Ekspedisi Enigma HMTG ITB: Menyingkap yang Belum Terungkap di Tanah Sumba

Oleh Adi Permana

Editor Vera Citra Utami


BANDUNG, itb.ac.id—Himpunan Mahasiswa Teknik Geologi (HMTG) “GEA” ITB kembali melaksanakan ekspedisi. Kegiatan tersebut merupakan wadah aplikasi ilmu geologi melalui praktik di lapangan. Sumba menjadi daerah destinasi karena menyimpan keindahan dan keunikan struktur geologi.

Arieq Bagus selaku Ketua Ekspedisi mengatakan, sebanyak 12 ekspeditor diberangkatkan dalam Ekspedisi Enigma. Jika ditilik di KBBI, enigma memiliki makna teka-teki atau misterius. Hal ini karena Sumba memiliki struktur geologi yang menarik dari segi geodinamika pembentukannya. Ada beberapa hal yang belum bisa dijelaskan, jadi memang diperlukan penelitian lebih lanjut.

“Kita ingin mengeksplorasi daerah yang belum dikenali ini dengan kegiatan yang bertajuk ‘Spirit of Geology: Exploring the Sumba Enigma’,” ungkap Arieq.

Program utama dalam ekspedisi ini adalah melakukan eksplorasi hidrogeologi untuk memetakan potensi air bersih dan melakukan pemetaan potensi geowisata. Kegiatan eksplorasi difokuskan di Sumba Timur.

“Masyarakat Sumba Timur dihadapkan dengan masalah krisis air bersih. Kebutuhannya lebih banyak dibandingkan sumber air yang ada. Mereka mengandalkan air hujan yang meresap ke lubang-lubang dinding tanah buatan yang disebut kullup. Namun, kullup ini letaknya jauh dan aksesnya sulit. Di samping itu, banyak pengeboran yang telah dilakukan untuk mencari sumber air bawah tanah, tetapi kerap kali gagal. Survei yang dilakukan pun masih konvensional dan tidak memperhitungkan volume air sebenarnya,” ucap Alvin Haniel (GL 19).

Ia melanjutkan, investasi hidrogeologi perlu dilakukan. “Kami mencari dan memetakan mata air, sumur, dan embung. Pada tahap ini kami dibantu dengan masyarakat setempat yang sudah sangat mengenali setiap sudut Sumba Timur. Kami mengukur kualitas air dan elevasi muka air tanah yang akan dijadikan peta berupa kontur muka air tanah. Jika terdapat peta kontur muka air tanah maka tidak akan terjadi pengeboran yang sia-sia.”

Faikar Kamaluddin (GL’ 19) menuturkan bahwa belum ada digitalisasi dan inventarisasi data mengenai keberadaan mata air di Sumba Timur. Sebanyak 50 titik sumber air berhasil mereka input ke sistem informasi geospasial dan nantinya akan dipublikasikan dalam bentuk paper. Hasil yang didapatkan juga disosialisasikan ke masyarakat.

Selain itu, dilakukan pula pemetaan geowisata dan sosiokultural. “Kami membuat plang geowisata. Plang tersebut merangkum jalur wisata Sumba Timur. Nantinya plang akan diletakkan di Bukit Wairinding yang menjadi pintu gerbang utama sebelum wisatawan menjelajah Sumba Timur. Kami juga menyisipkan informasi tentang Bukit Wairinding dari segi geologi dan sejarah,” kata Arieq.

Para ekspeditor ingin menunjukkan kemolekan geowisata Sumba Timur agar bisa maju dan establish melalui video dokumenter. “Kami mengikuti beberapa tokoh di 7 desa di Sumba Timur. Video ini ingin berbicara dan menyampaikan pesan, bahwa Sumba adalah bukti nyata bahwa Indonesia sangat kaya, namun masih terdapat banyak masalah di luar ruang lingkup geologi, seperti infrastruktur, gizi, pendidikan, dan lingkungan. Harapannya pihak-pihak lain bisa tergerak menguraikan kelindan masalah ini dan melakukan kolaborasi untuk menciptakan perubahan,” ujar Alvin.

Ekspedisi Enigma berada di bawah Divisi Karya dan Keilmuan yang dilaksanakan pada 1-19 Januari 2023 lalu. Persiapan matang telah dilakoni sejak 3 bulan sebelum tim ini berangkat. Masalah transportasi dan infrastruktur menjadi tantangan terberat yang harus dihadapi. Arieq merasakan pentingnya peran mahasiswa sebagai penggerak selama perjalanan tersebut.

“Sumba benar-benar membuka mata kami bahwa ternyata di luar sana banyak yang membutuhkan bantuan dan advokasi. Kita sebagai mahasiswa adalah agennya dan pengabdian masyarakat adalah kendaraannya,” imbuh Faikar. Ia berharap agar kegiatan ini bisa terus eksis dan menjadi inspirasi bagi yang lain.

Reporter: Maharani Rachmawati Purnomo (Oseanografi, 2020)

Kredit Foto: Tim Ekspedisi Enigma