinanti berpesan untuk selalu percaya pada diri sendiri dan percaya bahwa tidak ada yang tidak mungkin. “Jika ada yang memberi tahu kami bertiga jika kami berharap untuk hadir dan menang di final global, kami tidak akan mempercayainya pada awalnya. Teruslah bekerja keras dan percaya bahwa kalian dapat mengatasi apa pun dan rintangan apa pun!” ujar Kinanti.
Reporter: Satria Octavianus Nababan (Teknik Informatika, 2021)