Ekspedisi Inovasi: Mahasiswa Teknologi Pascapanen ITB Eksplor Pembuatan dan Pemanfaatan VCO
Oleh Anggun Nindita
Editor Anggun Nindita
JATINANGOR, itb.ac.id – Mahasiswa Teknologi Pascapanen (TPP) Institut Teknologi Bandung, yang mengikuti mata kuliah pilihan Sistem Penanganan Pascapanen Produk Tanaman Perkebunan, mengunjungi salah satu lokasi pengolahan virgin coconut oil (VCO) yang termasuk dalam UMKM Hasil Alam Parahyangan Banjar, Jawa Barat. Kegiatan yang termasuk dalam rangkaian kuliah lapangan ini diadakan pada Sabtu (11/11/2023).
Di lokasi tersebut, mahasiswa TPP dari gabungan angkatan 2020 dan 2021 mempelajari pengolahan kelapa mulai dari pembelahan, pemarutan, hingga fermentasi dan pengemasannya. Tempat ini diprakarsai oleh tiga orang, yang akrab disapa dengan Kang Aan, Kang Yusuf, dan Kang Ian sejak September 2022. Meski belum lama terbentuk, industri skala kecil ini sudah menciptakan banyak inovasi dari pembelajaran otodidak yang mereka lakukan.
Permulaan dibuatnya pengolahan VCO ini berawal dari banyaknya kelapa yang dihasilkan, namun memiliki harga jual yang tidak stabil. Kemudian warga sekitar mempunyai keinginan untuk meningkatkan nilai tambah kelapa, lalu berkembang menjadi pengolahan VCO yang memiliki berbagai manfaat terutama untuk kesehatan.
Seiring berjalannya waktu, dilakukan pula diversifikasi produk menjadi produk rambut berbasis VCO. Penjualan hasil meningkat sejak produk baru itu diluncurkan.
“Ternyata lebih sulit edukasi kesehatan dibanding gaya hidup,” ujar Kang Yusuf.
Kelapa yang merupakan bahan baku industri ini adalah kelapa tua yang sudah dikupas dari sabutnya serta menampilkan tempurung keras berbentuk bulat. Bahan baku tersebut didapatkan dari pohon disekitar tempat pengolahan dan hasil barang sisa dari pasar. Salah satu ciri kelapa yang cukup tua adalah ditemukannya tumbung yang merupakan bakal tumbuhan kelapa, berbentuk seperti bola dan berwarna putih kekuningan.
“Di sini disebut butuh dan bisa dimakan,” tuturnya.
Menurutnya kelapa tua memiliki daging yang lebih banyak minyak. Sehingga industri UMKM ini dapat menghasilkan 70-75 mililiter minyak VCO per butir kelapa.
Setelah terpisah dari tempurungnya, daging kelapa dicuci dengan air mengalir. Kemudian, dilakukan pemarutan dengan mesin parut tenaga solar. Hasil parutan kelapa harus langsung diolah lebih lanjut untuk mendapat kualitas minyak yang baik.
Dilanjutkan proses pelarutan dengan air di area khusus, dengan petugas memakai celemek, masker, sarung tangan, dan alas kaki tertentu. Setelah itu, pengambilan santan kelapa dilakukan dengan alat pres. Usai diperas, penambahan air diulangi sekali lagi. Santan kemudian didiamkan dalam wadah hingga terpisah dengan airnya, dengan keran di bagian bawah wadah.
Lalu dilakukan fermentasi selama 24 jam hingga terbentuk lapisan VCO, blondo, dan air. Selama fermentasi, wadah ditutup lapisan kain untuk menjaga kestabilan suhunya. Langkah selanjutnya adalah sentrifugasi selama 15-20 menit hingga VCO terpisah keatas dan blondo memadat. Minyak kemudian dituang ke corong dan saringan 5 tingkat, menghasilkan VCO jernih yang siap dikemas.
Pengemasan dilakukan ke botol 50 mililiter dan 100 mililiter. Untuk produk rambut, ditambahkan beberapa zat termasuk pewangi. Botol untuk minyak rambut berupa sprayer.
Kang Yusuf menjelaskan setiap tahapan dengan jelas dan rinci, termasuk berbagai percobaan yang mereka lakukan. Berbagai alat yang digunakan dalam pengolahan dibuat sendiri, misalnya sentrifugal dari rangkaian besi, alat pres dengan memanfaatkan panci yang dilubangi, dan saringan bertingkat sederhana tanpa pompa atau sumber tenaga tambahan.
Selain percobaan sendiri, tim pengolah VCO juga sempat mengikuti pelatihan petani milenial, menerima kunjungan dari dinas terkait, hingga kunjungan dari instansi pendidikan seperti ITB ini.
“Kita ingin membuktikan, di kampung ini dengan sumber informasi bebas yang bisa didapat, kita mampu membuat peralatan sederhana dan memajukan usaha VCO ini," jelasnya.
Produk yang dihasilkan telah mendapatkan sertifikat Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT). Salah satu pasar utama dari VCO adalah industri herbal disekitar daerah produksi tepatnya di Singaparna dan Banjar, Jawa Barat. Pasokan ke industri tersebut mencapai 30-50 liter setiap bulannya. Di sana, dilakukan pengolahan lebih lanjut menjadi sabun, salep/lotion, dan lain sebagainya.
Ke depannya, diharapkan kerjasama dengan pihak industri herbal tersebut semakin erat. Terdapat pula produk lain yang masih dalam tahap pengembangan, misalnya pomade.
“Direncanakan mengurus sertifikasi BPOM, dan niatnya menjual produk herbal itu disini langsung. Ini (pomade) belum dijual, masih dicoba-coba dulu,” lanjutnya.
Salah satu mahasiswa yang mengikuti agenda ini, Jilan, mengungkapkan bahwa rangkaian proses pengolahan kelapa yang diamati sejalan dengan materi yang dia dapatkan di kelas.
“Kami mendapatkan banyak insight dan pengalaman baru,” ujar Jilan.
Selain alur proses utama, diterangkan pula tentang limbah dari pengolahan VCO. Pembelahan kelapa memberi hasil samping berupa air kelapa dan tempurung, sedangkan hasil pres memberikan ampas parutan kelapa. Dilakukan penyerahan ke industri lainnya untuk dijadikan nata de coco, arang, dan pakan ternak.
Hal ini berarti proses biorefinery berupa pemanfaatan satu bahan baku menjadi beberapa produk bernilai sudah dijalankan. Konsep yang memungkinkan keberlanjutan atau sustainability ini merupakan salah satu aspek kajian penting dari Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) ITB.
Reporter: Ayesha Lativa Mafaza (Teknologi Pascapanen, 2021)
Documentation: Kampoeng MusiTranslator: Hanifa Juliana (Urban and Regional Planning, 2020)Editor: Anggi Nurdiani (Management, 2024)
Reporter:
Dokumentasi foto: Asisten Akademik Prodi Teknologi Pascapanen
Translator: Hanifa Juliana (Urban and Regional Planning, 2020)Editor: Anggi Nurdiani (Management, 2024)