Dr. Ir. Kosasih Prijatna, M. Sc.: Perjelas Perbatasan Indonesia-Malaysia di Pulau Sebatik
Oleh Luh Komang Wijayanti Kusumastuti
Editor Luh Komang Wijayanti Kusumastuti
Sehubungan dengan permasalahan ini, dosen geodesi Institut Teknologi Bandung, Dr. Ir. Kosasih Prijatna, M. Sc., melakukan sebuah penelitian mengenai daerah perbatasan antara Indonesia dan Malaysia di Pulau Sebatik. Penelitian ini dilakukan oleh Dr. Kosasih bersama dengan Heri Andreas, S.T.,M.T., Dr.Ir. Hasanuddin Z. Abidin, M.Sc., Ph.D., dan Irwan Gumilar, S.T.,M.Si.. Dr. Kosasih merupakan Kepala Program Studi Geodesi dan Geomatika program sarjana ITB yang pernah menempuh sarjana di Teknik Geodesi ITB, pendidikan master di Teknik Geodesi The Ohio State University, dan pendidikan doktor di Department of Geodetic Science & Surveying ITB.
Penelitian mengenai garis batas Indonesia dengan negara lain telah dilakukan oleh staf pengajar Geodesi dan Geomatika ITB sejak tahun 2000. Hingga kini, penelitian di Sebatik masih berlanjut, begitu pula dengan penelitian mengenai perbatasan Indonesia dengan Negara tetangga lainnya. Penelitian di Sebatik dilakukan dengan mengumpulkan dokumen teknis dan hukum terlebih dahulu, dilanjutkan dengan pelacakan dari peta, dan turun ke lapangan untuk melakukan pengukuran dan pengecekan koordinat dari pilar timur. Penentuan koordinat dilakukan dengan menggunakan GPS (Global Positioning System) dan pengambilan gambar dilakukan dengan menggunakan UAV (Unmanned Aerial Vehicle) atau lazim dikenal dengan sebutan drone
Perbatasan Masih Berdasarkan pada Konvensi Lama
Berdasarkan prinsip Uti Possidetis Juris, perbatasan Malaysia dan Indonesia didasarkan pada batas yang ditetapkan oleh Belanda dan Inggris yang menempati wilayah kedua Negara sebelum mereka merdeka. Dalam Artikel IV Konvensi London yang ditetapkan pada tahun 1891, garis perbatasan di Pulau Sebatik paralel dengan 4o10' Lintang Utara.
Namun terjadi perbedaan di masa kini. Terdapat perbedaan koordinat antara garis batas yang ditentukan dengan menggunakan teknologi dulu dan sekarang. Hal inilah yang mendasari terjadinya permasalahan perbatasan di Pulau Sebatik. Terlebih lagi, dari belasan pilar yang menandai perbatasan Indonesia dan Malaysia, beberapa sudah hilang, termasuk pilar paling barat.
Menurut Dr. Kosasih, hal ini seharusnya tidak menjadi masalah karena pilar timur masih berdiri. Selain itu, menurutnya, untuk mendapatkan garis perbatasan yang valid, hanya perlu penarikan garis paralel ke arah Barat. Namun, hal ini tidak dapat diterapkan begitu saja selain karena masalah teknologi dan pemetaan, tetapi juga karena ada aspek sosial politik yang terlibat.
Pentingnya Kejelasan Batas Negara
Menurut Dr. Kosasih, ketidakjelasan perbatasan antarnegara merupakan sebuah penghambat atas perkembangan daerah-daerah perbatasan. Hal ini didasarkan pada peraturan pemerintah yang menyatakan bahwa uang negara tidak dapat digunakan untuk membangun daerah-daerah yang statusnya tidak jelas. Inilah yang mengakibatkan kondisi ekonomi di Sebatik bagian Indonesia tergolong buruk. Penduduknya harus menyebrang dahulu ke Malaysia untuk melakukan jual beli atas hasil tani mereka dengan harga yang rendah. Selain itu, kondisi infrastruktur di daerah perbatasan pun tidak memadai.
Menurut Dr. Kosasih, diperlukan sebuah pendekatan teknis dan politis untuk mempercepat penyelesaian batas negara. Terdapat peran dari akademisi dan ahli batas untuk memberikan masukan kepada pihak pemerintahan agar semuanya dapat diintegrasikan. "Semoga permasalahan perbatasan Indonesia dapat segera selesai dan tidak berlarut-larut karena kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan sangat bergantung pada kejelasan ini," harap Dr. Kosasih.
Oleh:
Yasmin Aruni, Mirza Annisa, dan Muhammad Adil Seityanto
ITB Journalist Apprentice 2015