Dorong Kesadaran Energi Terbarukan, ITB Adakan Seminar Nasional

Oleh Fatimah Larassati

Editor Fatimah Larassati

BANDUNG, itb.ac.id - Sebagai garda depan institusi non-pemerintah di Indonesia dalam bidang keenergian, ITB melalui Pusat Kebijakan Keenergian ITB yang bekerja sama dengan media energipos.com menyelenggarakan seminar nasional bertajuk "Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan". Seminar berbentuk panel diskusi yang dilaksanakan pada Jumat (27/05/16) di Aula Timur ITB ini mengundang pembicara-pembicara ternama di bidang keenergiaan Indonesia yaitu Ir. Rida Mulyana, M.Sc. (Dirjen EBTKE Kementrian ESDM), Dr. Sonny Keraf (anggota Dewan Energi Nasional), Dr. Herman Darnel Ibrahim (Ketua Dewan Pakar Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia), Darwin Trisna Djajawinata, M.Sc. (Direktur PT. Sarana Multi Infrastruktur),  Dr. Ucok W.R. Siagian (dosen ITB), dan Dr. Retno Gumilang Dewi (Kepala Pusat Kebijakan Keenergian ITB) yang sekaligus berperan sebagai moderator diskusi.

Sesuai dengan topik yang diangkat, bahasan seminar kali ini berfokus pada pengembangan EBT di Indonesia. Rektor ITB Prof. Kadarsah Suryadi yang berkesempatan memberi sambutan dalam seminar ini juga menekankan hal yang senada. Beliau menyatakan bahwa optimalisasi EBT sebagai bahan bakar disadari bukan hanya karena bahan bakar konvensional yang semakin menipis cadangannya, namun juga demi mengurangi dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh bahan bakar konvensional. Indonesia sendiri menargetkan 23 persen bauran energi primer EBT sebagai upaya pengarustamaan EBT sebagai bahan bakar. Sumber energi yang digencarkan beragam, mulai dari surya, bayu (angin), panas bumi, bahkan sampah.


Diakui oleh Rida bahwa memang penerapan EBT sebagai bahan bakar ini masih menemui banyak tantangan, salah satunya adalah minimnya teknologi dan sumber daya manusia dari dalam negeri untuk pengembangan EBT. Oleh karena itu peran perguruan tinggi sebagai motor akademik dan inovasi disini sangat lah diharapkan. Andil perguruan tinggi tak berhenti sebatas masalah teknis, lebih jauh lagi bahkan harus dilibatkan hingga pengelolaan regulasi.


Selain itu, paradigma pemilihan bahan bakar berdasar atas harga murah namun mengabaikan dampak lingkungan pun harus segera dihilangkan. Sulit rasanya jika ingin memulai penggunaan EBT jika kesadaran akan lingkungan belum dirasakan oleh semua orang. Jika kesadaran ini sudah tumbuh, maka tidak berlebihan dikatakan bahwa Indonesia tak hanya mampu untuk mencapai ketahanan energi, namun juga kedaulatan energi untuk pembangunan negeri.