Diskusi Virtual: Mengantisipasi Perubahan Lanskap Antariksa dan Ancaman pada Keamanan dan Pertahanan

Oleh M. Naufal Hafizh

Editor M. Naufal Hafizh

BANDUNG, itb.ac.id – S. ASEAN International Advocacy and Consultancy (SAIAC) dan Institut Teknologi Bandung (ITB) menggelar diskusi virtual bertajuk "Mengantisipasi Perubahan Lanskap Antariksa dan Ancaman pada Keamanan dan Pertahanan" melalui Zoom, Jumat (15/3/2024). Kegiatan ini bertujuan meningkatkan kesadaran atas pesatnya perubahan lanskap antariksa serta beragam risiko dan kerentanan yang perlu diantisipasi guna memastikan Indonesia dapat menerima manfaat dari perubahan tersebut.

Kegiatan dibuka dengan sambutan dari CEO and President, SAIAC and ThinkGroups Space and Satellites, Shaanti Shamdasani, dan Dekan Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD) ITB, Prof. Dr. Ir. Tatacipta Dirgantara IPM, ASEAN Eng. Acara tersebut dimoderatori Dr. Agung Harsoyo, S.T., M.Sc., M.Eng. dari Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB.

Pada awal diskusi, Dr. Yazdi Ibrahim Jenie, S.T., M.T. dari FTMD ITB menjelaskan perubahan lanskap keantariksaan, termasuk peraturan-peraturan terkait yang dikeluarkan pemerintah Indonesia. Regulasi ini mencakup Rencana Induk Penyelenggaraan Keantariksaan 2016-2040, yang menyoroti penguasaan teknologi antariksa seperti roket, satelit, dan aeronotika. Perubahan lanskap antariksa, terutama dalam Space Economic, juga dibahas, dengan peran pemerintah yang terdistruksi oleh perusahaan swasta seperti SpaceX milik Elon Musk, yang menjadi tren dengan munculnya startup keantariksaan. Pemaparan ini dilanjutkan dengan pengenalan mengenai peta jalan Pusat Sains, Teknologi, dan Inovasi Antariksa (PSTIA) yang dibentuk oleh ITB.

Penjelasan peta jalan PSTIA ITB oleh Dr. Yazdi Ibrahim Jenie, S.T., M.T.

Selanjutnya, Dr. Bambang Setia Nugroho, mewakili Fakultas Teknik Elektro, Universitas Telkom memaparkan Komunikasi Satelit di Era Luar Angkasa Baru. Satelit tidak hanya berfungsi sebagai relay, tetapi juga memungkinkan penerapan teknologi inovatif. Beliau menyoroti peningkatan pengembangan konstelasi besar satelit Low Earth Orbit Satellite (LEO) yang dapat memberikan layanan broadband throughput tinggi dengan latensi rendah. Harapannya, konektivitas satelit ini akan memungkinkan akses bagi komunitas yang belum terlayani dan kurang terlayani.

Adapun Prof. Andriyan Bayu Suksmono, M.T., Ph.D., dari Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB menyajikan gagasan tentang satelit kuantum dan distribusi kunci kuantum dengan satelit.

Beliau menjelaskan bahwa dalam menghadapi kemajuan komputer kuantum, perlindungan data melalui kriptografi kuantum menjadi semakin penting menyoroti keunggulan komputer kuantum dalam memecahkan algoritma lebih cepat, seperti yang diungkapkan dalam konteks kriptografi RSA yang berbasis faktorisasi integer. Beliau menekankan perlunya kriptografi yang tahan terhadap serangan komputer kuantum, dengan menyebutkan Quantum Key Distribution (QKD) sebagai salah satu solusinya.

Sementara itu, Prof. Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, S.H., M.H. dari Fakultas Hukum, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, menyampaikan perspektifnya mengenai kontrol atas militerisasi antariksa. Beliau menyoroti perkembangan teknologi antariksa dan potensinya dalam kepentingan militer, serta kewenangan lembaga untuk mengendalikan militerisasi antariksa.

Dalam diskusi ini, Dr. Robertus Heru Triharjanto B.Eng., M.Sc. sebagai kepala Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memaparkan teknologi yang mengubah lanskap antariksa serta upaya untuk mengantisipasinya. Indonesia, sebagai negara bebas aktif, tidak memiliki sekutu dan hal ini memiliki dampak yang signifikan mengingat negara-negara yang menguasai teknologi antariksa memiliki keunggulan strategis. Oleh karena itu, untuk mengembangkan teknologi antariksa, BRIN berupaya menguasai teknologi kunci tersebut, salah satunya melalui pengembangan satelit. Sebagai contoh, Nusantara Satellite Constellation merupakan salah satu inisiatif yang memungkinkan Indonesia untuk memiliki aset antariksa sendiri. Dengan adanya satelit ini, Indonesia dapat melakukan berbagai kegiatan seperti perhitungan luas sawah, inventarisasi hutan, pemantauan kebakaran hutan, peta potensi bencana, serta pemetaan skala rinci.

Selanjutnya, Ketua National Air and Space Power Center of Indonesia (NASPCI), Marsekal Pertama TNI Dr. Penny Radjendra, S.T., M.Sc., M.Sc. turut memberikan penjelasan mendalam mengenai lanskap keamanan dan pertahanan di antariksa. Beliau menyebutkan tentang adanya space race kontemporer yang melibatkan kontestasi antara tiga negara utama dalam bidang antariksa. Konsep counter space atau kontra antariksa pun muncul sebagai upaya untuk mengontrol dan/atau menangkal satelit, termasuk perkembangan senjata Anti Satellite Weapons (ASAT). Di tengah dinamika ini, Indonesia sebagai pionir di Asia Tenggara dalam bidang antariksa, dihadapkan pada berbagai tantangan yang memerlukan kesadaran situasional yang tinggi dan kerja sama antar stakeholders.

Sebagai penutup, Laksamana Pertama TNI Dr. Arif Harnanto, S.T., M.Eng. dari Badan Instalasi Strategis Pertahanan, Kementerian Pertahanan Republik Indonesia memberikan penjelasan mengenai perubahan lanskap antariksa dari perspektif pertahanan dan keamanan. Beliau menyoroti tentang ancaman satelit dan militerisasi ruang angkasa yang telah menjadikan ruang angkasa sebagai satu domain peperangan dan aset strategis untuk melindungi kepentingan nasional. Beliau menekankan pentingnya pemerintah dan seluruh stakeholder untuk secara proaktif mengembangkan strategi, meningkatkan kesadaran situasional ruang angkasa, serta bekerja sama guna memanfaatkan ruang angkasa untuk kepentingan sipil dan pertahanan.

Dari paparan-paparan tersebut, diskusi virtual ini menyajikan gambaran komprehensif mengenai perubahan lanskap antariksa, serta tantangan dan upaya untuk mengantisipasinya. Para pembicara sepakat bahwa kolaborasi lintas sektor menjadi kunci dalam menjawab tantangan kompleks terkait antariksa, baik dalam bidang teknologi, keamanan, maupun pertahanan.

Reporter: Syabina Er Said (Teknik Dirgantara 2020)