Seminar Bedah dan Diseminasi Buku “Mitos vs Fakta Industri Minyak Sawit Indonesia”, Kupas Tuntas Stigma Masyarakat terhadap Minyak Sawit

Oleh Chysara Rabani - Mahasiswa Teknik Pertambangan, 2022

Editor M. Naufal Hafizh

Seminar Bedah dan Diseminasi Buku “Mitos vs Fakta Industri Minyak Sawit Indonesia” di Auditorium SBM ITB, Sabtu (30/11/2024). (Chysara Rabani)

BANDUNG, itb.ac.id - Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung (Himatek ITB) bersama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dan Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) menggelar Seminar Bedah dan Diseminasi Buku “Mitos vs Fakta Industri Minyak Sawit Indonesia” dalam Isu Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Global Edisi Keempat di Auditorium SBM ITB, Sabtu (30/11/2024). Buku tersebut dibuat sebagai solusi untuk menangkal berbagai perspektif negatif terhadap sawit.

Acara dibuka dengan keynote speech Senior Analyst Divisi UKMK BPDPKS, Anwar Sadat. Beliau menyampaikan bahwa Indonesia memegang 60% pasar minyak nabati di dunia, sebagai produsen dan konsumen minyak nabati terbesar. Minyak sawit memiliki peranan strategis dalam meningkatkan devisa ekspor, menyumbang 3,5% APBN, berkontribusi dalam ketahanan pangan, mendorong kemandirian energi, serta menghemat impor solar.

BPDPKS telah berupaya untuk mendukung kesejahteraan petani kelapa sawit melalui berbagai program, seperti peremajaan lahan yang sudah tua dan tidak produktif, pengembangan sarana dan prasarana, pengembangan sumber daya manusia berupa beasiswa dan pelatihan, serta pelibatan petani dalam rantai pasok skala UMKM.

Seminar ini dimoderatori oleh Dosen Teknik Kimia ITB, Jenny Rizkiana, S.T., M.T., Ph.D. Terdapat empat panelis yang hadir untuk membedah buku tersebut, yakni Direktur Eksekutif PASPI dan Ketua Tim Penyusun Buku Dr. Ir. Tungkot Sipayung, Dosen Teknik Bioenergi & Kemurgi ITB Dr. Ir. C. B. Rasrendra, S.T., M.T., Dosen Kelompok Keahlian Ekologi SITH ITB Dr. Elham Sumarga, S.Hut., M.Si., dan Guru Besar Sekolah Farmasi ITB Prof. Dr. Elfahmi, S.Si., M.Si.

Dr. Ir. Tungkot Sipayung menjelaskan bahwa sawit merupakan komoditas unggulan Indonesia. Terdapat banyak minyak nabati yang populer di dunia, di antaranya minyak sawit (palm oil), minyak kedelai, sunflower oil, dan rapeseed oil. Walaupun begitu, minyak sawit tetap mendominasi komoditas minyak nabati karena produktivitasnya yang tingga. Kehadiran minyak sawit menggerus pangsa minyak nabati lainnya.

Saat ini, minyak sawit tidak hanya dimanfaatkan di bidang pangan. Minyak sawit sudah mulai memasuki bidang energi dan sangat menjanjikan. Karena popularitasnya, Indonesia harus bersaing dengan stigma negatif yang muncul ke permukaan terhadap industri minyak sawit. Contoh stigma tersebut adalah minyak sawit yang disebut sebagai penyebab kolesterol dan deforestasi. Stigma tersebut harus dilawan dengan edukasi dan sosialisasi.

“Kebohongan yang disampaikan secara berulang akan diterima oleh masyarakat dan dianggap suatu kebenaran. Maka dari itu, kita harus lebih lantang menyuarakan berbagai manfaat dan keunggulan minyak sawit,” ujarnya.

Sementara itu, Dr. Ir. C. B. Rasrendra, S.T., M.T. membahas topik hilirisasi sawit jalur bioenergi. Menurutnya, masyarakat global sedang bergerak ke arah pencapaian target pembangunan berkelanjutan (SDGs), serta masa transisi energi yang dibarengi dengan bioekonomi. Salah satu produk biodiesel yang berhasil, B35 menjadi bukti bahwa struktur minyak sawit mirip dengan hidrokarbon. Pada dasarnya, minyak nabati adalah hidrokarbon yang tercemar oksigen. Katalis merupakan kunci untuk konversi minyak sawit menjadi diesel serta avtur.

“Kita harus paham mengenai kutukan keberlimpahan. Suatu negara merasa aman karena sumber daya yang berlimpah, sehingga tidak ada perkembangan secara pesat. Buku ini menunjukkan bahwa masih ada pihak yang peduli dengan membagikan dialog serta pemikirannya,” ungkapnya.

Di sisi lain, Prof. Dr. Elfahmi, S.Si., M.Si. mengajak peserta untuk memaknai filosofi air yang terus mengalir. Ketika ada hambatan, air akan berusaha mencari celah untuk tetap mengalir sampai hambatannya runtuh. Dalam menghadapi stigma negatif yang beredar di masyarakat, pengelola sawit harus bisa menyampaikan fakta dan kenyataan sebenarnya.

Beliau juga menyampaikan bahwa Indonesia harus memiliki kemampuan mengolah sawit untuk meningkatkan nilai jual. Kebiasaan untuk diskusi bersama multidisiplin harus mulai dibangun untuk mengungkap potensi sawit itu sendiri.

Dr. Elham Sumarga, S.Hut., M.Si. mengungkap berbagai fakta yang disajikan buku tersebut. Dalam buku, disebutkan bahwa banyak faktor penyebab pemanasan global melalui emisi gas rumah kaca dan perkebunan kelapa sawit bukan penyebabnya, melainkan sektor energi sebagai penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca. Bagaimanapun, perkebunan kelapa sawit tetap berkontribusi dalam peningkatan emisi gas rumah kaca ketika dilakukan pengembangan lahan dengan mengubah hutan dan/atau dilakukan di lahan gambut.

“Indonesia itu juaranya produksi dan pengembangan kelapa sawit, hal tersebut harus dipertahankan dan diperkuat. Namun, aspek lingkungan harus tetap dijadikan pertimbangan. Prioritaskan peningkatan produksi per hektare dibandingkan ekspansi. Jika terpaksa ekspansi, lakukan di lahan terbengkalai untuk meningkatkan penyerapan karbon, jangan ada lagi pembukaan lahan gambut untuk perluasan sawit,” tuturnya.

Diskusi berakhir dengan kesimpulan bahwa belum ada yang dapat menggantikan sawit untuk kebutuhan dunia. Namun, dunia juga menuntut produk sawit yang lebih berkelanjutan. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan memperbaiki kualitas, tata kelola hutan, emisi yang dihasilkan serta mempercepat hilirisasi.

Reporter: Chysara Rabani (Teknik Pertambangan, 2022)

#seminar #bedah buku #diseminasi buku #minyak sawit