Diskusi Panel STEI: Rencana Strategis Pemanfaatan Teknologi Telematika bagi Kemajuan Bangsa

Oleh Krisna Murti

Editor Krisna Murti

Rabu, 8 Februari 2006, Sekolah Tinggi Elektro dan Informatika ITB menyelenggarakan diksusi panel bertajuk "Rencana Strategis Pemanfaatan Teknologi Telematika bagi Kemajuan Bangsa". Diskusi Panel yang dipimpin oleh Dr. Armein Z Langi ini dilatarbelakangi oleh kemajuan teknologi telematika Indonesia yang belum diimbangi dengan regulasi yang memadai. Alahsil, menimbulkan benturan antara pencipta, penyedia layanan, pemerintah, maupun masyarakat. Karena hal ini pula, kemajuan teknologi telematika menjadi lambat; Indonesia tertinggal jauh oleh negara-negara lain -bahkan kalah oleh Vietnam. Hadir sebagai pembicara adalah Budi Raharjo, dosen STEI ITB; Adry Tanuwijaya, praktisi bisnis; dan Bayu Seto Hardjowahono, dosen Hukum Universitas Parahyangan. Budi Raharjo, selaku dosen STEI ITB turut menjadi praktisi perkembangan teknologi telematika Indonesia. Budi memaparkan kondisi perkembangan telematika dunia dan dibandingkan dengan perkembangan telematika Indonesia. Tampak adanya ironi di mana di Indonesia perkembangan telematika dan bisnis berbasis telematika lambat muncul. Adry Tanuwijaya memberikan sharing mengenai pengalamannya sebagai orang pertama yang memanfaatkan teknologi VoIP sebagai bisnis di Indonesia. Namun, usahanya terhenti karena digrebek oleh Polisi dan PT Telkom; Adry bahkan sempat mendekam di penjara. Saat itu memang hukum bisnis berbasiskan VoIP belum ada; alumni Departemen Teknik Elektro ini sendiri merasakan bisnisnya dihentikan dengan tidak pantas hanya karena dianggap 'menyaingi BUMN telekomunikasi'. Sementara itu Bayu Seto mengungkap beberapa kelemahan hukum di Indonesia, termasuk di antaranya: banyak hukum di Indonesia yang sengaja dibuat 'abu-abu', banyak loophole-nya sehingga dapat diintrepretasikan demi kepentingan kelompok tertentu. Diakui oleh Bayu di Indonesia banyak hukum menjadi pemacung kreativitas dan menjadi ancaman perkembangan teknologi. Ironis. Baginya harus ada komitmen nasional, berupa political will yang kuat dari pengambil kebijakan Indonesia agar membuat peraturan yang adaptif terhadap perkembangan teknologi. Memang diperlukan hukum yang represif dan sensitif terhadap teknologi tertentu demi pertahanan dan keamanan bangsa. Namun, di lain pihak, tetap diperlukan hukum yang mengapresiasi, melindungi, dan mendukung perkembangan teknologi.