Far East Movement: Ajang Himpunan Timur Jauh Tingkatkan Kesadaran Energi

Oleh Yasmin Aruni

Editor Yasmin Aruni

BANDUNG, itb.ac.id - Kolaborasi merupakan kata yang sering diangkat dalam kegiatan-kegiatan di Institut Teknologi Bandung. Dengan melakukan kolaborasi, maka setiap pihak akan dapat memberikan kontribusi sesuai dengan kelebihannya masing-masing, sehingga akan didapatkan hasil yang lebih baik lagi. Far East Movement adalah acara hasil kolaborasi dari 6 himpunan yang berlokasi di area timur jauh ITB yaitu Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM "Patra"), Himpunan Mahasiswa Teknik Geofisika (HIMA TG "Terra"), Himpunan Mahasiswa Teknik Geologi (HMTG "GEA"), Ikatan Mahasiswa Teknik Metalurgi (IMMG), Himpunan Mahasiswa Teknik Pertambangan (HMT), dan Himpunan Mahasiswa Kimia (Amisca). Acara ini merupakan evolusi dari Gathering Timur Jauh, yang konsepnya sudah dikembangkan sehingga selain menjadi ajang silaturahim antar himpunan timur jauh, acara ini juga dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Tujuan ini dibuktikan dengan adanya seminar berdurasi 2 hari dengan tema keprofesian yang memperkenalkan keilmuan dari keenam jurusan terkait.
Seminar yang diadakan pada hari Jumat dan Sabtu (11-12/09/15) bertempat di ruangan 9231 GKU Timur ITB ini menghadirkan Ir. Benyamin Sapiie, Ph. D., Prof. Dr. Wawan Gunawan A. Kadir, M.S., Dr. Ing. Zulfiadi Zulhan, S.T.,M.T., Ph.D., Prof. Ir. Doddy Abdassah, M.Sc., Ph.D., serta Prof. Dr. Ir. Irwandy Arif, M.Sc. sebagai narasumber. Setiap pembicara memberikan materi terkait keilmuan masing-masing dan diakhiri dengan sesi diskusi dan pertanyaan yang dimoderatori oleh Yosefhino Frederick (Teknik Geologi 2012) di hari pertama dan Fidkya Allisha (Teknik Pertambangan 2013) pada hari kedua. Peserta yang datang tidak hanya berasal dari ITB, tetapi juga terdapat beberapa peserta yang berasal dari universitas luar seperti Universitas Hasanuddin dan Universitas Pasundan.

"Tujuan kami mengadakan acara ini adalah kami ingin berbagi, apa yang dipelajari oleh kami, ke massa kampus, dan kepada sesama timur jauh. Acara ini juga merupakan ajang silaturahim, dan sebagai ajang berbagi ilmu," tutur Arviandito Caessara (Teknik Geologi 2013) dalam sambutan yang diberikan selaku ketua Far East Movement 2015.

Perlunya Peningkatan Teknologi Produksi Migas

Pemaparan pertama diberikan oleh Ir. Benyamin Sapiie, Ph.D. dengan tema "Potensi Migas Indonesia Timur", dengan penjelasan singkat mengenai perubahan kondisi migas Indonesia pada beberapa waktu lalu dan sekarang, serta kondisi reservoir di Indonesia bagian Timur. "Non-renewable sering disangkutpautkan dengan kondisi masa depan yang buruk, namun untuk sekarang dapat dikatakan bahwa tidak ada sumber energi yang lebih baik daripada fossil fuel," tegas Benyamin.

"Apa yang menyebabkan Indonesia berada dalam posisi yang buruk dalam investasi energi? Dulu Indonesia merupakan bagian dari OPEC sebagai salah satu net exporter minyak. Dulu kita memiliki total production yang tinggi sekali. Namun, tingkat produksi kita semakin menurun sementara konsumsi semakin naik. Dari awalnya kita memimpin, sekarang kita turun. Bagaimana ini bisa terjadi? Ada hal lain yang harus disoroti selain posisi migas sebagai non-renewable energy. Discovery well tidak menyebabkan peningkatan produksi yang signifikan—walaupun kita menemukan sumber minyak baru, kita tetap tidak dapat meningkatkan produksi karena proses produksi memakan waktu yang lama sekali."

35.000 MW untuk Indonesia

Pemadaman listrik yang dialami oleh banyak daerah di Indonesia saat ini disebabkan oleh kurangnya pasokan listrik, yang menghambat aktivitas masyarakat dan menurunkan daya saing industri. Penyebab utamanya adalah tertinggalnya pembangunan pembangkit sebesar 6,5% jika dibandingkan dengan pertumbuhan permintaan listrik sebesar 8,5% dalam 5 tahun terakhir. "Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi 6-7%, dalam lima tahun ke depan akan dibutuhkan tambahan pasokan listrik sebesar 35.000 MW," tutur Prof. Dr. Irwandy Arif, M.Sc.

Listrik adalah kunci bagi tercapainya pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat, sehingga target 35.000 MW ini merupakan sebuah target yang harus dapat dicapai. "Program ini membutuhkan dana investasi di atas Rp1.100 triliun. Sehingga untuk menjaga kemampuan finansialnya, PLN akan membangun pembangkit 10.000 MW, dan menawarkan 25.000 MW sisanya ke pihak swasta," terang Prof. Irwandy.