Ekowisata Inovatif dan Edukatif di Dlingo: Pengabdian Masyarakat ITB dalam Pemberdayaan Perempuan Pengrajin Ecoprint
Oleh Anggun Nindita
Editor Anggun Nindita
YOGYAKARTA, itb.ac.id - Tim Pengabdian Kepada Masyarakat Institut Teknologi Bandung (ITB) yang diketuai oleh dosen dari Kelompok Keahlian (KK) Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Lusia Marliana Nurani, Ph.D., mengadakan kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat Skema Bottom-Up melalui pendanaan dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) ITB.
Kegiatan ini bertajuk “Pengembangan Potensi Ekowisata Melalui Pemberdayaan Perempuan Pengrajin Ecoprint di Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)”. Ada pun kegiatan pengabdian masyarakat ini beranggotakan Bagas Dwipantara Putra, Ph.D (Dosen KK Perencanaan dan Perancangan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaa, dan Pengembangan Kebijakan/SAPPK), Muhammad Fajar Amanullah (Asisten Lab KK PPK, SAPPK), Ahmad Sudais (mahasiswa S1 Perencanaan Wilayah dan Kota, SAPPK), dan Yacinta Mutiara Herdyani Santosa (Alumni Perencanaan Wilayah dan Kota, SAPPK).
Kegiatan ini juga menggandeng dosen Prodi Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Puthut Ardianto, S.Pd., M.Pd., yang juga menjabat sebagai ketua Asosiasi Eco-Printer Indonesia (AEPI). Sebagai informasi, organisasi tersebut menjadi mitra dari kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat ini.
Setelah mengalami masa sulit pada masa pandemi global sepanjang tahun 2020-2021, kondisi pariwisata di DIY mulai bangkit. DIY sendiri menempati urutan pertama sebagai provinsi yang paling banyak dikunjungi wisatawan Nusantara di tahun 2022.
Jumlah wisatawan asing pun mengalami peningkatan empat kali lipat di tahun 2023 dibandingkan tahun 2022. Uang yang berputar dari sektor pariwisata di tahun 2022 mencapai Rp51,4 triliun atau setara 10 kali lipat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DIY. Hal ini menunjukkan bahwa pariwisata merupakan motor penggerak perekonomian DIY.
"Namun demikian DIY masih memiliki masalah besar di sektor pariwisata yaitu kurangnya keterlibatan masyarakat lokal, berfokus pada pendapatan wilayah tanpa memikirkan keberlanjutan lingkungan, dan kurangnya inovasi konsep wisata berkelanjutan," ujar Lusia dalam keterangan resminya.
Kegiatan pengmas ini bertujuan untuk membantu memecahkan empat masalah utama pariwisata di wilayah tersebut dengan memfokuskan kegiatan di Kabupaten Bantul. Hal ini karena Bantul memiliki destinasi pariwisata variatif dan memiliki potensi alam yang besar untuk ekowisata seperti laut, sungai, hutan mangrove, dan hutan lindung.
Kawasan hutan lindung di Kabupaten Bantul berlokasi di Kecamatan Dlingo. Namun tingkat kunjungan dan hunian wisatawan di kabupaten ini lebih rendah dibandingkan dengan dua daerah lain di DIY yaitu Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta.
Akan tetapi menurut beliau aktivitas ekowisata di Bantul masih kurang inovatif dan variatif serta belum melibatkan aspek budaya maupun aspek edukasi. Hal ini karena pengelola lebih memusatkan perhatian pada pembangunan spot foto dan fasilitas fisik.
"Padahal kekayaan vegetasi di Kecamatan Dlingo ini dapat dioptimalkan untuk kegiatan ekowisata yang inovatif; salah satunya adalah ecoprint. Ecoprint selain dapat menjadi buah tangan ciri khas Kecamatan Dlingo, juga dapat dikembangkan sebagai ekowisata edukatif dengan melibatkan wisatawan untuk membuat kain dengan teknik ecoprint," ucapnya.
"Daun-daun yang berguguran dari berbagai vegetasi yang ada di sekitar hutan lindung dapat digunakan sebagai bahan ecoprint yang ramah lingkungan. Oleh karena itu kegiatan ini memusatkan perhatian pada inovasi wisata alam yang edukatif di Dlingo yang memiliki kawasan hutan lindung yang luas," lanjutnya.
Lebih lanjut, kegiatan pengmas ini menyasar para perempuan di Kecamatan Dlingo, Bantul. Beliau mengungkapkan bahwa kaum perempuan di sini memiliki peran ganda, sebagai istri atau ibu serta menjadi salah satu pencari nafkah. Sehingga peranan wanita di sana amat penting dalam peningkatan ekonomi keluarga dan menurunkan angka kemiskinan.
"Selain itu Dlingo merupakan kecamatan dengan jumlah masyarakat miskin tertinggi kedua di Kabupaten Bantul setelah kecamatan Imogiri. Maka pemberdayaan perempuan merupakan hal yang penting agar mereka dapat berkontribusi dalam mengentaskan keluarga dari jerat kemiskinan," tuturnya.
Tak hanya Komunitas perempuan saja, kegiatan ini juga menargetkan pengurus POKDARWIS (Kelompok Sadar Wisata) setempat, sebab mereka memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam mengelola potensi wisata di daerahnya. Keterlibatan pengurus POKDARWIS ini juga penting untuk mengoptimalkan potensi wisata daerahnya.
"Di Kecamatan Dlingo telah ada komunitas perempuan eco-printer bernama “Shero” yang merupakan akronim dari She is a Hero. Mereka telah dibina oleh ketua Asosiasi Eco-printer Indonesia (AEPI) dengan pembinaan yang memfokuskan pada teknik pembuatan kain berbasis ecoprinting," paparnya.
Kegiatan tersebut dapat dikembangkan lagi dengan mengaitkannya dengan aktivitas ekowisata yang dapat memberikan efek berganda. Ada pun kegiatan pengembangan yang dimaksud adalah pelatihan untuk mengemas ecoprint dalam suatu paket wisata edukasi. Nantinya wisata edukasi ini dapat ditawarkan kepada para wisatawan dan calon wisatawan untuk belajar membuat kain dengan teknik yang ramah lingkungan ini.
Pelatihan Aktivitas Ekowisata
Oleh karena itu tim Pengabdian Kepada Masyarakat ITB menyelenggarakan pelatihan selama dua hari pada tanggal 14 dan 15 Juni 2024 di Dlingo, Bantul.
Pada hari pertama, salah seorang narasumber yakni Pendamping Desa Wisata Gunung Cilik (Dewi Guci), Sugandi, memaparkan tentang strategi penyusunan paket wisata yang inovatif dan edukatif untuk ekowisata melalui aktivitas wisata ecoprint dan potensi pengembangan desa wisata. Caranya dengan menonjolkan aspek ekowisata dan keterlibatan perempuan ecoprinter.
"Pembuatan paket wisata ini memerlukan kolaborasi antara perempuan ecoprinter dan pengurus POKDARWIS. Hal ini karena perempuan ecoprinter memahami teknis ecoprinting sedangkan pengurus POKDARWIS memahami tentang potensi wisata dan pengelolaan desanya untuk keperluan ekowisata," ujar Sugandi.
Setelah sesi paparan, para peserta baik pengurus POKDARWIS maupun komunitas perempuan ecoprinter mendapat kesempatan untuk praktik langsung merancang paket wisata yang inovatif dan edukatif.
Sugandi juga menekankan para peserta untuk tidak melupakan aspek penting tentang pariwisata. "Hal-hal tersebut yaitu something to do, something to see, dan something to buy dalam menyusun paket wisata. Terutama yang berbasis ekowisata dan mengawinkan dengan aktivitas ecoprinting," ucapnya.
Sementara itu, hari kedua pelatihan diisi oleh narasumber dari Sekretaris II Dewan Pengurus Daerah Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) DIY, Amelia. Beliau menjelaskan tentang peran ASITA dalam industri pariwisata Indonesia, kerjasama apa saja dapat dilakukan dengan ASITA, dan bagaimana menjalin jejaring dengan para anggota ASITA khususnya DPD ASITA DIY.
Setelah paparan dari narasumber, para peserta bekerja kelompok membuat perencanaan kerjasama dengan ASITA dan setelah itu berdiskusi dengan narasumber untuk mendapatkan umpan balik.
"Bahwa sangat penting untuk membangun jejaring dengan ASITA karena ASITA merupakan jembatan antara pemerintah dan wisawatan dengan pengelola tempat wisata dan para pelaku wisata," kata Amelia.
Selain itu, sebelum suatu paket wisata diluncurkan akan bijak bila pengelola tempat wisata untuk mengajak anggota ASITA untuk melakukan tes tour dan review sehingga sebelum diluncurkan ke masyarakat umum dapat dilakukan evaluasi kelebihan dan kekurangannya sehingga dapat direvisi agar menjadi lebih maksimal.
Kegiatan pelatihan ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat yang terbagi dalam dua tahap. Tahap pertama dilaksanakan pada bulan Juni 2024 berupa pelatihan. Tim ITB akan kembali lagi ke Dlingo di bulan Agustus 2024 untuk melakukan kegiatan tahap kedua berupa simulasi dari paket wisata yang telah disusun peserta.
Para peserta akan mensimulasikannya kepada masyarakat umum yang mengunjungi kawasan ekowisata Dlingo. Agar mereka mendapatkan masukan dari masyarakat dan untuk mengevaluasi kekuatan dan kelemahan dari paket wisata yang disusun agar dapat disempurnakan.
Dampak langsung dari pelatihan ini adalah peserta memahami bagaimana membuat paket wisata berbasis ekowisata inovatif dan edukatif yang dapat mengoptimalkan potensi wilayahnya dan bagaimana menjalin jejaring yang kuat dengan ASITA untuk mempromosikan paket wisatanya. Pengaruh positif lainnya yaitu semakin terjalinnya sinergi antara pengurus POKDARWIS dan komunitas perempuan eco-printer untuk mengembangkan ekowisata yang inovatif dan edukatif.