Tantangan Pengelolaan Sampah Plastik dan Mikroplastik Kini dan Nanti

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana

*Emenda Sembiring, S.T., M.T., M.Eng.Sc., Ph.D., (Foto: Weny Amalia/Humas ITB)

BANDUNG, itb.ac.id -- Saat ini banyak orang membicarakan pencemaran sampah plastik di lingkungan. Puluhan video tersebar di media sosial dan media online menggambarkan pencemaran sampah plastik di laut. Tak ketinggalan peneliti di seluruh dunia menghasilkan karya ilmiah yang membuktikan pencemaran sampah plastik dan dampak sampah plastik di lingkungan.


Lamb dari Universitas Cornell, Amerika Serikat meneliti dari 159 terumbu karang di Asia Pasifik menunjukkan bahwa terumbu karang yang tidak terpapar sampah plastik, kemungkinan terkena penyakit hanya 4%, sementara bila terumbu karang terpapar sampah plastik kemungkinan terkena penyakit naik menjadi 89%. Riset tersebut telah dipublikasikan di Jurnal Nature tahun 2018.

Hal tersebut disampaikan Emenda Sembiring, S.T., M.T., M.Eng.Sc., Ph.D., staf pengajar Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB, dalam pidato ilmiahnya terkait "Plastik dan Mikroplastik: Tantangan Pengelolaan Lingkungan Kini dan Nanti" di acara Sidang Terbuka Peresmian Penerimaan Mahasiswa Baru (PPMB) Program Doktor, Magister, dan Program Profesi ITB Semester I Tahun Akademik 2019/2020 di Gedung Sasana Budaya Ganesha ITB, Kamis (15/8/2019).

Sejarah Plastik

Dalam pidato ilmiahnya tersebut, Emenda menjelaskan sekilah sejarah plastik. Pada tahun 1856, Alexander Parkes menemukan plastik menggunakan material alami yaitu selulosa yang direaksikan dengan asam nitrat menjadi nitroselulosa. Penemuan ini dianggap sebagai cikal bakal plastik. Kemudian, pada tahun 1868, John Wesley Hyatt menemukan celuloid dengan cara menambahkan kapur barus sebagai plastisizer pada nitroselulosa. Terobosan penemuan plastik terjadi pada tahun 1907, pada saat seorang ahli Kimia Leo Baekeland menemukan bakelite. Penemuan ini merupakan penemuan plastik sintetik pertama. 

Plastik ini diciptakan dengan cara mereaksikan fenol dengan formaldehida. Setelah penemuan bakelite, banyak sekali terobosan baru plastik sintetis. Berbagai karakteristik plastik antara lain bisa dibentuk sesuai dengan keinginan, tahan terhadap kotoran, tahan terhadap abrasi, tahan perubahan, konduktivitas listrik rendah, konduktivitas panas rendah, resistan terhadap korosif, kuat, rendah brittleness, hidrophobic, dan persisten.

"Penemuan plastik merupakan penemuan besar yang mengubah hidup manusia. Sedikit demi sedikit plastik mulai menggantikan material lain. Perkembangan teknologi molding menyebabkan banyak sekali material yang digantikan plastik. Sekarang ini hampir semua aktivitas manusia berinteraksi dengan plastik," ujarnya.

Dia melanjutkan, wilayah Asia Tenggara dan Pasifik merupakan wilayah penyumbang 60% sampah plastik yang tidak terkelola. Menurut penelitian Jambeck, dkk. pada 2015, dipaparkan Emenda, juga menunjukkan bahwa China (25,79%) dan Indonesia (10,73%) sebagai dua negara yang berkontribusi besar pada pencemaran sampah plastik di laut.

Tantangan Pengelolaan Plastik

Karakteristik plastik yang kuat, tahan lama, dan tidak cepat terurai alami, sekarang menjadi bumerang. Akumulasi sampah plastik di lingkungan merupakan bencana baru bagi lingkungan. Menurut Emenda, bila dilihat dari aliran material plastik di dunia, terutama di Indonesia, maka bisa diambil dua sumber utama tantangan pengelolaan sampah plastik di Indonesia yaitu pertama sampah plastik yang tidak terkelola dan kedua kebiasaan membuang sampah langsung ke lingkungan.

"Pengelolaan sampah di Indonesia masih belum menjadi prioritas utama. Rata rata akses terhadap pengelolan sampah di Indonesia kurang dari 60%. Hal ini menunjukkan bahwa ada kemungkinan sampah akan terbuang ke lingkungan," ujar dosen pada Kelompok Keahlian Pengelolaan Udara dan Limbah itu.

*Foto: Weny Amalia/Humas ITB

Kebiasaan membuang sampah sembarangan dan langsung ke lingkungan merupakan tantangan pengelolaan sampah di Indonesia. Kebiasaan ini memang membutuhkan upaya peningkatan kesadaran masyarakat dari usia dini, bahwa jenis sampah yang dihasilkan memiliki karakteristik yang berbeda dengan jenis sampah yang dihasilkan oleh generasi sebelumnya.

"Bukan berarti bahwa selain plastik bisa dibuang langsung ke lingkungan. Jumlah sumber penghasil sampah meningkat terus sehingga lingkungan sudah berada pada posisi tidak seimbang antara kemampuan untuk self purifying untuk menguraikan limbah dengan jumlah sampah/limbah yang dihasilkan," jelasnya.

Tantangan Mikroplastik

Belum lagi gunungan sampah plastik di darat dan di badan air diselesaikan, sudah muncul tantangan baru dalam pengelolaan lingkungan yaitu keberadaan mikroplastik. Mikroplastik sudah terdistribusi global dan telah terdeteksi di semua tingkatan di lingkungan perairan. Mikroplastik adalah plastik yang berukuran lebih kecil dari 5 milimeter.

"Mikroplastik merupakan ancaman besar bagi seluruh ekosistem dengan memasuki rantai makanan melalui organisme akuatik. Penelitian Rochman dkk tahun 2015, menemukan mikroplastik berada dalam seafood di daerah Makassar," ucapnya.

Bagaimana menghadapi tantangan tersebut? Dijelaskan Emenda, kekuatan luar biasa dari teknologi bisa menjadi solusi. Bisa dalam bentuk penemuan material baru, industri yang mendukung ekonomi sirkular, dan cara mengelola lingkungan. "Kita tidak mungkin lagi berada pada posisi menggantikan kemasan plastik dengan daun atau bahan alami lainnya tanpa ada sentuhan teknologi. Inovasi dalam menyikapi tantangan plastik di masa depan dalam bentuk substisusi material atau penciptaan properti plastik yang lebih ramah lingkungan menjadi hal yang utama," kata Emenda.