Dies Natalis ke-51 Maha Gotra Ganesha: Campuhaning Rasa

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana

BANDUNG, itb.ac.id—51 tahun sudah Maha Gotra Ganesha (MGG) melestarikan kebudayaan Bali di lingkungan ITB sejak 1971. Setiap tahunnya, MGG merayakan dies natalis yang diisi dengan pertunjukan kebudayaan Bali. Bagaimanapun, dies natalis MGG kali ini terasa spesial, karena tahun ini MGG dapat kembali melaksanakan perayaan dies natalis di Teater Tertutup Dago Tea House pada Minggu (20/11/2022).

Dies natalis kali ini dibawakan dengan tema “Campuhaning Rasa” dari kata “Campuhaning” yang berarti kolaborasi, dan “Rasa” yang mendasari kreasi cipta budaya dan seni manusia. Tema ini dipilih karena sesuai dengan tujuan MGG sebagai wadah kolaborasi berkesenian Bali tanpa memandang asal daerah, suku, dan ras.

Acara dibuka dengan pertunjukan tetabuhan yang membawakan Tabuh Telu Gajah Nongklang, sebuah tetabuhan yang erat kaitannya dengan keharmonisan dan acap kali digunakan sebagai tabuh pembukaan. Pertunjukan dilanjutkan dengan Tari Puspawresti yang bermakna sebagai tari penyambutan tamu oleh pemuda-pemudi, yang pada kesempatan ini direpresentasikan oleh anggota aktif MGG.

Tak hanya entitas ITB yang diundang menghadiri dies natalis kali ini, namun juga entitas konservasi kebudayaan. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung Arief Syarifudin menyatakan, “Ini (dies natalis MGG) menunjukkan bahwa seni pertunjukan sudah menggeliat lagi,” ujarnya.

Hal unik yang ditampilkan pada dies natalis kali ini adalah pertunjukkan seni suara disamping seni tari dan tabuh. Pada kesempatan kali ini, diperkenalkan jingle Maha Gotra Ganesha dan Festival Tari Bali (FTB) ITB sebagai pemacu semangat anggota MGG dalam berkreasi dan peserta FTB dalam berkompetisi. Seni suara juga dianggap mampu menambah taraf kesenian seni musik dalam kesenian Bali disamping seni tabuh dan karawitan.

Puncak acara ditandai dengan persembahan sendratari “Bali Cina Cintamani”, sebuah adaptasi cerita rakyat Bali “Legenda Dalem Balingkang” mengisahkan sejarah hubungan Kerajaan Bali dan Tiongkok, yang kali ini disuguhkan sebagai roman.

Sendratari ini mengisahkan kisah cinta antara Raja Bali Sri Jaya Pangus dan Putri Tiongkok Kang Cing Wie, disuguhkan dengan penggabungan budaya Bali dan Tiongkok yang dapat dilihat dari variasi pakaian prada dan hanfu yang dikenakan oleh para pemain.

“Kisah ini pula yang menceritakan sejarah pembangunan sendi-sendi perekonomian Bali zaman dahulu serta awal kolaborasi budaya Bali dengan budaya asing, sesuai dengan tema Campuhaning Rasa,” ungkap Ketua Pelaksana Dies Natalis MGG ke-51 I Putu Ferry Wistika.

Reporter: Ananta Muji (Sistem dan Teknologi Informasi, 2019)

Foto: Dok. Maha Gotra Ganesha