Dies Natalis ke-38 UKM ITB: Gelora Kesenian Minang, Inspirasi Perempuan Indonesia
Oleh Nida Nurul Huda
Editor Nida Nurul Huda
Pergelaran Seni ini merupakan salah satu rangkaian acara "Minangkabau Rhapsody", tema yang secara keseluruhan diusung oleh UKM ITB. Pagelaran ini merupakan kolaborasi tari, drama, dan musik khas MInang. Beberapa rangkaian acara yang lain antaranya Final Action for Minangkabau, Talkshow dan Launching Buku, dan UKM Gathering.
Suasana kental khas ranah Minang, itulah yang pertama kali dirasakan penonton yang memasuki pelataran Sabuga. Memasuki Auditorium, penonton disambut oleh tari Galombang Pasambahan yang merupakan ungkapan rasa hormat terhadap tamu undangan.
Pergelaran dilanjutkan dengan drama klasik berjudul Siti Palito. Drama ini terinspirasi dari kisah perjuangan seorang wanita Minang yang menjadi pahlawan di negerinya, Siti Manggopoh. Alkisah, terdapat sebuah negeri yang dulunya damai dan sejahtera bernama Manggopoh. Namun negeri itu berubah setelah Rajo Kuaso menguasai dan menjajah rakyat Manggopoh. Siti dan suaminya, Magek, merasa tidak tahan dengan apa yang terjadi dengan rakyatnya, merasa bertanggung jawab Siti dan Magek ingin membebaskan negerinya dari penjajahan.
Magek yang terlebih dahulu turun ke medan perang berharap dapat mengalahkan Rajo Kuaso ternyata gugur. Hal tersebut membuat Siti bimbang, maju mempertaruhkan nyawa atau diam membiarkan rakyatnya tertindas. Akhirnya Siti Palito maju ke medan perang, hal tersebut membuat Negeri Manggopoh terbebas dari cengkraman Rajo Kuaso, walaupun Siti akhirnya gugur. Pesan yang ingin diangkat dalam drama ini tak lain ingin membuktikan bahwa wanita bisa menjadi pahlawan yang memerdekakan sebuah negeri.
Apa yang membuat berbeda drama tersebut dikemas dengan lawakan-lawakan yang berhasil membuat penonton tergelak. Banyaknya interaksi dengan penonton membuat sajian cerita lebih menyenangkan. Dan hal itu membuat pesan moral dalam drama mudah tersampaikan. Dalam setiap scene, diselipkan tarian-tarian Minangkabau. Tarian tersebut diantaranya, Randai, Lenggang Bagurau, Sarampang 12, Saputangan, Jarak Kambang, dan Piriang. Randai yang ditampilkan berkali-kali dengan variasi yang berbeda-beda tak henti-hentinya membuat riuh penonton akibat suara unik yang dihasilkan dari perpaduan tepuk tangan, badan dan galambuak (celana khusus untuk penari Randai).
Pergelaran ditutup dengan tari Piriang, yang berhasil membuat penonton menjerit dengan atraksi ekstrem para penari menginjak dan memecahkan piring. Pagelaran ini terbilang sukses dan mampu mengobati rasa kangen penonton akan ranah Minang selama berada di perantauan.