Ceramah Natal Rm. Sandy SJ: Sejenak Meninggalkan Kecendekiaan dan Elitisme Kaum Intelektual

Oleh Krisna Murti

Editor Krisna Murti

Selasa sore lalu (20/12), Romo Sandyawan SJ, rohaniwan Katolik sekaligus relawan yang berjuang bersama orang-orang yang tertindas dan terpinggirkan, hadir di Aula Timur ITB. Romo Sandy –begitu panggilan akrabnya- membagikan pengalamanya untuk acara Ceramah dan Diskusi Menjelang Peringatan Natal 2004 bertemakan “Mari Kita Tingkatkan Silaturahmi, Kebersamaan, Kesediaan Berbagi, dan Kesantunan Sosial Melalui Pengembangan Kedewasaaan Spiritual Kita.” Acara ini diselenggarakan oleh Direktorat Sumber Daya Manusia – Kantor Wakil Rektor Bidang Sumber Daya ITB. Dengan segala kesederhanaannya, Romo berjubah hitam ini mengungkap sejuta nasehat yang –uniknya- dikemas dalam cerita-cerita pengalaman hidupnya bersama orang-orang yang miskin, lemah, dan tertindas. Nasehat-nasehatnya tepat mengena bagi para audiens yang adalah masyarakat intelektual ITB –kebanyakan yang hadir adalah dosen. Nasehat-nasehat beliau mengarahkan pada usaha untuk menyadarkan betapa orang-orang miskin, lemah, dan tertindas itu sering kali mampu bertahan hidup jauh diluar dugaan kaum Intelektual. “Saya pernah mengajak beberapa mahasiswa dan dosen ke TPA di Bekasi. Mereka bingung karena menurut ilmu-ilmu yang mereka dapat di kuliah, orang-orang ini seharusnya sudah mati karena penyakit atau sanitasi yang rendah. Tapi nyatanya mereka hidup!” Romo Sandy banyak mengungkap mengenai ketidakadilan yang dialami orang-orang yang miskin, lemah, dan tertindas. Dengan lugas, -dan tampak tak ada habis-habisnya- beliau terus menceritakan banyak cerita-cerita kehidupan yang mengharukan sekaligus mencengangkan (tragisnya), mulai dari peristiwa me-rumpon-kan becak, penggusuran anak jalanan, pengungsi di Aceh dan Palu, hingga desa di Mindanao, Filipia yang menjadi korban pertempuran pasukan Filipina dan Milisi Komunis. Benar-benar terlihat bahwa beliau dekat dengan banyak orang secara personal. Lewat cerita-cerita itu, Romo Sandy ingin mengajak para audiens untuk meninggalkan sejenak kecendekiaan dan elitisme kaum intelektual mereka lalu berpaling pada orang-orang miskin, lemah, dan tertindas. Romo mengkritisi pula kekuatan ekonomi sekarang ini yang mengendalikan keuatan politik, militer, teknologi, dsb sehingga membuat KKN sulit diberantas; seharusnya kekuasaan ekonomi, birokasi, militer, politik bersinergi, menciptakan “our share of life”. Untuk melawan budaya KKN, Romo Sandy menasehatkan agar kaum intelektual membiasakan diri untuk melakukan pertanggungjawaban. Di akhir ceramahnya, Romo Sandy mengutip kitab Mikha 6:8, “Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut Tuhan daripadamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?” Banyak nasehat yang diberikan Romo Sandy ditujukan bagi kaum intelektual kampus. Tampak Romo Sandy ingin menyadarkan kaum intelektual akan keadaan prihatin yang nyata dalam lingkungan-lingkungan yang tertindas dan terpinggirkan; kemudian, sejenak kecendekiaan dan elitisme kaum intelektual mereka lalu berpaling pada orang-orang miskin, lemah, dan tertindas. Dan tidak berhenti di situ saja, melainkan, merenungkan dan mengamalkan tiga hal yang disabdakan Allah dalam Mikha 6:8 itu bagi sesama kita yang lemah, miskin, dan tertindas; berbuat dan menyumbangkan ilmu dan kemampuan para intelektual bagi sesama kita itu. Selamat Natal, selamat peduli, dan selamat berbuat! krisna murti re-update 25/12/04