Cakrabuana Cart Rod sebagai Simbol Perjuangan dan Pluralitas Kultural
Oleh M. Naufal Hafizh
Editor M. Naufal Hafizh
BANDUNG, itb.ac.id - Dosen Kelompok Keahlian Kriya dan Tradisi, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung (FSRD ITB), Hendhy Nansha, S.Ds., M.Sn., M.H., menjalani Sidang Program Studi Doktor (S3) Ilmu Seni Rupa dan Desain FSRD ITB. Sidang digelar di Design Centre FSRD ITB, Selasa (16/1/2024).
Adapun ketua tim pembimbing disertasi, yaitu Dr. Agus Sachari, M.Sn., dengan anggota pembimbing, yaitu Dr. Yannes Martinus Pasaribu, M.Sn. dan Dr. Komarudin Kudiya (Batik Komar).
Sementara itu, penguji terdiri atas Dr. Andryanto Rikrik Kusmara, S.Sn., M.Sn., Dr. Yan Yan Sunarya, S.Sn., M.Sn., dan Prof. Dr. Dadang Suganda, M.Hum., dari Unpad, dengan ketua sidang yaitu Prof. Dr. Yasraf Amir Piliang, M.A.
Hendhy Nansha, S.Ds., M.Sn., M.H. membawakan disertasi dengan judul “Pedati Gede Pekalangan sebagai Inspirasi Perancangan Kendaraan Hot Rod dalam Skena Kustom Kulture dengan nama Karya yaitu Cakrabuana Cart Rod”.
Pedati Gede Pekalangan menjadi salah satu saksi sejarah berdirinya Cirebon yang dibuat oleh Pangeran Cakrabuana pada tahun 1371 saka atau 1449 masehi. Roda pedati ini berdiameter sangat besar karena sering keluar masuk perkampungan dengan jalanan yang penuh tantangan, jari-jarinya berjumlah dua belas sebagai representasi banyaknya bulan dalam setahun.
Pada masanya, roda atau lingkaran merupakan penggambaran dari matahari atau sumber kehidupan. Cakrabuana Cart Rod roda belakangnya juga berukuran besar sebagai identitas Pedati Gede Pekalangan, velg-nya pun dibuat berjari-jari dengan pemahaman bahwa roda kehidupan yang akan terus berputar hingga nanti berhenti karena mati.
Selain membangun peradaban dengan pedati ini, Pangeran Cakrabuana juga berjuang dalam penyebaran Islam, menyadari wilayah Cirebon dihuni oleh para pendatang dengan berbagai latar belakang kebudayaan, maka Pangeran Cakrabuana meletakkan ornamen-ornamen dari berbagai kebudayaan tersebut. Seperti kangkungan, qilin, wadasan, burung phoenix atau hong, burung bangau butak atau kuntul Manglayang, dan juga keluenan atau motif tumbuhan sebagai bagian dari ilmu pendekatan.
Dari hasil penelitian mendalam begitulah pangeran Cakrabuana yang paham betul bagaimana cara mengambil hati orang-orang sekitarnya, hal yang sama juga berlaku saat beliau menyebarkan agamanya yaitu Islam.
Barangkali itulah salah satu penyebab akhirnya nanti muncul istilah Islam Nusantara dengan berbagai penyesuaian yang beliau lakukan terhadap orang sekitarnya yang pada masa itu mayoritas beragama Hindu Buddha. Ornamen pada pedati yang tadinya berukuran kecil dibuat mendominasi pada karya Cakrabuana Cart Rod dengan tujuan memperlihatikan poin penting dari sebuah perjuangan, perjuangan menguasai diri agar terus dapat diterima oleh sekitar.
“Cakrabuana Cart Rod mengingatkan tentang perjuangan menuju Allah, sekaligus upaya agar diterima oleh sesama,” ujar Hendhy Nansha, S.Ds., M.Sn., M.H.