Dua Mahasiswa ITB Wakili Indonesia di Bayer Young Environmental Envoy 2007

Oleh

Editor

BANDUNG, itb.ac.id - Dua orang mahasiswa ITB telah mewakili Indonesia di ajang duta lingkungan Bayer Environmental Envoy (BYEE) 2007, yang kunjungan lapangannya ke Bayer pusat di Leverkusen, Jerman, telah berakhir pada 23 November yang lalu. Indonesia diwakili oleh empat orang mahasiswa, dua dari antaranya berasal dari ITB. Mereka adalah Muhammad Syafrudin dari Fakultas MIPA ITB dengan nama proyek "Water Reclamation Project for Community Scale", Yerry Aditama dari Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Bali dengan nama proyek "Coral Reef Rehabilitation Serangan Island Bali", Husnul Khatimah dari FISIP Universitas Indonesia dengan nama proyek "Enviromental Puppet Show" di West Kalimantan, dan Ratu Tisha Destria dari Fakultas MIPA ITB dengan nama proyek "Quality Control to support Garbage management" in ITB. ITB.ac.id sendiri berbincang-bincang dengan Ratu Tisha, mahasiswa prodi Matematika angkatan 2004, salah satu delegasi dari ITB, tentang kunjungan ke Bayer pusat di Leverkusen tersebut. Sebelumnya, keempat nama di atas tersebut terpilih setelah melalui karantina dan seleksi di tingkat nasional, yang menyisihkan empat dari 15 finalis nasional. Selama masa karantina tersebut, para finalis tidak hanya didekatkan satu sama lain sebagai sebuah tim, tetapi juga ditambah wawasan mengenai isu lingkungan hidupnya dengan berbagai sesi workshop, di antaranya diberikan oleh Sarwono Kusumaatmadja, mantan menteri lingkungan hidup RI. Terpilihlah empat orang duta BYEE Indonesia tahun ini, yang acara pemberian penghargaannya dilaksanakan di Hotel Intercontinental Jakarta, 15 November yang lalu. Di Leverkusen, banyak pengalaman menarik yang para delegasi Indonesia alami, salah satunya adalah mengenai hubungan Indonesia-Malaysia yang memang sedang tidak begitu baik terkait dengan masalah sengketa kebudayaan angklung, batik, dsb. "Yang bikin sebal sih, waktu malam pertunjukan kebudayaan, para delegasi Malaysia bawain lagu Rasa Sayang,dan media Malaysia ingin membuat seakan delegasi Malaysia akrab dengan delegasi Indonesia, padahal sama sekali tidak begitu," cerita Ratu Tisha Destria yang akrab dipanggil Tisha ini. Namun tidak hanya seputar perang dingin delegasi kedua negara, menurutnya pengalaman menyenangkan selama berada di Leverkusen adalah kesempatan untuk menyaksikan teknologi yang dimiliki Bayer. "Mereka berhasil menciptakan polimer ramah lingkungan yang sangat kuat, tidak bisa pecah walaupun dibanting-banting dan diketok dengan palu. Sayangnya tidak ada transfer teknologi-teknologi semacam ini ke negara kita yang menjadi tempat investasi perusahaan semacam Bayer," ungkapnya. Lebih jauh lagi, Tisha mengomentari bahwa kekurangan acara semacam ini adalah kurang adanya tindak lanjut setelah acara tersebut berakhir, "Padahal yang dibutuhkan adalah tindakan nyata untuk menyelamatkan lingkungan." Tisha sendiri dapat lolos menjadi finalis BYEE 2007 setelah menjalankan sebuah projek yang intinya adalah cara mengoptimasi manajemen sampah di kampus ITB. Dengan dasar ilmu matematika yang dikuasainya, Tisha membuat suatu pemodelan statistik tentang sampah yang di ITB sebagiannya dibakar dengan insinerator, agar proses pembakaran terseut lebih optimum. Karena selama ini civitas kampus ITB, terutama mahasiswanya, tidak memilah sampah dengan baik, sehingga sampah non-organik seperti plastik yang bercampur dengan sampah organik, ketika dibakar akan menghasilkan asap yang lebih tebal, juga memerlukan suhu yang lebih tinggi. "Selama menjalankan projek tersebut selama 2 minggu saya mengumpulkan data di rumah sampah ITB. Setiap 5 menit saya mencatat volume sampah yang masuk, suhu pembakaran yang diperlukan, sebelum membuat pemodelannya." Untuk itu, Tisha mengungkapkan bahwa pihak yang paling ingin ia berikan ucapan terimakasih adalah, "Bapak-Bapak di rumah sampah yang sudah membantu projek ini, dan juga sabar memilah sampah buangannya mahasiswa ITB selama ini, dan tentu saja Himatika."