Dekan FITB ITB Tekankan Pentingnya Risiko dan Mitigasi Bencana Gempa
Oleh Anggun Nindita
Editor Anggun Nindita
BANDUNG, itb.ac.id – Mata Kuliah KU-4078 Studium Generale (SG) kembali diadakan pada semester II Tahun Ajaran (TA) 2023/2024. Pertemuan pertama Studium Generale diselenggarakan Rabu (7/2/2024) di Aula Barat, ITB Kampus Ganesha, Bandung.
Dalam kesempatan ini, Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB), Prof. Dr. Irwan Meilano, S.T., M.Sc., menyampaikan materi bertajuk "Gempa Bumi dan Potensi Kebencanaan 2024".
Berkaca dari kejadian gempa bumi Sumedang pada akhir 2023 lalu, Prof. Irwan membahas lebih lanjut mengenai potensi gempa di wilayah Sumedang dan sekitarnya. Termasuk soal penyebab gempa bumi yang erat dikaitkan dengan pergerakan Sesar Cileunyi-Tanjungsari.
"Segmen utara capable untuk menghasilkan gempa 6.0, segmen selatan itu 6.1. Tetapi sangat mungkin untuk kedua segmen itu menghasilkan sebuah gempa yang magnitudonya di atas, bisa melebihi 6.5," ungkapnya.
Meski begitu, terkait dengan penyebab pasti gempa yang terjadi di Sumedang, pihaknya menyatakan masih perlu melakukan penelitian lebih lanjut. "Kita masih perlu waktu untuk menjawab pertanyaan apakah sumber gempa tersebut berasal dari segmen utara Cileunyi-Tanjungsari atau sumber gempa yang berbeda," tuturnya.
Dalam konteks mitigasi risiko gempa, Prof. Irwan Meilano menekankan pentingnya menerapkan standar ketahanan gempa dalam desain dan konstruksi bangunan. Menurutnya kaidah-kaidah tentang struktur bangunan yang baik perlu mulai diterapkan. Termasuk sosialisasi dini mengenai potensi bencana.
Selain itu, beliau pun mengatakan pentingnya inklusi pendidikan mengenai mitigasi bencana. Prof. Irwan menyatakan bahwa pendidikan tentang mitigasi bencana bisa dimasukkan ke dalam aktivitas di luar sekolah, namun tetap berkaitan dengan kurikulum yang ada.
“Tapi knowledge tersebut dimasukan ke dalam aktivitas non-kurikuler jadi siswa bisa memahaminya. Itu menurut saya strategi yang paling efektif," paparnya.
Salah satu caranya, jelas Prof. Irwan, adalah dengan mengajak stakeholder yang lebih luas dan memanfaatkan komunitas. Terlebih, di Bandung Raya kini telah banyak komunitas berbasis budaya, agama, dan minat khusus. Potensi ini bisa dimanfaatkan untuk sosialisasi pemahaman risiko bencana. Hal ini penting karena kesiapan menghadapi bencana alam seperti gempa bisa mengurangi risikonya.
"Guncangan tidak selalu berarti bencana dan kerugian, tergantung pada kesiapan. Terkait kesiapan bangunan, dilansir dari laman berikut, Badan Standardisasi Nasional (BSN) Indonesia sebenarnya telah menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) misalnya mengenai kriteria dasar yang harus terpenuhi, termasuk beban, tingkat risiko, kriteria terkait, dan target kinerja yang diestimasikan untuk bangunan, struktur lainnya, dan komponen non-struktural sesuai dengan peraturan bangunan," jelasnya.
Lebih jauh lagi, Prof. Irwan mengharapkan bahwa pembangunan konstruksi tahan gempa menjadi concern bersama. Beliau melihat bahwa beberapa bangunan yang rusak oleh gempa Sumedang belum menerapkan kaidah struktur bangunan yang baik, serta belum mencakup struktur penahan guncangan baik pada dinding maupun pondasinya.
“Itu yang menurut saya salah satu PR besar kita untuk meningkatkan literasi masyarakat, termasuk literasi dari pengambil kebijakan. Maka, inilah tugas kami dari sektor pendidikan yang lebih bekerja keras meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai literasi dan pentingnya memahami hal yang mendasar mengenai mitigasi bencana,” tutupnya.
Reporter: Ayesha Lativa Mafaza (Teknologi Pascapanen, 2021)