Memperingati Hari Bipolar Sedunia: Kesadaran, Tantangan, dan Dukungan di ITB

Oleh Syabina Er Said - Mahasiswa Teknik Dirgantara, 2020

Editor M. Naufal Hafizh, S.S.

Ilustrasi Penyintas Bipolar. (Freepik)

BANDUNG, itb.ac.id — Dalam rangka memperingati Hari Bipolar Sedunia yang jatuh pada 30 Maret, penting bagi sivitas akademika Institut Teknologi Bandung (ITB) meningkatkan kesadaran mengenai gangguan bipolar. Gangguan ini bukan sekadar perubahan suasana hati biasa, melainkan kondisi serius yang membutuhkan pemahaman dan dukungan dari lingkungan sekitar. Dra. Isriana, Psikolog dari Bimbingan Konseling (BK) ITB yang berada di bawah Direktorat Kemahasiswaan (Ditmawa) ITB, berbagi wawasan mengenai kesadaran mahasiswa terhadap kesehatan mental serta tantangan dan dukungan yang tersedia bagi penyintas bipolar

Menurut Dra. Isriana yang akrab disapa Bu Ira, faktor utama yang memengaruhi kesehatan mental mahasiswa ITB adalah tekanan akademik yang tinggi, ekspektasi dari lingkungan, serta kurangnya dukungan emosional. Sayangnya, kesadaran mahasiswa ITB terhadap pentingnya kesehatan mental masih bervariasi. Meskipun sudah ada peningkatan, masih terdapat stigma dan pemahaman yang kurang mengenai isu-isu kesehatan mental, termasuk penyintas bipolar.

Gangguan bipolar ditandai dengan perubahan suasana hati yang ekstrem, mulai dari fase mania (hiperaktif, impulsif, dan euforia berlebihan) hingga fase depresi (kesedihan mendalam, kehilangan minat, dan kelelahan). Di ITB, BK sering menangani mahasiswa yang mengalami kondisi ini, tetapi terdapat tantangan besar dalam proses pendampingan. Salah satu kendala utama adalah kecenderungan mahasiswa untuk melakukan self diagnose berdasarkan informasi dari media sosial. Hal ini dapat mengarah pada kesalahpahaman tentang bipolar disorder dan bahkan memperburuk kondisi mahasiswa tersebut.

Bu Ira juga menekankan pentingnya membedakan antara stres akademik biasa dengan gejala bipolar. “Jika seseorang mengalami mood swing yang ekstrem hingga mengganggu kehidupan sehari-hari dan sulit dikendalikan, itulah saatnya untuk mencari bantuan profesional,” ujarnya saat diwawancarai di platform Zoom, Rabu, 26 Maret 2025.

ITB juga menyediakan berbagai layanan untuk mendukung kesehatan mental mahasiswa. Beberapa di antaranya meliputi:

• Pendamping Sebaya: Mahasiswa dapat berbagi perasaan dan mencari dukungan dari pendamping sebaya yang telah mendapat pelatihan dari BK ITB. Mahasiswa dapat mengakses melalui tautan: linktr.ee/pendampingsebaya25.

• Konseling dengan Dosen Konselor: Beberapa fakultas memiliki dosen yang telah dilatih untuk memberikan bimbingan mengenai kesehatan mental.

• Layanan Bimbingan Konseling: Mahasiswa dapat mengakses layanan profesional dari laman https://kemahasiswaan.itb.ac.id/bk/ untuk mendapatkan pendampingan lebih lanjut.

Untuk mahasiswa dengan gangguan bipolar, meskipun belum ada program spesifik, pendekatan yang dilakukan bersifat individual dan berbasis kebutuhan masing-masing mahasiswa. Selain itu, BK ITB memiliki kerja sama dengan beberapa rumah sakit seperti Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat di Kolonel Masturi KM 7 Bandung Barat, Klinik Utama Grha Atma jalan Riau 11 Kota Bandung, dan RSUD Arjawinangun Cirebon jalan By Pass Palimanan Jakarta KM.2 No.1, Kebonturi.

Wawancara dengan Dra. Isriana, Psikolog.

Salah satu tantangan terbesar dalam menangani kesehatan mental adalah stigma yang melekat pada gangguan bipolar. Bu Ira menekankan bahwa edukasi harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan tren self diagnose. Oleh karena itu, ITB lebih fokus pada kampanye kesehatan mental secara umum, dengan pesan utama bahwa mencari bantuan profesional adalah langkah terbaik.

Selain itu, lingkungan kampus juga dapat berperan dalam menciptakan atmosfer yang lebih inklusif. Mahasiswa bisa mendukung teman yang mengalami bipolar dengan cara menunjukkan empati, mengajak mereka beraktivitas bersama, dan tidak memberikan label negatif.

BK ITB mengajak seluruh mahasiswa untuk lebih peduli terhadap kesehatan mental mereka sendiri dan orang-orang di sekitar mereka. Jika memiliki teman yang mengalami bipolar disorder, cara terbaik untuk membantu adalah dengan mendengarkan tanpa menghakimi, memberikan dukungan emosional, dan mendorong mereka untuk mendapatkan bantuan profesional jika diperlukan.

Bu Ira juga berharap ITB dapat terus meningkatkan perhatian dan kebijakan terkait kesehatan mental mahasiswa. “Kesehatan mental itu sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Mari bersama-sama menciptakan lingkungan yang lebih peduli dan suportif,” tuturnya.

Hari Bipolar Sedunia menjadi momen yang tepat untuk merefleksikan pentingnya dukungan terhadap kesehatan mental di lingkungan akademik. Dengan edukasi yang lebih luas dan sistem dukungan yang lebih baik, mahasiswa penyintas bipolar di ITB bisa mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan untuk menjalani kehidupan akademik yang lebih seimbang dan sehat.

Reporter: Syabina Er Said (Teknik Dirgantara, 2020)

#bipolar #kesehatan mental #bimbingan konseling itb #bk itb #hari bipolar sedunia