Dr. rer.nat. Aluicia Anita Artarini: Peneliti Perempuan Inspiratif dalam LÂ’Oréal‐UNESCO For Women in Science Nasional

Oleh Bayu Septyo

Editor Bayu Septyo

BANDUNG, itb.ac.id Peran perempuan dalam ranah penelitian ilmiah masih tergolong rendah di Indonesia. L'Oréal bersama Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengadakan L'OréalUNESCO For Women in Science (FWIS) Nasional setiap tahunnya untuk menyoroti isu tersebut. Ajang ini merupakan program pemberian penghargaan untuk mengapresiasi  perempuan peneliti yang berasal dari kalangan doktoral. Pada FWIS 2015, salah satu perempuan peneliti inspiratif yang menerima penghargaan tersebut adalah Dr. rer.nat. Aluicia Anita Artarini. Perempuan dari kalangan dosen Sekolah  Farmasi (SF) ITB ini mengembangkan sistem penelitian untuk pencarian obat antiinfluenza.

 

Umum diketahui bahwa virus influenza memiliki probabilitas mutasi yang tinggi, sehingga sering menyebabkan kekebalan virus terhadap obat antiinfluenza yang telah digunakan. Sifat baru virus yang bermutasi menuntun pada ketidakampuhan obat terdahulu. Oleh karena itu, penemuan obat untuk virus penyebab flu ini harus selalu diperbaharui dengan memakan waktu dan biaya yang besar. Melihat kondisi tersebut, Dr. Anita menemukan ketertarikannya dalam pengembangan sistem pencarian obat antiinfluenza yang cocok untuk diimplementasikan di Indonesia. Beliau memaparkan, "Dengan sistem  ini, penelitian obat antiinfluenza tidak membutuhkan virusnya langsung, namun hanya membutuhkan enzim tertentu dari virus yang cenderung memiliki peluang mutasi yang kecil". Kelebihan dari pemanfaatan enzim ini adalah resiko bahaya yang lebih rendah dari penelitian yang memakai virus influenza secara langsung. "Jika  memakai virus langsung, terdapat kemungkinan penelitinya bisa terinfeksi virus influenza juga," tambahnya.

 

Pada dasarnya, setiap virus influenza memiliki materi genetik dengan  laju mutasi tinggi. Namun, enzim yang digunakan untuk multiplikasi  materi genetik cenderung sama. Fakta ini menginspirasi Dr. Anita untuk mencari senyawa yang dapat menghambat kerja enzim tersebut. Jika terdapat inhibitor enzim, maka materi genetik tidak bisa digandakan dan virus pun tidak bisa berkembang biak. Terlepas dari laju mutasi virus yang tinggi, selama senyawa tersebut berhasil  menghambat kerja enzim multiplikasi, maka senyawa inhibitor tersebut memiliki potensi sebagai antiinfluenza. Untuk keperluan ini, banyak sumber biologi yang dapat dieksplorasi guna menemkan kandungan kimian yang dibutuhkan. Dosen SF ITB ini memanfaatkan biodiversitas Indonesia yang tinggi untuk mencari kandidat senyawa inhibitor yang berasal dari mikroorganisme maupun tanaman herbal khas Indonesia.

 

Keterbatasan Teknologi Bukan Batu Sandungan

 

Dr. Anita mengaku bahwa fasilitas penelitian di Indonesia belum cukup mumpuni dalam mewadahi penelitian & pengembangan obat baru yang melibatkan mikroorganisme. Salah satu unsur yang krusial adalah diibutuhkannya tingkat higienitas dan sanitasi yang baik untuk memfasilitasi penelitian tersebut. Tetapi hal ini tidak menjadi alasan bagi Dr. Anita untuk enggan berkecimpung dalam dunia bioteknologi di Indonesia. Lulusan program doktor Humboldt University of Berlin ini menjadikan keterbatasan tersebut sebagai inspirasi pengembangan  dan pengimplementasian sistem baru di Indonesia. Gagasan yang diajukan berupa penelitian yang menggunakan enzim sebagai solusi  dari tingginya resiko penggunaan virus influenza secara langsung  dalam penelitian. Penggunaan bahanbahan alami dari Indonesia dan sistem penelitian yang disesuaikan dengan kondisi laboratorium Indonesia memungkinkanobat diproduksi dengan biaya yang lebih murah. Dengan demikian, inovasi ini dapat menjadi solusi dari polemik pengembangan obat berbasis bioteknologi serta memacu kemandirian industri obat di Indonesia.

 

FWIS Dukung Perempuan Peneliti Berkarya

 

"FWIS ini pada dasarnya mendukung perempuan Indonesia untuk berkontribusi dalam bidang sains. Pada tahun 2015, terdapat dua kategori yang didukung dalam ajang ini yaitu life sciences dan material sciences. Untuk tahun 2016 ini terdapat dua kategori  tambahan yaitu engineering dan mathematics," ujar Dr. Anita. Dari  empat perempuan peneliti yang terpilih, terdapat Sastia Prama Putri, Ph.D. yang juga berasal dari ITB. Staf pengajar dari Sekolah Ilmu Teknologi Hayati (SITH) ITB dan asisten profesor di Osaka University ini mengusung topik penelitian mengenai metode standardisasi kualitas Kopi Luwak sebagai upaya peningkatan potensi ekspor komoditi kopi termahal di dunia. Kedua perempuan peneliti  ini berhasil memboyong penghargaan dalam kategori life sciences pada FWIS 2015.

 

Paradigma umum terhadap rendahnya populasi perempuan yang berkarir dalam dunia penelitian disebabkan oleh sedikitnya perempuan Indonesia yang melanjutkan pendidikan sampai ke jenjang yang tinggi. "Harapannya untuk perempuan peneliti di Indonesia adalah jangan mudah menyerah walaupun kapasitas penelitian Indonesia masih rendah karena Indonesia masih memiliki  banyak potensi yang belum dieksplorasi. Sebagai  peneliti, perempuan juga memiliki sifat yang lebih tekun serta memiliki kecenderungan  untuk mewariskan ilmunya ke institusi penelitian, pendidikan, maupun lingkungan rumah," tutup Dr. Anita.

 

Sumber gambar: L'Oréal Indonesia

ITB Journalist Apprentice 2016

Citta Santi (Sains dan Teknologi Farmasi 2013)