Bersinergi Atasi Kabel Semrawut, Sebagai Upaya Membangun Ruang Publik yang Lebih Aman dan Nyaman

Oleh Anggun Nindita

Editor Anggun Nindita

Ilustrasi kabel listrik (Freepik)

BANDUNG, itb.ac.id - Seorang pemotor di Kota Bandung meninggal dunia setelah mengalami kecelakaan akibat lehernya tersangkut kabel ketika berkendara pada Minggu (25/2/2024). Kecelakaan tersebut terjadi di perempatan Jalan Peta-Jalan Kopo, pada malam hari.

Korban tewas karena terlilit kabel yang menjuntai saat sedang berkendara di jalanan tersebut. Akibat insiden tersebut, korban pun meninggal dunia di lokasi kejadian.

Bukan hanya kali ini saja, kabel fiber optik yang semrawut di jalan dapat menimbulkan korban. Pada pertengahan Juli 2023 lalu, seorang pengemudi ojol di Jakarta Barat juga mengembuskan napas terakhirnya, usai terjerat kabel yang melintang di tengah jalan.

Beberapa waktu yang lalu, seorang mahasiswa pun mengalami insiden terlilit kabel fiber optik, sehingga hidupnya tak bisa normal lagi seperti sedia kala. Peristiwa tersebut membuat tulang muda di tenggorokannya putus, yang menyebabkan korban menjadi kesulitan untuk berkomunikasi. Bahkan, korban tak lagi bisa berbicara akibat insiden yang dialaminya itu.

Peristiwa jeratan kabel ini telah kian mengkhawatirkan dan sudah memakan banyak korban. Padahal semestinya, cable management in urban planning atau pengaturan kabel pada tata kota menjadi aspek yang penting guna menciptakan lingkungan yang aman, nyaman, serta efisien.

Pakar dari Kelompok Keahlian (KK) Perancangan Arsitektur Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung (SAPPK ITB), Dr. Ing. Ir. Heru Wibowo Poerbo, MURP., menyatakan bahwa terdapat 2 prinsip perencanaan atau perancangan di ruang umum perkotaan. Pertama, tentu saja prinsip untuk selalu menjaga keselamatan dan keamanan masyarakat.

"Lalu prinsip kesehatan. Jadi dipastikan dahulu bahwa ruang publik itu telah memenuhi syarat untuk keamanan dan keselamatan masyarakat. Jalanan umum dan trotoar juga termasuk ke kategori ruang terbuka publik. Jadi diutamakan bahwa apa pun yang ada di ruang umum itu tidak akan mencelakai atau mencederai masyarakat yang beraktivitas di sana," ujarnya pada Selasa (5/3/2024).

Pemerintah sendiri telah menetapkan aturan tata ruang jalan dalam Undang-Undang Jalan Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan. Aturan tersebut menjelaskan batasan dan fungsi dari berbagai ruang dalam kawasan jalan. Sebut saja dari daerah manfaat jalan atau area yang digunakan untuk kepentingan jalan, seperti badan jalan, bahu jalan, trotoar, dan media jalan.

Lalu ada ruang manfaat jalan, yang merupakan ruang di atas dan di bawah permukaan tanah yang digunakan untuk lalu lintas orang, kendaraan, dan perlengkapan jalan. Ada pula ruang milik jalan, yakni ruang di luar ruang manfaat jalan yang sering digunakan untuk menunjang fungsi jalan, contohnya saluran drainase, taman jalan, dan jalur hijau.

Terakhir ada ruang pengawasan jalan atau ruang di luar ruang milik jalan yang diawasi oleh penyelenggara jalan untuk menjaga keselamatan dan keamanan konstruksi jalan.

Dalam konteks daerah manfaat jalan, beliau menjelaskan bahwa lebar jalan ditentukan berdasarkan kategori dan hirarki jalan. Apakah jalanan tersebut termasuk jalan arteri, kolektor, primer, sekunder, atau jalan lingkungan lokal.

"Berdasarkan kategori jalan, Jalan Peta dikategorikan sebagai kolektor primer. Sementara itu, Jalan Kopo sebagai arteri sekunder. Kedua kategori jalan ini termasuk ke dalam jalanan dengan ruang bebas di atasnya. Adapun pemasangan kabel di jalan atau jembatan penyeberangan orang, seharusnya diatur setinggi lima meter dari permukaan aspal," tuturnya.

"Pemasangan kabel di atas jalan masih diperbolehkan, akan tetapi sesuai aturan harus dengan ketinggian minimal 5 meter dari permukaan jalan. Agar masyarakat pun terjamin keamanan serta keselamatannya," lanjutnya.

Adanya kabel yang menjuntai di bawah lima meter di Jalan Peta, Bandung, tentu merupakan pelanggaran dari aturan yang ada. Hal tersebut mengindikasikan adanya kelalaian pihak-pihak tertentu dalam pemasangan dan pemeliharaan instalasi kabel, yang akhirnya mengganggu atau bahkan membahayakan keselamatan pengguna jalan.

Keberadaan kabel di atas jalan masih menjadi sebuah hal umum yang marak terjadi di Indonesia. Bukan hanya dapat membahayakan pengguna jalan, kabel yang terjuntai dan berantakan tersebut dapat menganggu estetika kota dan membuat masyarakat kerap merasa tidak nyaman.

Meski begitu, di beberapa kota besar di Indonesia, pemasangan kabel pun telah ditanam di bawah tanah untuk meminimalisir risiko. Namun tentunya, biaya pemasangan dan pemeliharaan kabel bawah tanah memerlukan biaya yang lebih besar.

Salah satu yang bisa menjadi solusi adalah sistem multi utiliy tunnel (MUT). MUT adalah jaringan bawah tanah atau terowongan yang berguna menampung berbagai infrastruktur utilitas. Adapun infrastruktur yang dimaksud bisa berupa kabel listrik, kabel fiber optik, hingga pipa air bersih. Salah satu daerah yang akan mengimplementasikan MUT adalah di Ibu Kota Negara (IKN). Nanyinya total panjang MUT di IKN bisa mencapai lebih dari 20 kilometer.

Ke depannya, perlu ada pengawasan dari otoritas pemangku kebijakan atau pemerintah setempat terhadap pemasangan dan pemeliharaan kabel. Termasuk penguatan regulasi yang mengatur tentang standar pemasangan dan pemeliharaan kabel, juga sanksi bagi pihak-pihak yang melanggar.

Dengan adanya solusi yang tepat, aturan yang kuat, dan kerja sama dari berbagai pihak, diharapkan permasalahan tentang kabel di atas jalan ini dapat teratasi. Ruang-ruang publik di Indonesia pun dapat menjadi lebih aman, nyaman, dan bertambah nilai estetikanya.