DÂ’Village 6th ITS: Be Unstoppable, Be Kuya Aruna ITB!

Oleh Bayu Septyo

Editor Bayu Septyo

BANDUNG, itb.ac.id - Pushing the Limits, inilah pengokoh jerih payah yang membuat Willy Wiwiek Chandra, Monica, dan Robert tetap konsisten berjuang dalam masa sulitnya pada gelaran nasional kompetisi ketekniksipilan D'VILLAGE yang diadakan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya. Pada Sabtu (26/03/16), ketiganya sukses meraih posisi Runner Up setelah membuktikan semangat juang mahasiswa Ganesha kepada lebih dari lima puluh tim seluruh Indonesia pada bidang perlombaan Tender Cup. Prestasi ini sekaligus menggenapi raihan Prodi Teknik Sipil ITB bulan ini setelah pekan sebelumnya (20/03/16) berhasil mengirimkan Daniel dan Windya sebagai Jawara dalam kompetisi desain jembatan di Nanyang Technological University (NTU).

Kami Aruna, Kami HMS, dan Kami ITB
"Nama kami Kuya Aruna ITB dan kami memiliki motto, Realizing your Vision with Us," tutur Willy optimis ketika diwawancara, Senin (28/03/16), setelah kepulangan Ia dan timnya dari rangkaian final di Grand City, Surabaya.

Telah menjadi ciri kultural bagi setiap tim kompetitor yang berasal dari Himpunan Mahasiswa Sipil (HMS) ITB menggunakan awalan "kuya" dalam nama timnya. Hal serupa juga dilakukan oleh Willy dan tim dengan menambahkan sebutan Sansekerta, Aruna, yang menyimpan arti kilauan cahaya. Bersama motto-nya, nama tersebut kian harmonis bak nama sebuah perusahaan jebolan ITB yang akan membuat nyata berbagai rencana proyek untuk masa depan Indonesia yang lebih cerah.

Namun, ungkapan pahit terselip dibalik eloknya nama tim ini. Ketiganya justru menyayangkan &pos;keabsenan' HMS ITB dalam perjuangan yang mereka lalui lantaran himpunan tersebut sedang disibukkan dengan perihal pergantian badan kepengurusan. "HMS masih sibuk jadi semua keperluan lomba kami urus sendiri," ungkap Monica. Namun begitu, ketiganya percaya jika himpunan yang menaunginya akan segera siap dan mampu mendukung penuh seluruh kompetitor-komptitor HMS yang akan datang.

"Be Unstoppable from Zero to Hero, No Matter What"

Willy dan Monica yang keduanya pernah menjadi awardee Mahasiswa Berprestasi Fakultas, bersama Robert meraih torehan juara bukan tanpa rintangan. Walaupun ketiganya selalu satu tim dan aktif mengikuti lomba, Tender Cup merupakan bidang lomba yang benar-benar baru bagi mereka. Namun demikian, terdapat satu mata kuliah terkait yang telah diambil Willy dan tim. "Kita tuh bahkan gak tau apa yang harus kita lakukan diawal, jadi kita pelajari lagi semuanya dan dapat bimbingan yang sangat membantu dari Bu Ima (Dosen MK Manajemen Konstruksi Prodi Teknik Sipil ITB, -red)," papar Willy.

Saat babak awal Tender Cup, 54 tim terdaftar diminta merespon Dokumen Lelang yang disediakan dengan Dokumen Penawaran yang memuat berbagai sub dokumen terkait. Tantangan terus berlanjut. Kuya Aruna ITB dihadapkan dengan kenyataan sebagai tim paling junior dibanding kompetitor dari Prodi Teknik Sipil ITB lainnya, Kuya Abiyasa Gayatri dan Kuya Rebuild Construction. Jadwal yang lebih padat dan jam terbang yang lebih rendah sempat membuat Kuya Aruna ITB berkecil hati.


Setelah melalui proses Aanwijzing, semua peserta harus merampungkan seluruh sub dokumen dalam Dokumen Penawaran.  "Ketika itu kami berpikir kalau ini tuh sudah 50% dan ada aturan lomba, walaupun kita sudah mengumpulkan semuanya tapi kalau ada bagian yang belum rampung atau kurang lengkap ya didiskualifikasi sepenuhnya. Jadi kalau mau nyerah, mundur sekalian, dan sebaliknya. Gak ada alasan untuk setengah-setengah," terang Willy.

Saat itulah Kuya Aruna ITB bertaruh menghantamkan kerja kerasnya pada seluruh tembok batasan yang ada. Mereka tidak lagi berkompromi pada hambatan, sehingga semua rasa tertekan dan khawatir berubah menjadi rasa lelah akibat berjuang. Pucuk dicinta ulam pun tiba, pada pengumuman selanjutnya, rasa lega menghampiri ketiganya. Kuya Aruna ITB tercatat menduduki peringkat dua sekaligus  sebagai satu-satunya tim ITB yang berhasil melenggang ke babak final dari seluruh 33 tim terdaftar yang berhasil merampungkan Dokumen Pengadaan. Mereka bersama empat tim lainnya seluruh Indonesia tergabung dalam The Big Five untuk selanjutnya diminta mempersiapkan presentasi yang akan diberikan untuk para Juri di Surabaya. "Ternyata, batasan itu masih bisa kita paksakan ya. Kita kerjain, eh ternyata bisa juga!" ucap Willy.

Kita Siap dan Kita Saling Menguatkan

Kisah menarik kembali berlanjut dari Robert. Ketika ketiganya bertolak dari Jakarta menuju Surabaya untuk mengikuti perhelatan final, lanjut Robert, Kuya Aruna ITB masih harus memperbaiki material presentasi yang akan ditampilkan. Alih-alih tiba di Surabaya dengan cepat untuk menyiapkan semuanya, ketiganya justru mendarat di Bali karena pesawat yang ditumpanginya mengubah rute transit. "Bukannya sampai di Surabaya, malah landing di Bali dulu jam 2 pagi dengan kondisi belum memperbaiki presentasi apalagi latihan mempresentasikannya." cerita Robert bingung.

Namun, dengan mental juara, Kuya Aruna ITB selalu siap dengan berbagai kemungkinan. Setelah beralih dan mendarat di Surabaya barulah mereka menyempatkan diri berlatih dengan bahan presentasi yang sudah dirampungkan sebelum akhirnya tidur untuk beberapa jam. Ketika pagi harinya berangkat dan menghadiri lokasi presentasi, ketiganya kaget bukan main ketika tahu undian yang mereka peroleh adalah nomor urut pertama. "Eh, tapi ya harus siap dan senengnya juga materi yang semalam masih nempel".

Posisi Runner Up yang mereka dapatkan hari itu menunjukkan bahwa berbagai batasan selalu ada begitupun kesempatan melaluinya, asalkan selalu siap dan berani. Semua kematangan mereka lebur dalam satu ikatan kerjasama yang saling menguatkan. Kuya Aruna ITB telah membuktikan hal lainnya  yang juga dan akan terus perlu bagi setiap insan Ganesha ITB, sekali teman tetap teman.  "Kalau buatku, dari semua perjuangan kita, aku jadi tahu ternyata begini artinya teamwork bagi kita," tutur Monica.