Transformasi Kesehatan Nasional Lewat Ketahanan Bidang Kefarmasian: Sudah Sejauh Mana Kemandirian Indonesia?

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id — Sekolah Farmasi ITB kembali menghadirkan acara Advisory Board Sharing Session ke-4 dengan tema “Rencana Kemenkes untuk Kemandirian Kefarmasian di Indonesia” pada Sabtu (21/5/2022). Pembicara dalam acara tersebut adalah Drs. apt. Bayu Teja Muliawan, M.Pharm, MM., selaku Kepala Biro Keuangan dan Barang Milik Negara Kementerian Kesehatan RI. Ketua KK Farmakologi-Farmasi Klinik Sekolah Farmasi ITB, Dr. apt. Kusnandar Anggadiredja juga hadir dalam sesi webinar tersebut sebagai moderator.

Dalam mengawali webinar tersebut, Bayu menjelaskan bahwa visi Kementerian Kesehatan adalah terciptanya manusia yang sehat, produktif, mandiri, dan berkeadilan. Visi ini kemudian dirinci kembali implementasinya di dalam rencana strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun 2020-2024. Kementerian Kesehatan berkomitmen untuk melakukan transformasi sistem kesehatan melalui enam pilar penopang kesehatan Indonesia, diantaranya adalah:

1. Transformasi layanan primer
2. Transformasi layanan rujukan
3. Transformasi sistem ketahanan kesehatan
4. Transformasi sistem pembiayaan kesehatan
5. Transformasi SDM kesehatan
6. Transformasi teknologi

Untuk aspek yang dibahas pada webinar tersebut yaitu farmasi dan alat kesehatan, masuk pada pilar ke-3 transformasi sistem ketahanan kesehatan. Pilar ke-3 ini dibagi lagi menjadi dua kegiatan pokok yaitu meningkatkan ketahanan sektor farmasi dan alat kesehatan, serta memperkuat ketahanan tanggap darurat. Selanjutnya, pembahasan fokus pada kegiatan pokok pertama yaitu ketahanan sektor kefarmasian. Bayu menambahkan bahwa di Indonesia sendiri, sektor farmasi masih didominasi produk impor.

“Saat ini sektor farmasi masih didominasi impor, meskipun 200 lebih industri farmasi kita dari PMDN, PMA, dan BUMN sudah sangat baik. Sekitar 95% sudah merupakan industri formulasi, artinya sudah diformulasikan dalam negeri,” jelasnya di tengah sesi webinar.

Keterangan ini didukung dengan data ketergantungan impor bahan baku obat dalam negeri yang mencapai angka 90%. Belanja kesehatan juga masih didominasi impor, dengan total 88% transaksi alat kesehatan yang tercatat di e-catalogue merupakan produk impor. Di lain sisi, dana penelitian dan pengembangan masih sangat rendah, yaitu sekitar 0,2% dari total GDP Indonesia. Meskipun begitu, strategi kemandirian farmasi hingga tahun 2024 di bidang vaksin, obat, dan alat kesehatan didorong untuk selalu mengalami pertumbuhan. Situasi pandemi turut membawa dampak positif dalam percepatan target pertumbuhan ini.

“Tanpa disadari, ternyata pandemi juga membawa hikmah, banyak penelitian dari kita dalam hal pengembangan vaksin saat pandemi. Penyediaan alat kesehatan juga meningkat pesat,” tutur Bayu.

Dampaknya, beberapa kegiatan impor alat kesehatan di-stop karena sudah berhasil diadakan dari dalam negeri. Dari 34,5% produk obat impor, 11,8% di antaranya dapat disubstitusi dengan produksi dalam negeri yang didorong untuk mendapat prioritas penggunaan. Hal ini tentu merupakan sebuah pertanda baik bagi ketahanan kefarmasian dalam negeri yang harus terus dipertahankan.

Indikator terciptanya sistem kesehatan yang tangguh merupakan bagian dalam rencana strategis Kementerian Kesehatan sehingga menjadi tanggung jawab bersama. Sebagian target telah tercapai, sedangkan sebagian lainnya masih dalam proses pengupayaan hingga tahun 2024.

Reporter: Hanifa Juliana (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2020)