Biro Komunikasi dan Humas ITB Mengadakan Pelatihan Jurnalistik untuk Reporter Digital Media ITB

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id - Biro Komunikasi dan Hubungan Masyarakat ITB mengadakan pelatihan jurnalistik untuk reporter digital media ITB pada Minggu (19/3/2023) di Gedung Annex ITB. Sebanyak 25 mahasiswa yang tergabung dalam tim reporter digital media ITB mengikuti pelatihan ini.

Pelatihan ini dihelat untuk membekali tim reporter digital media dengan dasar-dasar jurnalistik yang akan diampu oleh para pakar di bidangnya. Biro Komunikasi dan Hubungan Masyarakat ITB turut menghadirkan Jurnalis Tempo.co Anwar Siswadi, Pimpinan Redaksi Bandung Bergerak Tri Joko Her Riadi, serta Fotografer AyoBandung Kavin Faza sebagai pemateri.

Kepala Biro Komunikasi dan Hubungan Masyarakat ITB Dr. Naomi Haswanto, S. Sn., M. Sn., dalam sambutannya mengatakan bahwa salah satu tugas penting Biro Komunikasi dan Hubungan Masyarakat adalah mempublikasi kegiatan-kegiatan ITB kepada publik. Maka dari itu, tim reporter digital media sangat berperan penting dalam membantu publikasi berita tentang ITB.

Kepala Biro Komunikasi dan Hubungan Masyarakat ITB Dr. Naomi Haswanto, S. Sn., M. Sn. memberikan kata sambutan dalam Pelatihan Jurnalistik Reporter Digital Media ITB pada Minggu (19/3/2023). (Foto: Hasna Khadijah)

Menurut Dr. Naomi, berita yang dihasilkan oleh reporter secara tidak langsung berkontribusi dalam menaikkan citra positif institusi, yang juga berpengaruh pada peringkat ITB di pemeringkatan universitas. Ia mengibaratkan sebagai hubungan simbiosis mutualisme, di mana ITB membutuhkan tim reporter digital media untuk membantu publikasi dan mahasiswa juga membutuhkan pengalaman serta soft skill untuk bekal setelah selesai studi di ITB.

“Kami berharap, keberadaan reporter mahasiswa bisa menjadi jembatan informasi dalam menggali sumber-sumber berita di lingkungan terdekat mereka, seperti di kegiatan kemahasiswaan, himpunan, unit kesenian mahasiswa, program studi, kelompok keilmuan, fakultas/sekolah, yang berkenaan dengan tridarma perguruan tinggi,” Dr. Naomi berharap.

Materi yang dibawakan pertama kali adalah mengenai tata penulisan berita yang dipaparkan oleh Anwar Siswadi. Jurnalis Tempo.co itu menjelaskan berita kehumasan adalah berita yang memberikan citra baik yang memberikan dampak positif terhadap suatu institusi.

Dalam menulis berita, seorang jurnalis harus menguasai dahulu teknik menulis berita. Ini merangkumi pemilihan ide, lalu pemahaman tentang unsur apa, siapa, kapan, di mana, kenapa, dan mengapa (5W + 1H), mengumpulkan data dan fakta dari narasumber atau lapangan, serta meramu berita yang sesuai. Berita yang baik harus memuat segala unsur tersebut supaya tidak timbul pertanyaan lagi setelah membaca berita yang disajikan.

Lanjut Anwar, berita pula memiliki beberapa jenis. Seperti hard news yang bersifat langsung dan tidak bertele dalam penggambarannya, soft news yang biasanya digunakan untuk membuat profil mengenai seseorang, in-depth news yang menjabarkan informasi secara lebih mendalam dan biasanya bersifat khusus, serta laporan investigasi yang mengorek informasi yang lebih dalam mengenai suatu peristiwa. Biasanya, laporan investigasi disebut berita dengan tingkat tertinggi karena kesulitan, ketelitian, dan keakuratannya.

“Yang biasa kita gunakan dalam jurnalis kampus adalah jenis hard news,” ulas Anwar.

Anwar juga turut berbagi saran agar berita yang disusun dapat terlihat menarik di mata pembaca. Pemilihan judul yang menarik dan kalimat berita yang bersifat aktif dapat membantu meningkatkan minat pembaca terhadap berita. Kemudian, usahakan tidak menyajikan kalimat yang terlalu banyak, sebaiknya maksimal 4 kalimat untuk 1 paragraf. Lalu, berikan kutipan yang menarik dari pernyataan narasumber.

Jurnalis Tempo.co Anwar Siswadi memberikan materi mengenai Tata Penulisan Berita (Foto: Hasna Khadijah)

Seusai pemaparan, peserta pelatihan diberikan tugas untuk menyusun berita yang sesuai dengan materi yang diberikan. Peserta diminta untuk mengolah salah satu siaran pers yang dikeluarkan oleh ITB menjadi sebuah berita. Praktek ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam dengan metode learning by doing.

Pemimpin Redaksi Bandung Bergerak Tri Joko Her Riadi memaparkan materi mengenai teknik wawancara. Menurutnya, wawancara merupakan tahap yang krusial. Wawancara yang baik dapat memberikan kesaksian yang kuat dan padu dengan perspektif yang lebih luas dari narasumber. Namun, untuk mencapai itu, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan.

“Wawancara adalah komunikasi dua arah yang melibatkan pewawancara dan narasumber untuk mencari informasi lebih detail,” terang Joko.
Joko turut menjelaskan tentang 2 jenis wawancara, yaitu wawancara doorstop yang biasa dilakukan untuk mewawancarai pejabat, dan wawancara khusus yang dilakukan dengan perjanjian waktu.

Lanjut Joko, sebagai jurnalis, kita perlu memahami 3 jenis narasumber, yaitu narasumber primer, sekunder, dan tersier. Narasumber primer biasanya meliputi pelaku dan korban. Kemudian, narasumber sekunder yang biasanya meliputi saksi yang mengetahui peristiwa. Terakhir, narasumber tersier merupakan pihak yang memahami tentang peristiwa secara teori, seperti akademisi dan praktisi.

Pimpinan Redaksi Bandung Bergerak Tri Joko Her Riadi memberikan materi mengenai Tata Wawancara. (Foto: Hasna Khadijah)

Sebelum wawancara, joko mengingatkan untuk melakukan riset terlebih dahulu mengenai isu dan narasumber. Ini bertujuan untuk menampilkan kesan bahwa kita memahami isu. Jangan lupa untuk menyusun pertanyaan dan usahakan bersifat terbuka, agar narasumber terpancing untuk menjelaskan lebih banyak. Terakhir, pastikan sarana dan prasarana yang digunakan dalam kondisi baik, sehingga tidak mengganggu wawancara.

“Sebagai pewawancara, kita juga perlu sadar terhadap situasi, apakah situasinya memungkinkan untuk bertanya. Kemudian, kesepakatan di awal mengenai pengangkatan isu yang dibahas pada wawancara juga perlu diperhatikan,” tutup Joko.

Selanjutnya, materi fotografi jurnalistik dibawakan oleh Kavin Faza. Kavin menjelaskan bahwa fotografi jurnalistik merupakan visualisasi terhadap fakta yang mengandung berita. Fotografi jurnalistik berfungsi untuk memberikan informasi yang lebih tersampaikan, mendidik, menghibur, serta mempengaruhi pikiran pembaca.

Terdapat rumus yang perlu diperhatikan, yaitu komposisi, pencahayaan (exposure), serta pemilihan lensa. Komposisi adalah rangkaian elemen gambar dalam suatu ruang/format. Dengan komposisi yang baik, foto akan lebih efektif menampilkan pesan pembuatnya.

Lalu ada aperture, yaitu bukaan ruang tajam pada lensa kamera. Biasanya nilai aperture ini ditandai dengan “f/angka”, misalnya f/22, f/11, atau pada smartphone biasanya terdapat di angka f/2.6 hingga f/1.8. Semakin besar angka yang digunakan, semakin kecil bukaan ruang tajam lensa.

Fotografer AyoBandung Kavin Faza memberikan materi mengenai Fotografi Jurnalistik. (Foto: Hasna Khadijah)

“Nah, untuk memberikan efek menangkap momen, kita dapat gunakan shutter speed. Biasanya, untuk memotret gerakan, shutter speed sangat berguna untuk memberikan visual yang presisi,” ungkap Kavin.

Kavin juga menerangkan bahwa terdapat enam hal yang perlu diperhatikan dalam fotografi jurnalistik. Sebelum memulai, kita perlu mengenal pasti sarana fotografi yang digunakan. Lalu, perhatikan teknis kamera, triangle exposure, serta komposisi. Selanjutnya, pahami pendekatan visual yang digunakan, agar gambar yang diambil seolah memberikan cerita atas fakta yang terjadi.

Para peserta Pelatihan Jurnalistik Reporter Digital Media ITB yang berfoto bersama di sela kegiatan. (Foto: Hasna Khadijah)

Kegiatan pelatihan jurnalistik ini akan diselenggarakan secara berkelanjutan. Staf Biro Komunikasi dan Hubungan Masyarakat sekaligus ketua pelaksana pelatihan tersebut, Adi Permana mengatakan, materi pelatihan yang telah diselenggarakan disesuaikan dengan kebutuhan reporter untuk meliput kegiatan-kegiatan di ITB. Ia berharap, melalui pelatihan ini, agar para reporter lebih siap saat terjun liputan di lapangan.

Reporter: Bashravie Thamrin (Manajemen, 2024)