Smart City di Indonesia, Apakah Kotanya yang Cerdas atau Penduduknya?

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id — Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Dr. (HC) Ir. Suharso Monoarfa menjadi pembicara kunci dalam pembukaan Kegiatan Riset dan Rating Transformasi Digital dan Kota Cerdas Indonesia Tahun 2021, Senin (2/8/2021).

Alumni Teknik Planologi ITB, ’74 itu menjadi pembicara kunci pertama dalam pembukaan kegiatan Riset dan Rating Transformasi Digital dan Kota Cerdas Indonesia (RTDI dan RKCI) 2021. RTDI dan RKCI 2021 merupakan kegiatan pengukuran implementasi konsep kota cerdas di Indonesia yang akan digunakan sebagai bahan evaluasi dan masukan dalam rangka memajukan perkembangan kota di Indonesia.

Sebagai Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso mengawali pemaparannya tentang perencanaan pembangunan smart city dan transformasi digital dengan satu pertanyaan besar, “Ketika ingin membangun kota cerdas, apakah kotanya yang cerdas, penduduknya yang cerdas, atau interaksi antara kota dan penduduknya yang cerdas, serta kecerdasan apa yang ingin dihadirkan?”

Dia menekankan bahwa segala instrumen smart city, seperti digitalisasi, berakar dari pelaku dan hal yang membuat sebuah kota dikatakan cerdas. Adapun digitalisasi merupakan bagian dari redesain transformasi ekonomi Indonesia yang inklusif dan berkelanjutan. Penyusunan enam strategi transformasi ekonomi dari berbagai aspek dilakukan untuk menyongsong cita-cita Indonesia maju sebelum 2045.

Smart city tidak hanya dibentuk oleh kecerdasan kota, tetapi juga manusia yang hidup di dalamnya,” tutur Suharso dalam pemaparannya.

Di sisi infrastuktur penunjang digitalisasi, Indonesia menjadi konsumen produk digital yang luar biasa, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal dalam rangka digitalisasi ekonomi. Selain itu, Indonesia menjadi negara pengguna internet tertinggi keempat di dunia. Penggunaan internet terbesar di Indonesia berada di sektor media sosial dan belanja online dengan nilai transaksi retail e-commerce meningkat pesat, terutama pada 2020 dan 2021 akibat pandemi. Akan tetapi, maksimalisasi penggunaan infrastuktur digitalisasi masih perlu ditingkatkan di Indonesia bagian timur dan tengah, terutama di daerah terdepan, terpencil, dan tertinggal (3T).

Suharso mengatakan bahwa pendidikan awal terhadap sumber daya manusia merupakan titik terpenting dalam transformasi digital. Oleh karena itu, berbagai upaya pengenalan kemajuan teknologi kepada generasi muda perlu dilakukan dalam rangka mencapai transformasi digital dan mendukung konsep smart city.

Transformasi digital, termasuk perencanaannya, juga terangkum dalam lima arahan Presiden Joko Widodo, sehingga Indonesia diharapkan bisa berdaulat dalam transformasi digital, tidak sekadar menjadi konsumen. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah integrasi situs dan aplikasi pemerintahan melalui satu data Indonesia serta pembangunan infrastruktur penunjang digitasi di berbagai desa di seluruh Indonesia.

Sifat kota yaitu memberikan pelayanan maksimal bagi penduduknya. Salah satu bentuk interaksi dan transaksi antara pemerintahan kota dan masyarakat kota adalah pelayanan publik. Dengan pelayanan publik yang maksimal, masyarakat kota bisa beraktivitas dengan tingkat produktivitas tinggi. Lebih lanjut, hasil produktivitas masyarakat kota bisa kembali memberi manfaat kepada kota. Oleh karena itu, dibutuhkan kota cerdas dengan sistem dan pendekatan infrastruktur penunjang yang terintegrasi dan efektif.

Adapun enam pendekatan cerdas pada infrastruktur penunjang, antara lain smart transportation, smart building, smart water, smart energy, smart waste management, dan smart services. Keberadaan smart infrastructure merupakan dasar smart governance yang juga merupakan bagian dari smart city.

“Ujung dari ini (strategi smart city) adalah sustainability terhadap penduduk, bumi, dan menghasilkan kesejahteraan warga. Smart city tidak selamanya dimulai dengan kapasitas pembangunan infrastuktur digital yang luar biasa. Yang paling penting dalam smart city adalah seberapa besar tingkat kenyamanan penduduk, seberapa besar penduduk merasa terlayani dengan baik, serta apakah benar-benar pemerintahan memberikan respons yang diharapkan oleh masyarakat,” tutup Suharso dalam pemaparannya.

Reporter: Mirmanti Cinahya Winursita (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2019)